HARI MINGGU PALMA:  Yes 50:4-7; Flp 2:6-11; Mrk 14:1-15:47
"Yesus,  yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan 
Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan"

Ketika ada kepala negara atau presiden atau pejabat tinggi akan mengadakan 
kunjungan di suatu daerah, maka pada umumnya pemimpin bersama warga masyarakat 
yang bersangkutan mempersiapkan diri sebaik mungkin. Persiapan itu antara lain: 
pembersihan atau penataan lingkungan hidup atau tempat yang mau dikunjungi dan 
jalan-jalan yang mau dilalui, pemasangan bendera atau spanduk, dst.. Kegiatan 
kunjungan kerja tersebut rasanya harus dibayar mahal, apalagi jika pemimpin dan 
warga daerah yang akan dikunjungi berusaha menampilkan diri sebaik mungkin, 
meskipun untuk itu sebenarnya merupakan permainan sandiwara, upaya liturgis 
atau formal melulu. Pada saat kunjungan pengawalan atau pengamanan bagi `sang 
tamu' begitu ketat, antara lain terjadi `penutupan jalan untuk waktu tertentu' 
dimana masyarakat umum pada saat itu tidak boleh melalui jalan yang 
bersangkutan. Pada hari ini, Minggu Palma, kita mengenangkan `Sang Raja, Yesus' 
yang naik keledai dan dielu-elukan atau disambut secara meriah oleh orang-orang 
yang percaya kepadaNya. Hal itu terjadi secara spontan, sehingga mereka 
mengelu-elukan dengan daun palma atau pakaian seadanya, tanpa dibuat-buat dan 
tiada permainan sandiwara. dimana "mereka membawa keledai itu kepada Yesus, dan 
mengalasinya dengan pakaian mereka, kemudian Yesus naik ke atasnya. Banyak 
orang yang menghamparkan pakaiannya di jalan, ada pula yang menyebarkan 
ranting-ranting hijau yang mereka ambil dari ladang. Orang-orang yang berjalan 
di depan dan mereka yang mengikuti dari belakang berseru: "Hosana! Diberkatilah 
Dia yang datang dalam nama Tuhan, diberkatilah Kerajaan yang datang, Kerajaan 
bapak kita Daud, hosana di tempat yang maha tinggi!"(Mrk 11:7-10)  
"Yesus, yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan 
Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan 
diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan 
manusia.Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan 
taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib" (Fil 2:6-8)

Hari ini kita juga mengelu-elukan dan mengiringi perjalanan Yesus menuju ke 
pemenuhan tugas pengutusanNya dengan mempersembahkan Diri seutuhnya, sengsara 
dan wafat di kayu salib serta pada hari ketiga bangkit dari mati. Yang kita 
elu-elukan dan iringi perjalananNya `tidak menganggap kesetaraan dengan Allah 
sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diriNya 
sendiri dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia', 
maka selayaknya kita mengelu-elukan dan mengiringiNya dengan sederhana, rendah 
hati, apa adanya, dan tiada permainan sandiwara kehidupan. Rasanya cara hidup 
dan cara bertindak atau sikap orang-orang yang mengelu-elukan Yesus waktu itu 
seperti kita pada masa kini ketika mendengar ada sahabat kita yang sedang sakit 
keras dan mendekati kematian serta dengan spontan dan cepat-cepat untuk 
mengunjungi dan menyapanya dengan penuh kasih. 

Pada hari ini kita memasuki `Pekan Suci', maka marilah meneladan orang-orang 
yang mengiringi Yesus menuju Yerusalem. Setelah kita mawas diri sejak Rabu Abu, 
kiranya masing-masing dari kita lebih mengenal diri: kita lebih kenal kekuatan 
dan kelemahan kita, serta melihat aneka kesempatan dan ancaman dalam menghayati 
iman atau  panggilan serta melaksanakan tugas pengutusan. Maka baiklah dengan 
jujur, apa adanya kita masuki "Pekan Suci", kita imani dan hayati bahwa kita 
adalah orang-orang berdosa yang dipanggil Tuhan untuk berpartisipasi dalam 
karya penyelamatan Yesus, karya penyelamatan seluruh bangsa manusia. 

