http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=19&jd=UU%20Penodaan%20Agama%20dan%20Sikap%20Gereja%20Katolik%20Indonesia&dn=20100329155908


Oleh : Thomas Harming Suwarta | 30-Mar-2010, 02:04:21 WIB


KONTROVERSINYA UNDANG-UNDANG No 1 1965 DAN SIKAP GEREJA KATOLIK INDONESIA

KabarIndonesia - Kita masih ingat beberapa waktu lalu, di penghujung
penyelesaian Pansus Angket Century di DPR, wacana publik sempat
diramaikan oleh isu pencabutan UU No 01 1965 tentang Pencegahan,
Penyalahgunaan dan atau Penodaan Agama yang diusulkan oleh kelompok
LSM yang tergabung dalam Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama
dan Berkeyakinan (AKKBB). Aliansi ini menghadap Mahkamah Konstitusi
pada tanggal 27 Januari untuk melakukan uji materi atas UU tersebut,
yang dinilai diskriminatif, bertentangan dengan prinsip toleransi,
keragaman, dan pemikiran terbuka, membatasi serta bertentangan dengan
jaminan kebebasan beragama seperti terdapat dalam UUD 1945.

Dan kini, UU ini sedang dalam pengerjaan di Mahkamah Knsotitusi, dan
entah apa yang akan diputuskan kemudian. Tapi yang pasti, begitu hal
ini dilempar ke publik muncul reaksi beragam. Ada kelompok yang
setuju, namun ada juga kelompok yang tidak setuju dengan adanya uji
materi UU No 01 1965 yang diusulkan aliansi ini. Kontroversi pun
menyeruak. Argumen pro dan kontra bertebaran di area publik, dengan
dasar argumentasi masing-masing.

Pro-Kontra
Seperti diberitakan, kita mengetahui misalnya di beberapa perguruan
tinggi di Yogyakarta, kelompok aktvis dakwah kampus melakukan protes
atas rencana perubahan dan pencabutan UU ini. Mereka kuwatir bahwa
dengan pencabutan undang-undang itu akan semakin banyak muncul agama
dan aliran baru yang cenderung menyesatkan. Kelompok ini menuntut
Mahkamah Konstitusi menolak perubahaan dan pencabutan undang-undang
itu. Menteri Agama Suryadharma Ali pun ikut bicara. Menurutnya, UU No
1 1965 itu harus dipertahankan karena selain sudah teruji dalam
mempertahankan kerukunan umat beragama juga mampu mengawal bangsa
Indonesia dalam kehidupan yang harmonis.

MUI Jawa Timur bersama sejumlah organisasi kemasyarakatan keagamaan
yang tergabung dalam Forum Umat Islam (FUI) Jatim pun menolak
pencabutan UU Penodaan Agama Nomor 1 1965 itu. Menurut Ketua MUI
Jatim, KH KH Abdusshomad Bukhari, pencabutan UU tersebut akan
menjadikan orang mudah mengaku-ngaku nabi. "Kalau UU itu dicabut maka
orang akan mudah mengaku nabi, menerjemahkan Al Quran seenaknya, dan
dampak buruk lainnya," ucapnya mengomentari adanya pihak-pihak yang
meminta pencabutan UU tersebut. Oleh karena itu, katanya, MUI dan
anggota FUI menolak rencana melakukan judicial review UU Penodaan
Agama itu. "Itu justru akan menimbulkan kericuhan dan NKRI akan
terancam dengan adanya konflik SARA.

Menurut kami, apa yang sudah baik melalui penghormatan kepada
kemajemukan agama hendaknya tetap dikuatkan dan bukan justru dicabut,"
paparnya.

Tidak demikian halnya dengan aliansi beberapa LSM (Imparsial,
Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia, Yayasan
Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat
(Elsam), Center for Democracy and Human Right Studies (Demos), Setara
Institute, serta Desantara Foundation) yang mengusulkan peninjauan
kembali UU. Mereka melihat ada beberapa pokok yang sudah tidak relevan
lagi dengan kondisi sekarang, terutama bahaya diskriminatiaf UU
terhadap kelompok minoritas.

