Saya jadi gatel pengen komentar sama Game SimCity ini. Kebetulan pernah nyoba 
maen..  walaupun akhirnya nyerah karena bangkrut melulu sama rakyatnya 
sadis-sadis (kritik melulu... dan gak ada puasnya...  he.. he...)

1. Menurut petunjuk permainan, satu yang perlu dimulai waktu mulai main adalah 
struktur pajaknya. Artinya penduduk kaya dikasi pajak rendah, sementara yang 
pekerja keras agak tinggian dikit...  Artinya banyak uang masuk ke kota itu. 
Secara filosofi saya tidak setuju dengan sistem game ini, tapi di dunia 
kapitalis ini, sepertinya ada benarnya sistem ini. Buktinya saja Warren Buffet 
sama orang-orang kaya dunia selalu dapat tax cut ini, itu, yang akhirnya 
ujung-ujungnya gak harus bayar tax atau taxnya lebih kecil secara persentase 
penghasilan (secara pribadi)  dibanding golongan pekerja (macam sekretaris sama 
kuli-kulinya. Hal ini di dunia nyata memang terasa sebab untuk menghasilkan 
uang perlu uang. Masalahnya banyak yang  merasa bahwa uang itu datangnya cuma 
dari luar (investasi asing). Padahal sebenarnya uang datangnya dari UTANG. 

Jangan salah, utang kalau menurut ilmu moneter adalah "MEREALISASIKAN" potensi. 
Hal ini terjadi karena transaksi jual beli tidak bisa menggunakan sistem 
barter, sehingga ayam yang tadinya  "REAL" akhirnya dimonetisasi (di-uangkan 
atau disimpan sebagai POTENSI). 
         
        
        








        


        
Utang adalah sebaliknya....  Satu ayam memiliki potensi puluhan butir telor 
ayam, atau puluhan anak ayam. UTANG adalah proses merealisasikan POTENSI riil. 
Yang tadinya satu ayam, menjadi 10 ayam dalam 2 tahun misalnya. Disinilah bisa 
kita lihat sinkronnya sistem moneter dengan produksi riil (kalau perhitungannya 
tepat). Maksud saya 10 ayam kalau dihargakan barangkali 10,000 rupiah (satu 
ayam seribu rupiah), maka utangnya harusnya maksimal 9,000 (termasuk interest 
dll) yang menciptakan keuntungan 1,000. Produksi 10 ayam, ekuivalen dengan 
penciptaan uang baru (lewat utang) sebanyak 10,000. Dalam situasi ini, yakni 
laju produksi sama dengan laju penciptaan uang, maka tidak ada inflasi.

Sekarang kita lihat kondisi riil indonesia. Banyak rakyat yang masih memandang 
bahwa utang itu haram (karena ada ribanya). Maka dengan segala cara mereka 
(kita - termasuk saya) selalu mencari cara produksi yang TIDAK PAKE UANG, tapi 
kemudian dijual untuk menghasilkan UANG. Misalnya dengan kerja ke perusahaan 
asing, atau berusaha swadaya...  punya ladang diurus sampe panen tanpa ngutang. 
Dengan demikian terjadilah sebenarnya DEFLASI....  sebab produksi meningkat 
tapi uang baru tidak diciptakan (khusus untuk individual yang memproduksi ini). 
Didalam sistem nyata seperti ini, sistem moneter yang dianut bank sentral (di 
asumsikan oleh banyak bank sentral) sudah tidak tepat lagi. Produksi jalan 
terus, tapi uang baru yang digunakan untuk mengukur produktifitas (Gross 
Domestic Product menurut para ekonom) tidak terlihat atau tidak sinkron. Para 
pelaku bisnis jalanan menyebutnya sebagai "DARK ECONOMY, UNDERGROUND ECONOMY, 
dlll). Ekonomi bawah tanah ini jalan
 terus, krisis moneter atau tidak, pokoknya asal masih produksi ya pelan tapi 
pasti terus berjalan (lha wong jalan atau tidak tidak bisa kelihatan dari laju 
uang beredar).

GRAMEEN BANK - atau MICRO FINANCING: adalah terobosan baru Pemenang nobel Moh. 
Yunus? yang mengupayakan orang-orang kecil yang tadinya dibawah tanah, dan 
POTENSInya tidak terdeteksi...  untuk bisa direalisasikan. UTANG adalah upaya 
MEREALISASIKAN POTENSI PRODUKSI. Di Bangladesh, Grameen Bank berhasil. Ekonomi 
rakyat kecil diberdayakan. Mereka bisa berproduksi (karena ada uang), dan 
produksi mereka terlihat sebab pada saat mereka berproduksi tersebut, laju 
pertumbuhan uang juga diciptakan.

Jadi untuk mengangkat atau mem"FORMALISASI" underground atau black ekonomi, 
masyarakat kecil yang tidak punya akses untuk mendapat utangan perlu 
mendapatkan akses ini. Sebab teori moneter sebenarnya sangat sederhana....  
SETIAP PENINGKATAN PRODUKSI harus diikuti dengan PENINGKATAN JUMLAH UANG yang 
SAMA (untuk menghindari INFLASI).