Marilah kita berusaha dengan rendah hati untuk "mengambil rupa seorang hamba, 
dan menjadi sama dengan sesama manusia"  Kita adalah sama-sama ciptaan Tuhan, 
sama-sama beriman, sama-sama mendambakan hidup selamat, damai sejahtera lahir 
dan batin, bahagia kini dan selama-lamanya. Maka marilah kita fungsikan segala 
kekuatan dan gunakan segala kesempatan dan kemungkinan untuk saling ,  
malayani, membahagiakan dan menyelamatkan. Marilah kita bekerja sama seperti 
semut-semut yang `membawa bangkai binatang menuju ke puncak/ketinggian' dan di 
puncak itulah mereka berpesta pora makan bersama, sedangkan selama di 
perjalanan kerja sama dan bergotong-royong tanpa kenal lelah. Tiada yang 
korupsi, bermalas-malas, cari enak sendiri selama di perjalanan. Kita bagaikan 
`semut-semut' yang akan menghabisi bangkai-bangkai busuk dan menjijikkan, 
sehingga bersih dan indah serta nikmat lingkungan hidup kita. "Jer basuki mowo 
beyo" (=Untuk hidup mulia, damai sejahtera, orang harus berani berjuang dan 
berkorban). 

"Tuhan ALLAH telah memberikan kepadaku lidah seorang murid, supaya dengan 
perkataan aku dapat memberi semangat baru kepada orang yang letih lesu. Setiap 
pagi Ia mempertajam pendengaranku untuk mendengar seperti seorang murid. Tuhan 
ALLAH telah membuka telingaku, dan aku tidak memberontak, tidak berpaling ke 
belakang" (Yes 50:4-5)    

Mendengarkan dan berbicara itulah mayoritas kesibukan kita semua sejak 
bayi/dilahirkan sampai lansia/ mati atau dipanggil Tuhan. Begitu tersadar dari 
tidur kiranya indra pendengaran atau telinga kita yang pertama-tama aktif dan 
bekerja. Maka marilah begitu terjaga dari tidur kita dengarkan firman atau 
sabda Tuhan dan mungkin dapat kita awali dengan doa ini: "Tak berkesudahan 
kasih setia TUHAN, tak habis-habisnya rahmat-Nya, selalu baru tiap pagi; besar 
kesetiaan-Mu" (Rat 3:22-23). Kita berterima kasih dan bersyukur atas rahmat dan 
kesetiaan Tuhan bahwa kita masih dianugerahi hidup serta kesegaran dan 
kebugaran. Dengan semangat yang sama kita masuki "Pekan Suci ini". Kiranya juga 
juga mendambakan ketika berbicara juga dijiwai oleh rahmat dan kesetiaan Tuhan 
atau syukur dan terima kasih.

Berbicara dijiwai dengan syukur dan terima kasih merupakan perwujudan iman 
bahwa "Tuhan Allah telah memberikan kepadaku lidah seorang murid", sehingga apa 
yang kita katakan "dapat memberi semangat baru kepada orang yang letih lesu", 
sebagaimana disabdakan oleh Yesus dalam perjalananNya menuju puncak Kalvari, 
puncak kayu salib: "Hai puteri-puteri Yerusalem, janganlah kamu menangisi Aku, 
melainkan tangisilah dirimu sendiri dan anak-anakmu! Sebab lihat, akan tiba 
masanya orang berkata: Berbahagialah perempuan mandul dan yang rahimnya tidak 
pernah melahirkan, dan yang susunya tidak pernah menyusui. Maka orang akan 
mulai berkata kepada gunung-gunung: Runtuhlah menimpa kami! dan kepada 
bukit-bukit: Timbunilah kami! Sebab jikalau orang berbuat demikian dengan kayu 
hidup, apakah yang akan terjadi dengan kayu kering?"(Luk 23:28-31) . Dalam 
penderitaanNya Ia mampu menghibur dan memberdayakan mereka yang lesu.  Mungkin 
kita tahu ada rekan-rekan atau saudara-saudari kita yang lesu dalam hidup 
beragama atau beriman, maka marilah kita dekati dan sapa mereka serta kita ajak 
mereka dengan rendah hati, syukur dan terima kasih untuk berpartisipasi 
memasuki `Pekan Suci' ini. Biarlah mereka yang lesu akan segera dibangkitkan 
dan digairahkan, sehingga di malam Paskah dan selanjutnya kita bersama-sama 
menghayati iman dengan gairah dan gembira. Semoga kita tidak menoleh ke 
belakang dengan lesu, melainkan menatap masa depan dengan gairah dan gembira, 
meskipun kita melihat aneka tantangan dan hambatan yang menghadang dan harus 
kita hadapi. 

"Mereka membagi-bagi pakaianku di antara mereka, dan mereka membuang undi atas 
jubahku.Tetapi Engkau, TUHAN, janganlah jauh; ya kekuatanku, segeralah menolong 
aku!Aku akan memasyhurkan nama-Mu kepada saudara-saudaraku dan memuji-muji 
Engkau di tengah-tengah jemaah" 
(Mzm 22:19-20.23)
Jakarta, 5 April 2009


Kirim email ke