Bung WK, Saya juga sedang belajar, termasuk dari posting-posting rekan-rekan di mailist ini. Benar bahwa salah satu fondasi penting dari yang namanya "ekonomi institusi" adalah pemikiran Douglass North, yang menempatkan dinamika ekonomi dalam konteks historisitas dan konteks institusi (kebiasaan, sistem hukum, budaya dsb) sebuah "nation". Sejauh yang saya tahu, North sedikit banyak terpengaruh dengan J.A. Schumpeter soal "path-dependence": dinamika ekonomi di hari ini tak lain adalah resultante dari dinamika di masa lalu. Tapi, bacaan yang secara lugas mengutarakan soal variasi sistem kapitalisme, beberapa di antaranya adalah Hall and Soskice dengan konsep VoC (variety of capitalism), atau Robert Boyer yang menulis buku dalam bhs Prancis dg judul "Apa Teori tentang Kapitalisme itu Mungkin?". Teori-teori ini bermuara pada heterodoxy dalam ekonomi yang mencoba memberikan alternatif terhadap pemikiran-pemikiran standard yang menjadi arus utama dalam ekonomi. Saya mengikuti pemikiran-pemikiran itu, sebenarnya dalam rangka mencari penjelasan tentang model "corporate governance". Ada mode of governance gaya anglo-saxon, di mana peran pasar sangat dominan, tapi ada gaya Jerman yang memungkinkan karyawan melakukan kontrol lewat co-determinasi, misalnya, (gaya hirarki) atau gaya Jepang di mana hubungan dengan creditor sangat dekat (gaya relasional). Pertanyaan yang lebih konkrit, Selama ini ada asumsi bhwa sistem CG menyumbang peran besar bagi terpuruknya ekonomi di kawasan Asia. Tetapi, mengapa Singapore dan Hon Kong yang juga punya mode of governance yang kira-kira sama dengan Thailand dan Indonesia (family based) tidak terlalu terpengaruh dengan krisis? Nampaknya, sistem CG, pada level korporasi, tak bisa dilepaskan dari "national governance", dan bahwa krisis punya dimensi yang sangat luas, shg butuh penjelasan yang lebih komprehensif, tdk sekedar faktor-faktor ekonomi saja. Sehingga, untuk menjelaskan krisis perlu pendekatan yang lebih bersifat heterodox. Begitu sedikit yang saya tahu, dan saya yakin teman-teman, baik yang terjun di dunia akademisi maupun praktisi, punya penjelasan yang lebih baik dan lengkap. Dan saya selalu ingin belajar dari teman-teman semua... salam saya, ap
[EMAIL PROTECTED] wrote: Unsur lokalitas atau faktor-faktor institusi. Ini statement yang menarik. Pernyataan seperti ini sebetulnya sangat terkenal sejak tahun 1993 dengan penghadiahan Nobel kepada D. C. North, yang saat itu juga sedang gencar-gencarnya dilakukan persiapan globalisasi (Desember 1993 dilakukan Marakesh Round yang memutuskan rangkaian akhir Uruguay Round). Bagaimana kalau Bung Prasentoko mengelaborasi lebih dalam lagi tentang faktor-faktor insitusi dan unsur-unsur lokalitas ini? Salam/WK ----- Original Message ----- From: Prasetyantoko To: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com Sent: Wednesday, August 01, 2007 12:54 PM Subject: Re: [Keuangan] Does capitalism lead to democracy, and how? Setuju dengan bung Jerry, Sistem apapun itu, tak lain adalah bentukan manusia-manusia yang ada di dalamnya. Meminjam istilah ilmu sosial, sistem ekonomi tak lain adalah "konstruksi sosial". Dan konstruksi sosial selalu bersifat khas: mengandung unsur lokalitas atau ditentukan oleh "faktor-faktor institusi" di mana relasi sosial itu terbangun. salam ap --------------------------------- Be a better Heartthrob. Get better relationship answers from someone who knows. Yahoo! Answers - Check it out. [Non-text portions of this message have been removed]