Tulisan ini juga disajikan dalam website http://umarsaid.free.fr
yang sampai sekarang sudah dikunjungi  617 320  kali



==  ==  ==


Memperingati wafatnya Bung Karno 21 Juni 1970



Jasa-jasa besar Bung Karno tak terlupakan



Ajaran-ajaran revolusionernya  patut dihayati oleh kita semua


Memperingati wafatnya Bung Karno  40 tahun yang lalu, yaitu pada tanggal 21
Juni 1970,  adalah hal yang penting  bagi kalangan atau golongan yang ingin
meneruskan perjuangan besarnya demi revolusi rakyat Indonesia dan demi
cita-cita bersama untuk menciptakan masyarakat adil dan makmur.



Wafatnya Bung Karno merupakan kehilangan yang besar sekali bagi bangsa
Indonesia, terutama bagi yang mencintainya, menghormatinya, mengaguminya,
sebagai bapak bangsa, dan sebagai pemersatu bangsa yang paling agung
sepanjang sejarah Indonesia..



Agaknya bagi sebagian terbesar dari rakyat Indonesia tidak adalah  pemimpin
yang bisa menyumbangkan  jasa-jasa sebesar jasa Bung Karno, atau yang bisa
mencetuskan  gagasan-gagasan serevolusioner dan sebanyak dia.



Namun, ada orang atau kalangan yang berpendapat bahwa memperingati wafatnya
Bung Karno, yang sudah terjadi 40 tahun yang lalu adalah sesuatu yang sudah
kedaluwarsa,  atau sesuatu yang tidak perlu lagi « dikunyah-kunyah
terus-menerus ». Ada juga yang mengatakan « biarkanlah masa yang lalu,
jangan diutik-utik lagi, yang penting adalah masalah depan kita ».



Orang-orang atau golongan yang mengatakan seperti tersebut di atas,
sebaiknya diajak untuk secara serius merenungkan berbagai hal yang yang
berkaitan erat dengan  sakitnya atau wafatnya Bung Karno. Sebab, masalah ini
sama sekali bukanlah hal yang sudah kedaluwarsa, dan bukannya pula sesuatu
yang tidak perlu dikunyah-kunyah terus-menerus atau tidak pelu diutik-utik
lagi.



Berbagai akibat wafatnya Bung Karno


Wafatnya Bung Karno merupakan satu rentetan rantai yang tidak bisa
dipisahkan dari penggulingannya  secara khianat oleh pimpinan Angkat Darat
(waktu itu) di  bawah Suharto. Dan akibat yang menyedihkan dari penyerobotan
kekuasaan Bung Karno itu adalah lumpuhnya  revolusi rakyat Indonesia dan
rusaknya negara dan bangsa seperti yang kita saksikan dewasa ini. Jadi
membicarakan sebab-sebab dan akibat-akibat wafatnya Bung Karno, justru ada
hubungannya  yang erat sekali dengan berbagai hal masa kini.



 Banyak soal di masa kini yang merupakan akibat  -- secara langsung atau
tidak langsung  --  dari berbagai persoalan yang menyebabkan wafatnya Bung
Karno dalam tahun 1970 itu . Jelaslah bahwa masalah-masalah yang menyebabkan
dan akibat wafatnya Bung Karno sama sekali bukanlah hal yang sudah kedalu
warsa untuk diingat kembali atau ditelaah lagi untuk kepentingan masa kini
dan untuk masa depan negara dan bangsa kita.



Wafatnya Bung Karno bukanlah seperti wafatnya pemimpin atau tokoh-tokoh
Indonesia lainnya.

Peristiwa besar ini bukan saja menimbulkan dukacita yang dalam dan luas
bagi banyak orang, melainkan juga membangkitkan kemarahan, rasa brontak atau
protes terhadap segala perlakuan  buruk sebelumnya, yang sunguh-sungguh
biadab dan tidak manusiawi yang menyebabkan wafatnya



Mempunyai rasa duka terhadap wafatnya Bung Karno, meskipun sudah 40 tahun
berlalu, adalah wajar dan bisa dimengerti, mengingat besarnya arti Bung
Karno bagi bangsa Indonesia. Selain itu, bersikap marah besar atau gusar
sekali terhadap perlakuan yang begitu ganas dan keji atas dirinya adalah
sah, serta benar dan bahkan sudah seharusnya.