MASALAHNYA: ada satu kata penting: SUKU BUNGA PINJAMAN (tiga kata penting 
barangkali yang lebih tepat). Bank mengeluarkan utangan bukan dengan 
mengeluarkan uang deposito dari orang lain. Bank memberi utangan pada seseorang 
atau suatu perusahaan tanpa ada dasarnya. Prinsip ini disebut dengan nama 
MULTIPLIER effect. Bank (baik bank komersial maupun bank pemerintah) diberi 
wewenang oleh pemerintah untuk MENCIPTAKAN uang dari tiada menjadi ada. Lho 
bukannya Bank Indonesia yang menciptakan uang? Ya dan tidak.Ya.. karena Bank 
Indonesia adalah Bank bagi bank-bank komersial tersebut, juga bank dari 
pemerintah RI. Kenapa? Bank komersial supaya bisa menciptakan uang harus 
memiliki aset awal dulu supaya nantinya bisa di multiplikasi dengan MULTIPLIER 
EFFECT tersebut. Tidak karena setelah adanya deposito awal tersebut, bank 
komersial bisa menciptakan uang dengan segera tanpa harus melalui Bank 
Indonesia.

Lho, kalau begitu enak jadi bank dong. Ya... justru karena itulah para 
konglomerat jaman suharto berbondong-bondong bikin bank. Kalau punya bank, 
mereka dengan segera bisa menciptakan uang sendiri dan dipakai untuk 
membesarkan bisnisnya.

Lalu kenapa sampai bisa krisis tahun 1997-1998? Nah inilah dia....  Satu fungsi 
bank adalah untuk MENAKSIR POTENSI dari PEMINJAM. Artinya apa....  kalo cuma 
mampu bikin ayam 10...  berarti cuma bole dikasi pinjaman 10,000 atau 9,000, 
supaya sistem moneternya gak kacau. Jadi Hak Luar Biasa untuk menciptakan uang 
ini diberi beban besar untuk hanya memberi pinjaman jika peminjamnya bisa 
memproduksi something paling tidak sebesar pinjaman yang diberikan tersebut. 
Gawatnya, karena bank-nya dimiliki oleh pemilik usaha...  kadang-kadang 
kemampuan mereka menilai kemampuan si Bos pemilik jadi kacau. Bos bilang kasi 
pinjaman 100,000, padahal ayamnya cuma bisa jadi 15 biji saja....  Nah 
disinilah independensi bank dikacaukan oleh peminjamnya. Makanya sekarang 
dibuat aturan "Pinjaman terhadap group seindiri harus dibatasi"

Kembali lagi pada BIG PROBLEM Number ONE....  SUKU BUNGA PINJAMAN. Anggaplah 
seluruh dunia ini cuma ada 2 peminjam, dan cuma satu bank. Bank memberi 
pinjaman 100,000 rupiah pada masing-masing peminjam A dan peminjam B. Suku 
bunganya 20%. Jadi pada awal tahun Bank menciptakan uang 200,000. Pada akhir 
tahun Bank mengharapkan uang balik 240,000. Dalam sistem dimana hanya Bank 
berhak menciptakan uang, dan peminjam A maupun peminjam B tidak bisa 
menciptakan uang...  kira-kira apa yang terjadi? Dalam sistem ini hasil 
akhirnya jelas...  Hanya satu (entah A atau Entah B) yang bisa bertahan hidup. 
A hidup dan B bangkrut, atau B hidup dan A bangkrut. Lalu bagaimana hubungannya 
dengan POTENSI? Sistem Pinjaman BERBUNGA...  tidak ada hubungannya dengan 
potensi. Potensi A dan Potensi B bisa saja lebih besar dari 120,000 (entah 
ayam, kambing atau pesawat terbang). Tapi karena mereka tidak bisa menciptakan 
uang interest untuk membayarkannya kepada bank, maka tidak
 perduli mereka menciptakan 3juta ayam atau 100 pesawat terbang, salah satu 
HARUS Bangkrut di akhir tahun.

Dengan demikian, negara-negara maju selalu berupaya memperkecil suku bunga 
pinjaman (5%, atau bahkan negara jepang yang selalu mengupayakan suku bunga 
0%). Bukan cuma untuk menekan inflasi...  tapi supaya jangan terlalu banyak 
acara bunuh-bunuhan yang tidak sehat.

Hal penting kedua juga adalah ROLL-OVER...  tapi berhubung tulisan sudah 
kepanjangan, barangkali agak bosan bacanya...  Disambung nanti saja kalau masih 
ada yang tertarik. Tapi kalau sudah mengerti prinsipnya, tentu tau bahwa 
produktifitas yang berkelanjutan perlu adanya roll-over utang (utang jangka 
panjang)



      

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke