[BUKU INCARAN]

Luapan Emosi Terpendam Jiwa Manusia
---Anwar Holid


The Ninth (GPU, 2010, 296 hal.) berkisah tentang seorang anak kesembilan dari 
sebelas bersaudara. Dia berumur sembilan tahun, kira-kira kelas 4 SD. Dia bukan 
anak bungsu, melainkan punya dua adik, anak ketiga terakhir. Seorang saudaranya 
sudah meninggal waktu kecil, satu saudara sulungnya sudah menikah, tinggal di 
kota lain, di Debrecen. Di novel ini angka sembilan terasa mencolok, sengaja 
dipilih, mungkin punya mitos tertentu. Pilihan judul The Ninth tampak 
menekankan sesuatu. Apalagi novel ini terdiri dari sembilan bab.

Keluarga si anak ini miskin. Rumah sementara mereka sempit dan umpel-umpelan, 
tidur seranjang bertiga. Untuk menunjang ekonomi, keluarganya bisnis 
kecil-kecilan benda-benda religius Katolik seperti rosario dan salib, dijual ke 
gereja di sekitar kota mereka tinggal di Hongaria, dipasarkan oleh ayahnya. 
Mereka tinggal di kota kecil tanpa nama, kemungkinan di sekitar Debrecen, 
karena seluruh anak itu lahir di sana. Kalau tidak, mereka tinggal di dekat 
perbatasan Romania, sekitar tahun 1960-an, ketika negeri itu di bawah rezim 
komunis. Ayahnya pekerja keras, rewel, kaku. Ibunya bekerja paro waktu di 
pabrik pulpen, religius, tadinya ingin jadi pianis, mencintai sastra, dekat 
dengan pengurus gereja, bahkan mengarahkan anak-anaknya untuk beraktivitas di 
sana, misal dengan menjadi anak altar, penyanyi gereja, dan pembantu pastor 
bila ada orang meninggal. 

Karena terlalu tertekan oleh kebutuhan ekonomi, anak-anak dalam keluarga ini 
terabaikan. Sampai-sampai secara ironik anak kesembilan ini bilang bahwa 
kebanyakan saudaranya punya kelainan, entah cacat fisik atau kesulitan belajar. 
Kecelakaan terakhir yang dia saksikan ialah jemari seorang saudaranya putus 
karena terjepit oleh hentakan ranjang lipat. Meski begitu mereka suka gotong 
royong dan sama-sama kerja keras waktu mengerjakan kerajinan, termasuk 
kakak-kakaknya harus ikut membangun rumah idaman yang akan mereka tinggali 
kelak. 

Untuk mencari kesenangan di tengah kegaduhan keluarga, anak ini suka kelayapan 
sehabis pulang sekolah, baik ke stasiun tempat ayahnya pernah bekerja, juga ke 
rumah orang dan toko-toko yang ada di sana sekadar untuk melihat-lihat barang 
yang gagal dia dapat atau membaui aroma roti dan daging panggang di sebuah toko 
kue. Di sekolah, dia juga mengalami penindasan (bullying), mulai dari berupa 
celaan sampai secara fisik oleh kakak kelasnya. Saat kelayapan itu dia 
menemukan banyak hal. Dia tahu ada ayah teman sekelasnya tiap hari mabuk sampai 
harus dibopong ke luar dari bar oleh anak-anaknya. Dia suka mengintip rumah 
lain karena tampak sangat berbeda dengan rumahnya yang sumpek dan selalu ribut. 
Untuk mendapat uang saku, dia menjadi anak altar. Dia tambah senang bila ada 
orang meninggal, karena itu berarti uangnya bisa tambah banyak, membuat dirinya 
bisa jajan berbagai makanan di toko-toko dekat stasiun. 

Suara anak kecil dalam The Ninth muncul dengan intensitas tinggi. Anak ini juga 
pengamat sosial yang tajam. Dia penasaran kenapa gaji ayahnya gagal memenuhi 
kebutuhan keluarga, seorang kawannya menyembunyikan foto perempuan telanjang, 
dan di sela-sela main sepak bola bersama saudara dan kawan-kawannya, pikirannya 
kerap khawatir soal hari esok, sampai dia sendiri akhirnya nekat melakukan dosa 
pertama, meskipun ia pernah menjadi putra altar dan ibunya senantiasa mengajak 
doa bersama sebelum tidur. Dosa itu membuatnya trauma, sangat bersalah, dan 
takut---tergambar dengan hebat di bab delapan dan sembilan---karena ia lakukan 
pada guru yang dia cintai. Guru inilah yang pernah memberinya tugas 
mengarang---dan secara implisit karya ini mungkin bisa dianggap sebagai 
perwujudan dari rasa bersalah ketika mengerjakan tugas tersebut.