Mengutuk perlakuan biadab terhadap Bung Karno


Sebaliknya, tidak marah atau tidak mengutuk perlakuan yang keterlaluan
biadabnya dari pimpinan Angkatan Darat (waktu itu) terhadap Bung Karno
adalah sikap yang salah, yang berdasarkan moral yang rendah atau akhlak yang
rusak. Sedang mengutuk atau menghujat segala hal yang tidak manusiawi yang
diperlakukan terhadap Bung Karno adalah benar, sah, adil, dan juga luhur.



Siapapun yang beradab, yang berhati-nurani, yang bernalar sehat, yang
bermoral, akan tidak menyetujui siksaan fisik dan bathin yang sudah
dikenakan terhadap Bung Karno. Dan siapapun yang  merasa gembira, atau yang
menyetujui, atau yang membenarkan perlakuan tidak manusiawi pimpinan
Angkatan Darat (waktu itu) terhadap pemimpin besar bangsa kita adalah
orang-orang yang patut diragukan kesehatan jiwanya atau kewarasan nalarnya.



(Untuk mendapat sedikit gambaran tentang betapa biadabnya perlakuan terhadap
Bung Karno sebelum wafat, harap disimak kumpulan berbagai bahan yang sudah
disajikan tersendiri melalui berbagai milis dan juga website)



Pendidikan politik dan moral yang penting


Peringatan tentang hari wafatnya Bung Karno tidak saja patut menjadi sumber
pelajaran yang sangat berharga bagi para pendukungnya atau pencintanya yang
jumlahnya besar sekali, melainkan juga bagi mereka yang pernah anti-Bung
Karno, atau bagi mereka yang tidak begitu mengenal sejarahnya dan
perjuangannya.



Peringatan sekitar peristiwa  ini  tidak saja bisa menjadi sumber pendidikan
politik yang penting sekali bagi banyak orang, melainkan juga sebagai sumber
pendidikan moral yang ideal sekali bagi rakyat luas, dan sekaligus juga
menjadi sumber inspirasi perjuangan revolusioner bagi berbagai golongan,
terutama bagi generasi muda bangsa.



Dengan  mendengar atau membaca kembali macam-macam bahan tentang wafatnya
Bung Karno dalam keadaan yang tidak normal, maka orang banyak bisa menilai
sendiri betapa besar kejahatan  pimpinan Angkatan Darat (waktu itu) yang
berupa cara-cara biadab yang tidak bisa dima’afkan oleh nalar yang sehat,
atau tidak bisa diterima oleh hati-nurani yang bersih, atau juga tidak bisa
dibenarkan  oleh iman yang benar.



Bulan Juni dijadikan « Bulan Bung Karno »


Mengingat itu semuanya, maka dicetuskannya  Pancasila oleh Bung Karno pada
tanggal 1 Juni 1945, dan Hari Kelahirannya pada tanggal 6 Juni 1901 serta
Hari Wafatnya pada tanggal 21 Juni 1970 adalah tiga hari sangat bersejarah
yang untuk selanjutnya di kemudian hari patut diperingati oleh bangsa kita
secara selayaknya.



Tiga hari bersejarah ini membuat tiap bulan Juni sebagai « Bulan Bung
Karno », yang dapat digunakan oleh berbagai golongan rakyat untuk mengenang
kembali keagungan satu-satunya pemimpin besar bangsa yang telah berjuang
dengan konsekwen selama seluruh hidupnya demi kepentingan rakyat.



Mengenang kembali Bung Karno berarti juga mengingat kembali berbagai
ajaran-ajaran revolusionernya, yang sekarang ini terasa sekali dibutuhkan
oleh banyak golongan sebagai pedoman atau sumber inspirasi untuk mengadakan
perubahan-perubahan besar dari keadaan serba bejat akibat sistem
pemerintahan Orde Baru dan  politik pro-neoliberalisme yang dijalankan oleh
pemerintahan-pemerintahan pasca-Suharto sampai sekarang.



