KEBAHAGIAAN Kebahagiaan bisa dirasakan oleh siapa saja, dari anak kecil sampai dengan kakek gaek yang umurnya masih terbilang hari, bahkan banyak orang bisa mati dalam perasaan bahagia. Tanyalah berapa banyak penderita kanker yang lebih memilih untuk bisa mati dengan bahagia daripada hidup penuh dengan penderitaan.
Tidak bisa dipungkiri, bahwa kebanyakan penduduk di Indonesia sekarang ini kehidupannya sudah jauh lebih baik daripada puluhan tahun sebelumnya. Hampir setiap rumah tangga sudah memiliki TV, DVD, kulkas, bahkan kendaraan bermotor, belanja pun tidak perlu di pasar tradisionil lagi melainkan di Supermarket atau di Mall, tetapi tanyalah kepada diri sendiri apakah Anda merasa lebih bahagia dengan apa yang telah Anda raih dan dapatkan sekarang ini? Apakah Anda dapat menilai hidup Anda ini Bahagia? John Stuart Mills (1806 – 1873) filsuf dari England adalah tokoh filsuf Kabahagiaan/Happines. Menurut pendapat dia manusia hanya mempunyai dua tujuan hidup utama: Berusaha untuk mengejar kebahagiaan semaksimal (maximmize happines) mungkin dan penderitaan seminimal mungkin (minimize suffering). Yang menentukan Bahagia atau tidak Bahagia itu sebenarnya otak dan perasaan kita, maka dari itu menurut Sigmund Freud; Bahagia itu adalah sekedar efek plasebo saja atau perasaan yang dibuat dan ditentukan oleh otak kita sendiri. Misalnya orang yang sudah divonis mati, karena Kanker ganas, walaupun ia menang Lotto satu triliun Rp. sekalipun ia tidak akan merasa Bahagia, wong sudah mau mati, tapi ia akan merasa Bahagia apabila bisa sembuh dan sehat kembali. Sedangkan abang becak yang sehat waalfiat, ia akan merasa sudah Bahagia, apabila bisa mendapatkan uang Rp 100 ribu. Dari enam perasaan emosi yang kita miliki, empat adalah emosi yang bersifat negatif: benci, sedih, takut dan marah. Hanya satu saja yang bersifat positif: senang = happy, sedangkan emosi yang ke enam adalah emosi yang bersifat netral: terkejut. Dari semua perasaan tersebut diatas kita mengharapkan terjadinya perubahan, hanya pada saat kita “Happy” atau senang baca bahagia saja, kita ingin tetap bertahan terus dan tidak mau beranjak lagi dari situ. Sigmund Freud pernah menulis bahwa Allah menciptakan manusia dengan satu kekurangan ialah rasa bahagia yang permanen, sebab rasa bahagia itu sebenarnya hanya bisa dinikmati sejenak atau sesaat saja. Manusia baru bisa mendapatkan perasaan bahagia yang abadi, apabila ia sudah berada di sorga, sebelumnya itu kita harus berburu terus-menerus tiada akhirnya. Rasa bahagia itu tidak akan pernah bisa bertahan lebih dari beberapa hari saja. Sebagai contoh kita merasa bahagia setelah bisa beli motor, tetapi beberapa hari kemudian kita sudah ingin punya mobil dan pada saat kita mendambakan hal yang baru lagi, berakhir pulalah rasa bahagia tsb, karena setelah impian atau cita-cita yang satu terkabulkan; pasti akan disusul oleh keinginan atau cita-cita baru yang berikutnya dan ini tiada akan ada akhirnya. Bernard Van Praag guru besar ekonomi pernah mengadakan jajak pendapat terhadap siswa/i nya, dimana ia mengajukan pertanyaan: Mana yang akan Anda pilih • gaji 5.000 AS$ sebulan dimana rekan-rekan kantor lainnya hanya mendapatkan AS$ 2.500 atau • gaji 10.000 AS$ sebulan tetapi rekan-rekan lainnya mendapatkan gaji AS$ 25.000 Ternyata kebanyakan responden memilih pilihan yang pertama, walaupun dari segi nilai jauh lebih rendah, tetapi dilain pihak mereka merasa jauh lebih hebat dan lebih tinggi daripara rekan-rekan kantor lainnya. (Sumber: Happiness Quantified). Untuk bisa menghayatinya cobalah Anda renungkan bagaimana perasaan Anda apabila di kantor Anda mendapatkan bonus satu juta Rp sedangkan rekan-rekan lainnya mendapatkan dua juta Rp, pasti Anda merasa sedih dan kecewa karena merasa diperlakukan tidak adil, tetapi kebalikannya Anda akan merasa bahagia mendapatkan bonus Rp 100 ribu sedangkan rekan-rekan lainnya hanya mendapatkan Rp. 10 ribu. Disinilah terbuktikan bahwa sebenarnya bukan nilai uangnya yang penting untuk membuat kita bisa menjadi bahagia. Orang bisa hidup bahagia bahkan mencapai umur panjang tanpa harus memiliki harta yang berlimpah ruah. Hal ini terbuktikan di negara-negara makmur seperti Amerika, Jepang, Jerman maupun Inggris kebanyakan dari penduduknya merasa TIDAK bahagia. Penilaian ini diberikan berdasarkan hasil penelitian dari lembaga pengkajian the New Economics Foundation (NEF) dalam surveinya mengenai "Indeks Planet Bahagia" dimana mereka mengukur indeks di 178 negara. Inggris menempati peringkat ke-108, Jerman ke-81, Jepang ke-95 dan Amerika Serikat di peringkat ke-150. Sedangkan masyarakat Indonesia masih dinilai cukup bahagia, karena menempati peringkat ke-23. Oleh sebab itulah juga kenapa mang Ucup memilih ingin hidup di Indonesia daripada di Belanda. Jadi kesimpulannya apabila Anda menilai bahwa kehidupan Anda sekarang ini kurang bahagia, Anda tidak perlu khawatir, sebab kebahagiaan ini pasti akan timbul dan datang kembali ! Percayalah, sebab hal inilah yang telah saya alami berkali-kali di dalam kehidupan ini. Saya akhiri tulisan ini sambil menyanyikan lagu: Oh happy day (oh happy day) I'm talking about the happy days (oh happy day) C'mon and talk about the happy days (oh happy day) Mang Ucup Email: mang.ucup<at>gmail.com Homepage: www.mangucup.org Facebook