Aliansi melihat bahwa Pasal 1, Pasal 2 ayat (1), Pasal 2 ayat (2),
Pasal 3, dan Pasal 4 UU No 1 1965 bertentangan antara lain dengan
Pasal 28D ayat (2) yang menyatakan "setiap orang berhak bebas dari
perlakuan yang diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak mendapatkan
perlindungan terhadap perlakuan yang diskriminatif itu".

Aliansi mencontohkan, Pasal 1 UU No 1 1965 menunjukkan adanya
pembedaan dan atau pengutamaan terhadap enam agama (Islam, Katolik,
Kristen, Hindu, Budha, dan Kong Hu Cu) dibandingkan dengan agama-agama
atau aliran keyakinan lainnya.
Ahmad Mubarik, SH dari Ormas Keagamaan Jamaah Ahmadiyah Indonesia
(JAI), ketika dihubungi mengatakan bahwa usulan Judicial Review yang
diusulkan aliansi ini merupakan sesuatu yang tidak perlu ditentang
sebetulnya. "UU ini diskriminatif dan membuka kesempatan pada kelompok
mayoritas untuk menekan kelompok-kelompok minoritas," katanya.

Sikap Gereja Katolik
Kontroversi tentu tetap bermunculan, tapi yang pasti saat ini, UU ini
sedang digarap di Mahkamah Konstitusi, yang bekerja setiap hari Rabu
dengan mendatangkan 60 ahli, sebagaimana dilansir Ketua Mahkamah
Kontitusi Mahfud MD. MK mengundang antara lain Pengurus Besar
Nahdlatul Ulama (PBNU), Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Majelis
Ulama Indonesia (MUI), HTI, Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI),
Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (Matakin), Wali Buddha
Indonesia (Walubi), serta Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI).

Gereja Katolik Indonesia melalui KWI pun sudah mengeluarkan pernyataan
resminya yang disampaikan di hadapan Mahkamah Konstitusi, yang
dibacakan Rm. Benny Susetyo, Pr berdasarkan surat tugas resmi KWI,
nomor 048/III.1/2010, tertanggal 09 Februari 2010.

Dalam pernyataannya, KWI menyatakan bahwa Gereja memang bukan
merupakan subyek yang terkena langsung oleh UU No. 1 tahun 1965 ini,
namun Gereja ikut merasakan mereka yang terkena, karena sebagai satu
saudara sebangsa dan setanah air, di mana penderitaan seorang warga
bangsa dan negara merupakan penderitaan Gereja juga.Pada pernyataannya
Gereja melihat bahwa melakukan pencermatan atas rumusan hukum dan
undang-undang yang semakin cocok dengan semangat para bapa bangsa
merupakan sebuah keharusan agar bangsa Indonesia semakin mampu hidup
di jaman ini.

"Dalam jangka waktu antara tahun 1965 sampai saat ini, Indonesia telah
mengalami perubahan bentuk kehidupan sosial, misalnya perkembangan
kesadaran akan harga diri di kalangan masyarakat warga, pendidikan
yang lebih menjangkau banyak orang,  hubungan internasional yang lebih
luas. Maka pencermatan atas rumusan hukum dan undang-undang yang
semakin cocok dengan semangat para bapa bangsa merupakan sebuah
keharusan agar bangsa Indonesia semakin mampu hidup di jaman ini,"
sebut pernyataan itu.
Selanjutnya, Gereja melihat beberapa hal yang menyangkut nilai-nilai
universal yang juga terdapat di dalam agama Katolik, teristimewa nilai
kemanusiaan dan nilai taat asas. Pertama-tama, Gereja melihat bahwa UU
ini lahir dalam konteks sejarah yang beda dengan situasi bangsa
Indonesia saat ini. "Latar belakang dibuatnya UU No.1/1965 dikarenakan
suasana politik dan keamanan waktu itu (hadirnya gerakan separatis DI/
TII, Kahar Muzakar di Sulawesi Selatan dan Daud Beureuh di Aceh yang
berlatar belakang agama) serta dipandang akan mengancan persatuan dan
kesatuan. Hal tersebut tersurat dalam konsideran UU No.1/1965. Namun,
suasana demikian sudah tidak berlaku lagi seiring dengan perkembangan
jaman sehingga peraturan ini sudah harus dicabut untuk menyesuaikan
dengan perkembangan jaman mengingat hukum merupakan suatu instrument
yang harus mengikuti perkembangan kebutuhan masyarakat. Pada masa ini,
Instrumen UU No.1/1965 bukan dijadikan perlindungan bagi kelompok
agama tetapi cenderung dijadikan alat pembenaran bagi perilaku
penodaan oleh satu agama terhadap agama lain atau dilingkungan satu
agama yang didasarkan atas perbedaan paham. Atas nama undang-undang
tersebut untuk beberapa kasus dipakai sebagai alat mendeskriditkan
kelompok agama yang memiliki pemahaman berbeda.

Selain itu, dasar argumentasi Gereja mengerucut pada frase ‘relasi
negara dan agama. "Berdasarkan ketentuan dalam pasal-pasal dalam UUD
1945 dapat disimpulkan bahwa Negara Kesaturan Republik Indonesia
("NKRI") tidak dapat membatasi agama-agama maupun keyakinan apa saja
yang dapat dipeluk maupun diyakini oleh para pemeluknya dan bahwa hak
untuk beragama merupakan hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi
dalam keadaan apapun. Dengan demikian, NKRI atau negara pun
diposisikan sebagai suatu pihak yang tidak dapat melakukan intervensi
terhadap keyakinan maupun hak beragama seseorang dan tidak boleh
mendiskriminasikan seseorang karena keyakinannya seperti yang dimaknai
dalam pasal 28 I UUD 1945.

Gereja juga melansir perihal pemaknaan kebebasan beragama. Dengan
adanya kebebasan beragama, maka seharusnya tidak ada pengutamaan
terhadap ajaran-ajaran agama yang resmi di Indonesia karena kebebasan
mempunyai arti bahwa semua agama dan keyakinan yang dianut di
Indonesia mempunyai kesempatan yang sama dan tidak boleh ada
diskriminasi di antaranya.

Gereja dalam pernyataan sikapnya itu akhirnya menyimpulkan bahwa
ketentuan dalam UU No.1/1965 ini bertentangan dengan semangat
kebebasan beragama dan kebebasan dalam menyuarakan keyakinan
(kebebasan berpendapat) yang diatur dalam UUD 1945 karena, pertama
Ketentuan dalam UU No.1/1965 tidak sesuai dengan ketentuan kebebasan
beragama dan berkeyakinan serta menyuarakan keyakinan yang diatur
dalam UUD 1945 dan cenderung mengkriminalisasikan ajaran agama yang
dianggap menyimpang (represif); Kedua, NKRI bukan sebuah  negara agama
yang dengan demikian Negara tidak dapat intervensi dalam urusan agama
karena terdapat pembedaan  antara negara dengan agama;, Ketiga, UU
No.1/1965 sudah tidak sesuai dengan perkembangan jaman karena
ketentuan ini dibuat ketika pemerintah masih lemah, sehingga cenderung
untuk dengan mudah mempergunakan kekerasan, demikian juga masyarakat
warganya.

Atas dasar keterangan ini, Gereja berpendapat, bahwa pantaslah
Mahkamah Konstitusi memberi perhatian kepada mereka yang mengusulkan
agar dilakukan Judicial Review terhadap UU No 1/1965. Dan kita tinggal
menunggu saatnya, pada bulan Apri ini sebagaimana dijanjikan, bahwa
Mahkamah Konstitusi akan mengeluarkan keputusan resmi terkait UU No 1
1965 ini.

Thomas Suwarta, Pengurus Pusat Pemuda Katolik Indonesia











-- 
Teddy


------------------------------------

Ingin bergabung di zamanku? Kirim email kosong ke: 
zamanku-subscr...@yahoogroups.com

Klik: http://zamanku.blogspot.comYahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/zamanku/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/zamanku/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    zamanku-dig...@yahoogroups.com 
    zamanku-fullfeatu...@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    zamanku-unsubscr...@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/

Kirim email ke