Sudah lama banyak orang melihat  -- serta merasakan sendiri  -- bahwa bangsa
dan negara kita sedang menghadapi kekosongan pedoman besar dan pimpinan
nasional yang kuat dan dicintai rakyat  dan berwibawa seperti Bung Karno,
sejak Suharto memerintah dengan Orde Barunya.



Keagungan ajaran-ajaran revolusioner Bung Karno


Kita semua ingat bahwa kalau Bung Karno telah berjasa dengan banyak
sumbangan-sumbangan besarnya untuk negara dan bangsa yang berupa berbagai
ajaran-ajaran revolusionernya, maka dari Suharto beserta para
enderalnya  --  atau tokoh-tokoh sipil pendukungnya  -- sama sekali  tidak
ada  (atau sedikit sekali, itu kalau pun ada !) pedoman atau ajaran yang
berharga yang bisa jadi panutan bangsa.



Kalau kita perhatikan bersama, maka nyatalah bahwa selama Suharto bersama
Orde Barunya berkuasa (bahkan juga sesudahnya) tidak ada dokuman atau karya
yang mengandung pemikiran-pemikiran besar serta cemerlang yang sudah
disajikan kepada bangsa, yang setingkat dengan kebesaran ajaran-ajaran Bung
Karno, seperti, antara lain : Indonesia Menggugat, Lahirnya Pancasila,
Manifesto Politik, Trisakti, Berdikari, pidato di Konferensi Bandung, Panca
Azimat Revolusi, pidato di PBB « To build the world Anew » dll dll.



Dari pengamatan sesudah Bung Karno digulingkan secara khianat oleh Suharto
beserta para jenderalnya, maka di Indonesia  hanya terdapat sosok-sosok yang
kerdil, atau tokoh-tokoh politik yang « bonsai », yang jauh sekali
perbedaannya dengan kebesaran sosok atau keagungan ketokohan revolusioner
Bung Karno. Sampai sekarang !



Sosok-sosok yang kerdil atau « bonsai »



Padahal, seperti yang kita saksikan bersama dewasa ini, negara dan bangsa
kita sedang menghadapi banyak persoalan-persoalan besar, yang berupa
kerusakan moral yang sudah parah sekali, dan kebejatan akhlak atau
pembusukan mental yang disebabkan oleh korupsi, dan situasi ekonomi dan
sosial yang buruk akibat sistem politik yang busuk oleh kalangan-kalangan
« atas » yang bersikap dekaden, dan berkolaborasi dengan kekuatan
neoliberalisme.



Sebagian kecil dari kerusakan-kerusakan parah itu tercermin dalam kegaduhan
sekitar peristiwa Bank Century, persoalan Bibid Chandra , kasus Gayus
Tambunan, kasus pajak perusahaan-perusahaan Aburizal Bakri, hiruk-pikuk usul
« dana aspirasi » Rp 15 miliar untuk tiap anggota DPR setahun, dan
tersangkutnya para pembesar Polri, Kejaksaan, dan pengadilan dalam soal
korupsi dan berbagai kejahatan dll dll dll )



Di tengah-tengah kerusakan-kerusakan berat dan parah di bidang moral dan
politik itu semualah  sebagian dari masyarakat kita memperingati Hari
Wafatnya Bung Karno tanggal 21 Juni. Dan kita semua tahu bahwa segala yang
rusak parah  yang sedang terjjadi  dewasa ini, adalah hasil atau kelanjutan
dari produk yang dibikin oleh sistem politik dan praktek-praktek rejim Orde
Barunya Suharto beserta para jenderal pendukungnya.



Rejim Suharto adalah pengubur revolusi rakyat



Sekarang sudah terbukti, dengan jelas pula, bahwa rejim militer Orde Baru
pada dasarnya telah merusak cita-cita proklamasi 17 Agustus 1945. Makin
terang juga bagi  banyak orang, bahwa pada hakekatnya Suharto (beserta para
jenderal pendukungnya) adalah pengkhianat Pancasila. Sudah tidak bisa
dibantah oleh siapa pun yang berhati jujur bahwa Suharto bukanlah penyelamat
Republik Indonesia yang diproklamasikan tahun 1945 melainkan, sebaliknya,
malahan  merusaknya. Jelasnya, Suharto bersama para jenderal pendukungnya
adalah pengubur revolusi rakyat Indonesia di bawah pimpinan Bung Karno.



