Kawan-kawan,

 

Iman
tidak bisa dibahas secara logika manusia yang terbatas. Biarkan iman berlaku
bagi pemiliknya, dan mari berhenti mengkritik iman orang lain dengan landasar
iman kita. 

 

Kawan
saya Indra Rinaldy begitu sangat terpesona dengan cerita tentang Rasullullah
yang konon setiap pagi (saya tekankan, setiap pagi) datang ke seorang seorang
pengemis Yahudi untuk memberi makan seorang pengemis Yahudi. 

 

Rasullullah
datang setiap pagi sampai ajal menjemput beliau. Kalau cerita ini benar, saya 
harus
angkat topi bagi beliau karena beliau, disela-sela kesibukan beliau dalam
kapasitasnya sebagai nabi yang pasti sudah sangat terkenal pada masanya,
sempat-sempatnya datang langsung secara pribadi setiap pagi untuk memberi makan
seorang pengemis Yahudi yang konon (menurut versi pemberi cerita itu) suka
menghina beliau. Saya berpikir, apakah beliau tidak takut kalau orang yang
tidak suka pada beliau mengincar beliau dan membunuh beliau apalagi beliau
memberi makan pengemis itu di ujung jalan? Methode pengamanan yang diberikan
bagi beliau setiap pagi untuk sekedar memberi makan seorang pengemis Yahudi itu
seperti apa? Pasti sungguh merepotkan bagi pasukan pengawal Rasullullah. Saya 
tanda
tanya ada berapa orang pengemis yang mencari sedekah di ujung jalan itu, dan
kenapa hanya pengemis Yahudi yang diberi makan oleh beliau? Apakah pengemis
Yahudi itu begitu khusus bagi Rasullullah? Bagaimana dengan pengemis yang
lainnya, apakah pengemis lainnya tidak khusus bagi beliau? 

 

Sebagai
seorang manusia biasa, konon menurut Aisyah bahwa Abu Bakar sudah melakukan
semua tauladan Rasullulah kecuali memberi makan pengemis Yahudi yang ada di
ujung jalan. Mari telaah ini secara akal logika manusia; dari pernyataan Aisyah
bisa kisa simpulkan bahwa Abu Bakar ini konon sudah hampir mencapai photo
copynya Rasullulah karena hanya satu tauladan yang konon Abu Bakar belum
lakukan dari Rasullullah, yaitu memberi makan seorang pengemis Yahudi. Artinya
dengan memberi makan itu pengemis Yahudi setiap pagi, maka Abu Bakar akan
menjadi photo copy nya Rasullulah. Bagaimana dengan tauladan lainnya, apakah
Abu Bakar sudah mengangkat harkat banyak wanita dengan cara memperistri mereka 
seperti
yang Rasullullah lakukan? Apakah Abu Bakar sudah mencontoh tauladan Rasullullah
yang mengawini anak kecil karena seorang anak gadis kecil yang pintar pada masa
itu lebih cepat dewasa?

 

Konon
Rasullaullah menyuapin si pengemis langsung dari tangannya. Tidak hanya sampai
di situ, bahkan Rasullullah menghaluskan makanan itu terlebih dahulu. Mari kita
telaah secara logika ekonomi, kebetulan teman saya Indra Rinaldy adalah seorang
pelaku ekonomi di salah satu bank di Indonesia. Secara logika ekonomi untuk
menyuapin dan menghaluskan makanan bagi si pengemis ini mungkin butuh waktu
minimal 30 menit. Jadi setiap hari, Rasullaullah menghabiskan waktu 30 menit
untuk urusan memberi makan pengemis Yahudi. Apakah logika ekonomi kita bisa
menerima bahwa seorang Rasullaulah menghabiskan waktu 30 menit untuk urusan
beginian. Bukankah akan lebih ekonomis kalau Rasullullah (yang pastilah pada
waktu itu sangat disibukkan dengan posisi kenabiannya) memerintahkan saja salah
seorang stafnya untuk melakukan itu baginya? 

 

Kalau
saya disuruh untuk mengikuti tauladan Rasullullah yang ini, maaf bukan karena
saya tidak punya rasa kemanusiaan. Waktu saya akan lebih berarti bagi semua
jika saya melakukan hal yang lain. Waktu saya terlalu berharga untuk urusan
menyuapin dan menghaluskan makanan bagi seorang pengemis. Lagipula, saya rasa
pengemis akan lebih senang kalau saya memberi mereka nasi padang yang masih 
utuh tanpa perlu menyuapin
mereka apalagi melumatkan makanan itu sebelum disuapkan ke mereka. Saya tidak
tahu, apakah umat islam mau melakukan tauladan Rasullullah ini? 

 

Tapi
itulah iman. Iman itu buta, dia tidak perlu logika. Iman cukup diyakinin, nggak
perlu dibahas secara logis karena iman sering sekali tidak bisa diterima secara
logika apalagi oleh logika orang yang tidak seiman dengan kita. Iman cukuplah
bagi diri kita sendiri, tidak perlu memaksakan orang lain untuk juga meyakinin
iman kita. Boleh saja kita memberitakan khabar baik bagi semua orang tentang
iman kita, tetapi mempertanyakan iman seseorang dengan standard iman yang
berbeda tentu tidaklah akan nyambung dan sia-sia. 

 

Saya
lebih suka dengan cara-cara imanin yang saya dengar di gereja saya. Di gereja
saya, kami jemaatnya diajarkan untuk beriman kepada Allah, Yesus Rohul Kudus. 
Ktia
diajarkan untuk mengasihi semua mahluk di dunia dan berbuat baik bagi mereka. Di
gereja saya, saya tidak pernah mendengar sang Pendeta atau Penginjil atau
bapak/ibu Penatua menjelek-jelekkan agama lain. Itulah bagi saya yang terbaik,
bagi saya menjadi seorang Kristen yang baik adalah Kristen yang bisa memberi
kesejukan bagi semua. Kalau melalui toa-toa di lingkungan saya, saya sering
mendengar umat lain menjelek-jelekkan iman saya, saya hanya bisa mengatakan
bahwa saya kasihan sama mereka. Bathin mereka akan tersiksa oleh kebencian yang
ditanamkan bagi mereka oleh pendahulu mereka. 

 

Semoga
mencerahkan. Merdeka. 



---- Ibrahim Yohannes Syihab ----

 
         
        
        








        


        
        


      

Kirim email ke