Ferenc Barnás menyajikan novelnya sebagai luapan emosi terpendam jiwa manusia. 
Ingatan anak kecil ini luar biasa. Dia lebih dari sekadar jujur menceritakan 
rahasia paling kelam, mimpi paling brutal karena tekanan hasrat terpendam ingin 
menyalurkan dendam, iri dengan bekal milik kawannya, bertahan dan sesekali 
membalas dari kekerasan kakak kelas, kesenangan setiap kali ada orang yang 
meninggal, juga bersaing dengan kawan sekelas untuk menarik perhatian gurunya. 
Dia teliti membongkar kehidupan masa kecilnya yang sarat dengan tekanan dan 
persoalan. Dia juga berusaha meraba-raba persoalan samar, mulai dari bahasa 
tubuh ibunya, keunikan saudara kandung, sampai perilaku keras ayahnya terhadap 
aparat negara yang dianggapnya mau korupsi.
______________________________________
Detail Produk:
Judul: The Ninth (Anak Kesembilan)
Penulis: Ferenc Barnás 
Penerjemah: Saphira Zoelfikar
Penerbit: GPU, Februari 2010
Tebal: 296 hal.; 13.5 x 20 cm; soft cover
ISBN 978-979-22-5459-4
______________________________________

Soal relevansi dengan Indonesia, Katalin B. Nagy yang memprakarsai penerbitan 
The Ninth berkomentar, "Rasanya hubungan budaya di antara Indonesia dan 
Hongaria belum seerat semestinya, karena kita belum sadar pengalaman kita 
sepanjang masa banyak miripnya. Saya berusaha 'membangkitkan' kesadaran ini 
melalui sastra terjemahan. Karya Ferenc bisa berarti karena aspek universalnya: 
seorang 'anak' berjuang melawan gereja, negara, dan diri sendiri melalui hasrat 
dan kebingungan."

Sekitar tahun 1960-an, Partai Komunis Hongaria yang berkuasa merupakan boneka 
Uni Soviet, sementara di Indonesia Partai Komunis Indonesia juga berpengaruh 
kuat. Apa dengan begitu membuat The Ninth bernuansa politik? Jawab Katalin, 
"Karya tersebut tak berpolitik atau mengkritik rezim komunis, melainkan hanya 
menggambarkan latar belakang sosial budaya. Rezim otoriter yang digambarkan 
dalam novel oleh seorang anak bisa saja di mana-mana."

Dulu Fuad Hassan---mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan---menerjemahkan 
Sang Mahasiswa dan Sang Wanita, berisi 10 cerpen Hongaria, dan Pulang, kumpulan 
cerpen karya Árpád Göncz. Bentang Pustaka pernah menerbitkan Fateless (Imre 
Kertész) dan The Last Window Giraffe (Péter Zilahy). Semua buku lama itu kini 
sudah tak dicetak ulang.

Ferenc Barnás mendapat pengakuan internasional setelah memenangi dua anugerah 
sastra Hongaria paling terkemuka: Sándor Márai Prize (2001) dan Tibor Déry 
Prize (2006). The Ninth mendapat grant penerjemahan dari PEN America, 
dikerjakan oleh Paul Olchváry. Barnás menerima sejumlah undangan residensi 
penulisan di Amerika Serikat, antara lain di Yaddo, MacDowell Colony, Edward 
Albee's The Barn, Virginia Center for the Creative Arts, dan Espy Foundation; 
pada tahun 2001 berceramah di Lahti International Writers Reunion, Finlandia.[]

Anwar Holid, editor, penulis, dan publisis. Blogger @  
http://halamanganjil.blogspot.com. 

KONTAK: war...@yahoo.com | HP: 085721511193 | Panorama II No. 26 B Bandung 
40141.

Link terkait:
http://www.gramedia.com
http://www.ferencbarnas.com

===========================
KOMENTAR PEMBACA

The Ninth is a testament to the still-unplumbed depths of contemporary 
Hungarian literature, and a departure from the alienated fever dreams and 
horrors to which we've grown so accustomed to reading.
---Jeff Waxman, dari Three Percent Review

Kebanyakan kritikus menilai The Ninth sebagai novel terbaik karya Ferenc 
Barnás---merupakan pencapaian luar biasa dilihat dari segi gaya, bentuk, dan 
isi sekaligus.
---Paul Olchváry

The Ninth adalah novel perenungan pribadi yang lebih memberikan dasar untuk 
eksplorasi daripada yang muncul di permukaan, dan merupakan novel yang berhasil 
memunculkan suara anak kecil dengan baik.
---Josh Maday

For me, The Ninth is all the more provocative because it depicts, through a 
nimble exploration of a child's stream-of-consciousness, the vicissitudes of 
his imagination, and the tee-tottering state of his soul amid the village's 
sickening perfidy, corruption, and stupidity.
---Chad W. Post

The Ninth is an elegant book, and a ruthless one. It is a courageous book, one 
that knows fear. As is always the case with good literature, it is about us, 
wherever we may live in the world.
---Anonim



      

Kirim email ke