Dengan mengingat hal-hal itu semualah kita bisa menjadikan Hari Wafatnya
Bung Karno sekarang ini sebagai kesempatan yang baik sekali untuk mengangkat
kembali tinggi-tinggi sejarah perjuangannya serta ajaran-ajaran
revolusionernya,



Hari wafatnya Bung Karno bisa kita jadikan bagian dari « Bulan Bung Karno »
selama bulan Juni tiap tahun yang mencakup juga tanggal lahirnya Pancasila
(            1 Juni) dan  hari lahirnya Bung Karno (6 Juni).

Dengan cara begini kita semua dapat bersama-sama mengisi setiap bulan Juni
dengan berbagai kegiatan untuk memperingati tiga hari bersejarah yang
berkaitan dengan Bung Karno.



Oleh karena dalam sejarah sudah dibuktikan dengan gamblang sekali bahwa
perjuangan Bung Karno adalah untuk kepentingan semua golongan bangsa
Indonesia, maka seyogianya « Bulan Bung Karno » ini juga menjadi urusan
semua golongan yang mendukung berbagai gagasannya yang revolusioner untuk
menyatukan bangsa dan meneruskan revolusi yang belum selesai.



Dengan mengisi « Bulan Bung Karno » dengan berbagai kegiatan  -- dan melalui
berbagai macam cara dan bentuk --  untuk mengangkat kembali ajaran-ajaran
revolusioner dan gagasan-gagasan agung  Bung Karno, maka kita semua bisa
menjadikan « Bulan Bung Karno » sebagai bulan pendidikan politik, dan
pendidikan moral,  atau pemupukan semangat pengabdian kepada rakyat.



Ajaran-ajaran Bung Karno perlu disebarluaskan



Karena sudah lebih dari 45 tahun ajaran-ajaran revolusioner Bung Karno telah
dilarang, atau disembunyikan, atau dibuang dengan berbagai cara oleh rejim
Suharto (dan oemerintahan-pemerintahan oenerusnya) maka segala macam
kegiatan untuk menyebarkannya  kembali adalah penting sekali bagi kehidupan
bangsa , termasuk bagi generasi muda dewasa ini dan anak cucu kita di
kemudian hari.



Sejarah bangsa sudah membuktikan bahwa ajaran-ajaran revolusioner Bung Karno
merupakan gagasan-gagasan  politik yang paling bisa mempersatukan bangsa,
dan merupakan pedoman moral revolusioner, serta sumber inspirasi perjuangan
bagi rakyat yang mau berjuang, teutama  bagi kaum buruh, tani, perempuan,
kalangan muda, dan rakyat miskin pada umumnya.



Bangsa Indonesia patut merasa bangga mempunyai ajaran-ajaran revolusioner
dan gagasan-gagasan  agung yang telah disumbangkan oleh Bung Karno. Oleh
karena itu  ajaran-ajaran  atau gagasan-gagasan besarnya itu perlu
disebarluaskan seluas-luasnya untuk dipelajari dan dihayati oleh sebanyak
mungkin orang dari berbagai golongan yang mau berjuang.



Ajaran-ajaran revolusioner Bung Karno adalah senjata yang ampuh sekali bagi
semua golongan yang mau berjuang melawan ketidakadilan , penindasan, dan
penghisapan dari semua kalangan reaksioner di Indonesia, dan juga untuk
melawan neo-liberalisme. Sari pati atau  inti jiwa revolusioner
ajaran-ajaran revolusionernya itu dapat digali oleh siapa saja dalam
berbagai bukunya, terutama dalam « Dibawah Bendera Revolusi » dan « Revolusi
Belum Selesai ».



Dengan semangat untuk menjunjung tinggi-tinggi ajaran-ajaran revolusionernya
dan jasa-jasanya yang besar kepada bangsa Indonesia inilah kita peringati
Hari Wafatnya Bung Karno pada tanggal 21 Juni ini.



Paris, 14 Juni 2010



  1.. Umar Said


* * *

Kirim email ke