Bung Poltak ysh,

Saya pikir Indonesia gagal menjalankan amanat UUD 45 dan juga Dasar 
Negara Pancasila yang bercorak sosial. Indonesia gagal menerapkan 
Ekonomi Pasar Sosial ala jalan tengah yang banyak berkembang di 
dataran Eropa. Ekomoni Pasar Sosial membutuhkan data Primer, Sekunder 
dan Tersier yang cukup matang agar pemerintah bisa melaksanakan suatu 
kebijakan yang tepat. Dan Indonesia model negara yang sangat gegabah 
terhadap data.

Indonesia gagal memisahkan hal-hal yang bersifat internal dan hal-hal 
yang besifat eksternal. Pemborosan-pemborosan BBM dalam kemacetan 
yang identik dengan devisa negara terus saja terjadi ini hanya salah 
satu contoh saja.

Penyelundupan adalah salah satu bentuk ketidak sadaran hidup 
berbangsa negara. Rupiah yang merangkak dari 1 dolar US = 1,48 rupiah 
pada tahun 1945 sampai sekarang menjadi 1 us $ = 9.200 rupiah adalah 
cermin kegagalan bangsa ini memanfaatkan seluruh SDM dan SDA yang 
dimilikinya.

Beberapa saya tulis dalam blog saya.

Belajar ke Negeri China http://rachmad.kuyasipil.net/?p=11
Sejarah Nilai Tukar Rupiah http://rachmad.kuyasipil.net/?p=44
"Mentjapai Indonesia Merdeka" Sukarno, Maret 1933 
http://rachmad.kuyasipil.net/?p=21


Salam

RM








--- In AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com, Poltak Hotradero 
<[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
> At 12:11 PM 6/18/2008, you wrote:
> 
> >Rasanya kurang adil kalau kita langsung beri cap "underground
> >economy" apalagi dengan embel-embel penyelundupan. Kemampuan Medan
> >mengekspor Lobster, teri medan, kopi, sayur mayur tentu bukan 
produk
> >Medan. Itu adalah produk hinterlands dari Medan.
> 
> Mas Rachmad,
> 
> Tentang underground economy -- bisa juga disebut dengan nama lain, 
> semisal "grey economy".
> 
> Buat saya sih nggak ada banyak masalah bahwa underground economy 
> Indonesia ukurannya cukup besar.  Karena memang realitanya seperti 
> itu kok.  Kalau ternyata memang mengakibatkan banyak pelaku ekonomi 
> di grey economy tidak terjangkau oleh pajak -- ya itu salah satu 
> konsekuensi langsungnya.
> 
> Toh pajak yang tidak disetor itu berkontribusi langsung pada 
> peningkatan ekonomi rakyat yang terlibat.  Ada banyak lapangan 
kerja 
> yang tercipta, dan ekonomi yang mampu berputar lebih efisien.  Itu 
> lebih baik, daripada duitnya harus lewat pemerintah dulu (lewat 
> setoran pajak) dan ujungnya hanya dihambur-hambur - yang malah 
> menurunkan efisiensi ekonomi.
> 
> Soal penyelundupan saya rasa juga seharusnya tidak masalah.
> 
> Penyelundupan kan sebenarnya konsekuensi dari distorsi pasar dan 
> pencekikan ekonomi oleh para birokrat.  Orang menyelundup karena 
ada 
> distorsi pasar (biasanya karena ada subsidi, kuota, ataupun bea 
> masuk/keluar).  Penyelundupan adalah mekanisme yang mengembalikan 
> distorsi pasar menuju equilibrium.  Bagaimana supaya tidak ada 
> penyelundupan?  Ya jangan biarkan distorsi pasar terjadi.  Dan kita 
> tahu persis siapa aktor yang paling sering mendistorsi pasar.  Pada 
> banyak keadaan, para penyelundup dianggap "penjahat" semata-mata 
> karena merusak monopoli yang dibikin oleh pemerintah.  Menurut 
saya, 
> pencipta monopoli itu lah yang lebih cocok dianggap sebagai 
penjahat.
> 
> Tapi nanti penerimaan pemerintah dari cukai dan bea masuk bisa 
> menurun...jadi bagaimana?  Ya biarkan saja.  Toh melalui 
> penyelundupan para konsumen bisa memperoleh harga yang lebih wajar -
- 
> sehingga lebih merangsang perputaran roda ekonomi masyarakat.  Ini 
> jauh lebih efektif ketimbang stimulus apapun dari pemerintah 
(karena 
> stimulus seperti ini besifat langsung, sehingga tidak melewati 
> rangkaian birokrasi).
> 
> Penerimaan pemerintah yang menurun juga adalah bentuk sinyal bahwa 
> pemerintah seharusnya melakukan diet anggaran.  Jangan semua hal 
> diurusin.  Cuman akan bikin distorsi lebih lanjut.
> 
> Pemerintah yang ramping dan fokus -- akan meringankan beban ekonomi 
masyarakat.
> 
> 
> (Apakah anda akan mendengar ekonom Indonesia ngomong seperti yang 
> saya tulis?  Tentu saja tidak.  Kenapa?  Karena ambisi mereka 
adalah 
> MENJADI pemerintah.  Mereka ingin menegakkan monopoli.  Dan ini 
> ermasuk orang-orang yang menyebut diri penganut "ekonomi 
> kerakyatan".  Mereka pun rindu monopoli.  Mereka haus 
> kekuasaan.  Karena hakekat monopoli adalah kekuasaan).
>


Kirim email ke