Waduh jadi ketahuan nih rahasia saya... Ssst, tapi jangan keras2 ah, ndak enak 
nanti sama yang lain-lain.

Anda sangat benar, karena semakin sulit perizinan, berarti semakin mahal 
harganya. Mana ada izin di negara ini yang dilaksanakan dengan jujur? SIM? 
Surat Ijin Usaha? IMB? Hmmm, ada lah pasti yang jujur, tetapi itu hanya "oknum" 
(karena jumlahnya sedikit, dibanding yang tidak oknum).

Tapi sebenarnya saya sudah mengembangkan suatu konsep utk mencegah korupsi, 
tanpa memberantas korupsi. Sudah barang tentu saya mengandalkan pemanfaatan IT. 
Anggota DPR mo minta gaji berapapun silakan. Awak di Depag mau korup dana haji 
berapapun, silakan. Aku mau korup di manapun, boleh. Yang penting, duit yang 
saya miliki, harus bayar pajak yang jujur. Masak sih negara kita yang 
penduduknya 220 juta orang, wajib pajak pribadinya gak sampai 2 juta orang? 
(Makanya Dirjen Pajak yg lama mentargetkan dapet 10 juta wajib pajak). Kalau 
sistem saya dijalanin, jangankan 10 juta, 20 juta pun dapat. Dan itupun, dengan 
tingkat penggelapan pajak yang minimum.

Cuma kalau saya uraikan di sini agak sedikit panjang sih ceritanya, jadi kapan2 
aja kalau teman2 sudah ada waktu buat ndengerin, akan saya ceritakan konsep 
saya. Akan lebih bagus lagi kalau ada yang mau njalanin. (Kali2 ada di antara 
teman di sini yang nyalon jadi Presiden 2009-2014?)

Salam,
WWW



  ----- Original Message ----- 
  From: Herman Huang 
  To: Ahli Keuangan 
  Sent: Tuesday, May 08, 2007 11:16 PM
  Subject: [Keuangan] Tentang Perguruan Tinggi dan Akreditasi --> Buat Pak Wing


  Anda mungkin berpikir: wah, kalau belum ada
  akreditasinya, minat pendaftar kecil dong? Iya sih,
  lha akreditasi B (apalagi C) aja susah cari pendaftar
  kok. Kok aturannya lucu sih? Mmmm, di negara ini,
  tunjukkan ke kita semua kalau ada aturan yang
  "logis"....

  * Salam kenal sebelumnya buat Pak WWW.
  Kalo tidak salah Pak Wing adalah dosen di STIE YKPN
  Yogyakarta dan bantu ngajar di UGM juga ya.
  Saya dulu kuliah di UGM.
  Menurut saya pribadi akreditasi berguna asalkan proses
  pengakreditasiannya dilakukan dengan benar tanpa main
  belakang/sogok menyogok.
  Bagi calon murid ( sebagai konsumen ) maka mereka
  setidaknya tahu gambaran sekilas kualitas perguruan
  tinggi yang akan dimasuki dan apa yang bisa mereka
  harapkan dari PT ini nantinya termasuk kans mencari
  kerja sesudah lulus.
  Bagi perguruan tinggi sendiri maka akreditasi memacu
  mereka untuk maju dan tetap mempertahankan kualitas
  yang ada.
  Perguruan tinggi yang baru tentunya memang akan start
  dari akreditasi paling rendah dulu karena pada stadium
  awal maka belum terlihat jelas kualitasnya.
  Beberapa tolak ukur kualitas perguruan tinggi antara
  lain kualitas lulusannya ( paling tidak butuh waktu
  3.5 tahun baru ada lulusan S1 ), kualitas tenaga
  pengajar,fasilitas,publikasi ilmiah dan lain
  sebagainya.

  Saya kira banyak aturan di Indonesia yang dirumuskan
  secara logis tapi pada pelaksanaannya menjadi tidak
  logis. Sederhana saja karena diselewengkan dari aturan
  aslinya untuk kepentingan kantong sendiri atau
  kelompok.
  Bagaimana pendapat Pak Wing ?

  Salam,

  Herman
  www.hermanhuang.blogspot.com

  __________________________________________________________
  We won't tell. Get more on shows you hate to love 
  (and love to hate): Yahoo! TV's Guilty Pleasures list.
  http://tv.yahoo.com/collections/265 


   

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke