Indonesia Mengalami Inflasi Ulama !!!
                                                             
Ternyata sangat mengejutkan, jumlah institute dan perguruan tinggi di Indonesia 
jumlahnya tertinggi didunia, bahkan Amerika sendiri dikalahkan dalam hal 
jumlahnya.

Tetapi perlu perhatian disini, 95% daripada Institute dan perguruan tinggi 
tersebut kesemuanya adalah mengenai pendidikan agama Islam baik negeri maupun 
swasta.  Jadi wajar2 saja jumlahnya bisa mencapai tertinggi didunia karena 
modal untuk mendirikan perguruan tinggi dan institute ini hanyalah papan nama 
dan bangku2 dengan perpustakaan yang cuma berisi Quran dan Hadist2nya.  Masalah 
gedungnyapun bukan masalah, banyak Universitas, Institute, ataupun Perguruan 
tinggi agama Islam menggunakan ruangan mesjid untuk kuliah sore atau malam.  
Juga bisa menggunakan ruangan2 gedung SD, SMP, atau SMA yang tidak dipakai 
diwaktu sore atau malam hari disemua wilayah di Indonesia.  Masalah gedung dan 
bangku2nya tidak perlu keluar dana karena cukup bisa dipinjam dengan mencatut 
nama Allah, nama Muhammad, dan nama Quran sehingga semuanya bisa mulus gratis.

Setiap mahasiswa ditarik uang pangkal yang cukup besar, dan uang kuliahnya juga 
besar sedangkan uang bangkunya biasanya tawar2an tarik2an untuk mendapat harga 
yang se-tinggi2nya seperti lelangan.  Syarat masuknya cukup ijazah SMA, bahkan 
ijazah SMA palsupun diterima karena dasar kepercayaan agama Islam tidak 
membutuhkan dasar pendidikan atau lulusan SMA, tetapi dasarnya tawakal dan 
rajin shalat 5 waktu.  Akibatnya bisa dibayangkan, jutaan pemuda pemudi yang 
gagal masuk perguruan tinggi seperti fakultas Kedokteran, Tehnik, ataupun 
ekonomi rame2 masuk jurusan agama Islam karena lulusannya sama2 titelnya 
ditambah lagi kesempatan mendapatkan pekerjaan jauh lebih besar daripada mereka 
yang lulusan sekolah formal karena mereka memiliki kemampuan plus yaitu baca 
Quran dan bahasa Arab.

Bahkan untuk mendirikan Institute ataupun perguruan tinggi agama Islam kadang 
kala modalnya zero cukup dari sumbangan2 umat saja.

Akibat tingginya jumlah institute dan perguruan tinggi agama Islam ini otomatis 
jumlah lulusan S1, S2, dan S3 juga sangat tinggi sekali, setiap tahunnya bisa 
dihasilkan rata2 diatas 50 ribuan sarjana, semuanya menjadi ulama2 yang 
bertitel mulai doktorandus, doktor, pasca sarjana, hingga professor2.

Kalo memang titel2 lulusan itu betul2 berasal dari jurusan science, bisa 
dibayangkan hebatnya Indonesia ini, bahkan Amerika pun kalah jumlah sarjananya. 
 Sayang lulusan itu cuma gagah di titelnya sedangkan pengetahuan sesungguhnya 
boleh dikatakan zero karena mereka lulus bukan untuk pengetahuannya, juga bukan 
untuk keahliannya dalam membuka lapangan kerja, keahlian mereka cuma berdoa 
meningkatkan kekuatan keimanan dari gangguan setan2.  Jumlah ulama sarjana ini 
begitu banyak tetapi tidak ada yang diciptakan, tidak ada lapangan pekerjaan 
yang dibukanya banyak mereka menutup lapangan pekerjaan ahli2 yang sebenarnya.

Contohnya saja, seorang sarjana ekonomi lulusan FE UI gagal mendapat posisi 
pekerjaan yang professional sesuai dengan jurusan ekonomi yang dikuasainya 
karena lapangan pekerjaan itu diisi oleh ulama2 sarjana spesialis ekonomi 
Syariah.  Apalagi untuk jadi pegawai negeri sekarang ini setiap sarjana harus 
wajib mampu membaca dan memahami Quran bahkan juga memimpin shalat Jum'at.

Jadi lulusan ulama2 sarjana ini bukan membuka lapangan pekerjaan melainkan 
menutup lapangan pekerjaan disemua jalur keakhlian professional karena mereka 
bisa membaca Quran dengan cukup fasih dan mampu memimpin shalat Jum'at atau 
shalat hari apapun juga termasuk shalat hari kematian maupun hari2 jatuhnya 
malapetaka.  Soal gajinya tentu standard yaitu standard professional plus, 
maksudnya plus disini adalah plus ketakwaan sehingga gaji standard plus bonus 
ketakwaannya sehingga jumlahnya diatas rata2 professional yang sebenarnya.

Kenyataan ini bukan main2, betul2 Indonesia krisis tenaga professional akibat 
posisi ini direbut oleh para pengangguran yang bertitel ulama sarjana yang sama 
sekali tidak punya pengetahuan dan keahlian apapun juga selain membaca doa 
untuk orang2 mati.

Dengan jumlah begitu banyaknya ulama2 Sarjana, Indonesia mengalami inflasi 
ulama, bahkan hiperinflasi ulama yang tidak punya lapangan pekerjaan selain 
merebut sana sini dengan mencatut nama Allah, nama Quran dan nama orang2 Arab 
dengan bahasa Arabnya.

Setiap ulama sekarang jor2an saling bersaing karena memang mata pencaharian 
utamanya adalah menarik sumbangan dari umat baik secara halus ataupun secara 
paksa.  Bahkan ada yang main culik2an untuk membina umat agar berdisiplin 
tinggi dalam memberi setoran.

Entah bagaimana pemecahan oleh pemerintah dalam mengatasi kelebihan sarjana2 
ulama ini sementara lapangan pekerjaannya selain tidak produktif menghasilkan 
dana juga tidak mampu membuka lapangan pekerjaan.  Kerja mereka setiap hari 
baik dipekerjaan maupun dimasyarakat hanyalah provokasi bakar ini dan bakar itu 
jarah sini dan jarah situ dalam upaya mencari dan mengumpulkan dana.

Celakanya, kelebihan ulama ini tidak laku untuk di eksport ke-negara2 sesama 
Syariah Islam, padahal khan bisa dijadikan guru Agama Islam di Arab Saudia, 
Mesir, Yaman, Kuwait ataupun di Yordania.  Namun negara2 Arab mengharamkan guru 
agama Islam dari negara2 yang bukan berbahasa Arab.  Bahkan Malaysia tetangga 
terdekat sesama Islam sekalipun lebih suka mengimport guru agama Islam yang 
berasal dari ulama2 dari Mesir, dari Arab Saudia, dan dari Turki.  Haram untuk 
menggunakan yang dari Indonesia.  Tetapi sewaktu membutuhkan calon2 terrorist 
ternyata ulama Indonesia paling laku, diterima di Malaysia, diterima di 
Pakistant, bahkan diterima di Afghanistant, kesemuanya menerima ulama Indonesia 
bukan untuk mengajarkan ilmu agama Islam melainkan untuk diajarkan cara2 
melakukan terror2 kelas dunia.  Mungkin dalam prestasi inilah pemerintah RI 
boleh berbangga bagaimana institute dan perguruan tinggi Islam disini menjadi 
terkenal didunia terror menterror.

Ny. Muslim binti Muskitawati.




Kirim email ke