terima kasih masukannya Pak,

saya sendiri tidak bermaksud meremehkan atau menafikan gelar.
Apalagi ada beberapa profesi tertentu yang memang membutuhkan prasyarat
kualifikasi kelulusan ujian profesi tertentu (dengan bonus kelulusannya ya
gelar itu tadi :)

Tapi ada fenomena tertentu, dalam penerimaan karyawan sih biasanya, yang
mencantumkan syarat gelar akademis tertentu untuk posisi tertentu. Tidak
salah karena bisa jadi usaha/industri itu perlu orang dengan kualifikasi
ppendidikan atau profesi tertentu untuk mengisi posisi lowong itu..
Problemnya, ini imho lho, ketika syarat2 itu dijadikan syarat karena
"tradisi", orang pun mengejar gelar hanya untuk memenuhi "tradisi" itu. Dan
jadilah situasi yang disindir Pak Satriyo dalam artikel beliau tsb.

Di sisi lain, imho lagi, orang jadi termotivasi mengejar gelar supata bisa
bekerja.. Bukannya untuk menguasai ilmu dan mmbuka lapangan pekerjaan.

Mohon maaf, ini pendapat saya yang ngga punya gelar. .Mohon maaf kalo bias.
:)
Mohon koreksinya

BR, ari.ams

Pada 28 September 2009 21:00, Muluk Wijaya <muluk_wij...@yahoo.co.id>menulis:

>
>
> Kepada rekan milis,
>
> Memang dilematis dan ada benarnya juga sih hampir 99 % lowongan pekerjaan
> perusahaan besar baik lokal swasta maupun negeri mensyaratkan pendidikan
> minimal bergelar S1 dan sekurangnya D3, apalagi untuk perusahaan asing lebih
> mengutamakan ada sarjana plus MBA dari universitas terkemuka disamping tentu
> saja potensi, kemampuan, pengalaman, dsbnya.
>
> Sekedar salah satu contoh kebetulan saat ini saya bekerja sebagai staf
> disalah satu perusahaan konglomerat besar yang bergerak hampir disegala
> bidang di Indonesia. Terus terang saya sangat salut sekali ketika saya
> membaca profil jajaran dewan direksi dan komisarisnya, ada salah seorang
> yang menjabat sebagai dewan direksi (direktur/presdir) plus merangkap
> komisaris diberbagai perusahaan induk maupun anak perusahaannya " dengan
> hanya bergelar S1 " dari Perguruan Tinggi Swasta tanpa embel-embel lainnya
> jika dibandingkan dengan para direksi lainnya yang lulusan universitas
> negeri terkemuka di Indonesia, plus dengan gelar magister lokal dan
> master luar negeri (usa, inggris, australia, jerman) apalagi dengan direksi
> asing lainnya yang sudah pasti lulusan universitas terbaik dinegerinya
> (harvard, oxford, dsbnya). Justru karena potensi  dan segudang plus-plus
> lain yang dimiliki dirinya hingga beliau berhasil menduduki berbagai level
> tertinggi eksekutif tersebut.
>
> Dengan demikian potensi seseorang tidak bisa diukur dengan gelar tetapi
> Kemauan, Kemampuan, Keuangan dan Kesempatan plus Keberuntungan. Maka
> bersyukurlah orang-orang yang dikarunia 5K itu semua tinggal memanfaatkan
> dan mengelolanya dengan baik. Dan bagi yang masih belum mencapai itu semua
> tetap berusaha dan berdoa ..Semoga Tuhan selalu menyertai usaha dan doa
> anda....(termasuk saya juga ^_^)
>
> Salam,
>
> MWI
>
> --- Pada Ming, 27/9/09, Reza P 
> <rezap...@yahoo.com.sg<rezapram%40yahoo.com.sg>>
> menulis:
>
> Dari: Reza P <rezap...@yahoo.com.sg <rezapram%40yahoo.com.sg>>
> Judul: Bls: [Keuangan] OOT: Penganggur Bergelar
> Kepada: 
> AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com<AhliKeuangan-Indonesia%40yahoogroups.com>
> Tanggal: Minggu, 27 September, 2009, 1:22 PM
>
>
>
> Ketika membaca tulisan dibawah saya juga tersentil, karena saat ini sedang
> menyiapkan aplikasi MBA untuk meningkatkan karir. Saya pikir memang beberapa
> pekerjaan membutuhkan gelar sebagai persyaratan yang harus dipenuhi dan
> tidak ada yang salah jika memang berusaha meningkatkan kemampuan lalu
> mendapatkan gelar sebagai bonus.
>
> Yang cukup menyedihkan adalah ketika sedang dalam tugas merekrut karyawan
> baru, saya menemui beberapa kandidat mengirimkan ijazah palsu. Kalau yang
> gelarnya banyak tapi gagal membuktikan kualifikasinya sih sudah
> biasa.Celakanya jika yang demikian direkrut, berapapun investasi yang dibuat
> untuk mengembangkannya, bisa dipastikan ROI-nya negatif dan mempersulit
> justifikasi pengembangan karyawan lain karena dianggap tidak layak secara
> keuangan.
>
> Salam,
> Reza
>
> ____________ _________ _________ __
> Dari: anton ms wardhana <ari.am...@gmail. com>
> Kepada: ahlikeuangan- indonesia <AhliKeuangan- Indonesia@ yahoogroups.
> com>
> Terkirim: Sabtu, 26 September, 2009 14:46:24
> Judul: [Keuangan] OOT: Penganggur Bergelar
>
> entah kenapa tapi menurut saya tulisan di bawah ini benar
>
> bukan jarang kita dengar dari orang tua kita (atau orang tuanya orang tua
> kita deeh kalo ente merasa masih muda ;p) bahwa jaman dulu orang sangat
> menghargai titel yang disandang: apakah dia Kanjeng Raden Mas Tumenggung,
> Gusti Pangeran Bendoro Haryo, atau mungkin gelar keningratan atau kesukuan
> lain (maaf saya ngga berani ambil contoh lain --takut salah) atau mungkin
> Doktorandus, Diploma Ingenieur, Master Ingenieur dll dll
>
> Hampir sama saja, sekarang pun kita "berjuang" keras untuk mendapatkan
> titel
> akademis S.E, S.H, S.T.. atau lebih lebih M.M, M.B.A atau yang ingin
> mendapatkan titel profesional seperti Ak., BAP atau CPA, CMA, BKP, ChFC
> untuk dunia keuangan.. engga tau kalo dunia yang lain.. Dk.P (dukun pijat),
> Dk.By (dukun bayi), Th.P (Thay Pak = Dukun Alam Gaib) ah udah ah.. takut
> salah.. ;p
>
> *BR,*
> *Sdr (Saudara) Ari AMS, J.Ng (Juara Ngecap), M.P (Master of Puppet), C.Alm
> (Calon Almarhum)*
>
> http://cetak. kompas..com/ read/xml/ %202009/09/ 24/02422099/ penganggur.
> bergelar
>
> *Penganggur Bergelar*Kamis, 24 September 2009 | 02:42 WIBSatryo Soemantri
> Brodjonegoro Data Badan Pusat Statistik menunjukkan, penganggur yang
> sarjana
> telah mencapai lebih dari 600.000. Keadaan ini jauh lebih berbahaya
> daripada
> penganggur yang bukan sarjana karena dapat menimbulkan masalah sosial.
> Berbagai
> upaya telah ditempuh guna mengatasi hal ini, tetapi tiap tahun angka
> pengangguran meningkat. Beberapa pihak lalu mencari kambing hitam penyebab
> pengangguran massal tersebut. Tanggalkan gelar Masyarakat kita sudah
> terbius dengan kehausan akan gelar. Setiap orang ingin mempunyai gelar
> sebanyak mungkin, ada yang melalui pendidikan, ada yang membeli gelar.
> Seolah seseorang menjadi tidak berharga jika tidak mempunyai gelar. Hanya
> masyarakat miskin yang tidak mempunyai gelar karena tidak mampu membayar
> pendidikan dan tidak mampu membeli gelar. Perguruan tinggi menangkap gejala
> ini dengan menyediakan berbagai layanan untuk mendapatkan gelar, baik
> melalui pendidikan sebenarnya maupun seadanya, bahkan dengan menjual gelar.
> Perguruan tinggi membutuhkan uang, sedangkan masyarakat yang mampu akan
> rela
> membayar untuk mendapatkan gelar. Maka, terjadilah perpaduan yang
> menyesatkan. Mudahnya memperoleh gelar membuat masyarakat berduyun- duyun
> ”lulus” dari perguruan tinggi dengan menyandang gelar tanpa dibarengi
> keahlian atau kompetensi. Ketika mencari peluang kerja, mereka tidak
> memenuhi syarat sehingga terjadilah penganggur bergelar. Seharusnya mereka
> segera menanggalkan gelarnya karena tidak bermanfaat sama sekali.
> Penjenjangan Perusahaan swasta dan industri menerapkan pola rekrutmen
> pegawai berdasarkan kemampuan/kompetens i, tidak semata- mata berdasarkan
> gelar. Para calon pegawai ketat diseleksi secara ketat melalui uji
> kemampuan/kompetens i disesuaikan jenis pekerjaan yang akan ditangani.
> Adapun
> untuk menjadi pegawai negeri sipil (PNS), seleksi hanya dilakukan terhadap
> gelar yang dimiliki calon pegawai, tanpa ada uji kemampuan/kompetens i.
> Karena sebagian besar masyarakat masih amat ingin menjadi PNS, mereka semua
> memburu gelar dengan berbagai cara, termasuk dengan memalsukan ijazah.
> Penjenjangan
> karier di PNS juga hanya memerhatikan masa kerja dan gelar. Bagi mereka
> yang
> sudah bergelar S-2 atau magister akan dapat dipromosi ke golongan lebih
> tinggi, bahkan bagi mereka yang sudah bergelar S-3 atau doktor dapat
> dipromosi ke golongan tertinggi. Badan Kepegawaian Negara dan Kantor Menneg
> PAN menganggap para penyandang gelar itu mempunyai kemampuan memadai.
> Padahal, kenyataannya mereka hanya memburu gelar melalui berbagai cara,
> termasuk cara tidak wajar, yaitu membeli gelar atau mengikuti kelas jauh,
> kelas eksekutif, kelas Sabtu-Minggu, kelas paralel, kelas ekstensi, dan
> berbagai macam nama lain. Lengkap sudah kekalutan yang ada di Indonesia ini
> tentang gelar. Masyarakat amat terbius dengan gelar, pendidikan hanya
> sebatas formalitas untuk memberi gelar para ”lulusan” dan sistem
> kepegawaian
> kita terjebak gelar. Berikan contoh Bagaimana mengatasi hal ini? Mudah
> sekali. Mulai hari ini kita semua menanggalkan semua gelar yang tercantum
> di
> kartu nama, papan nama, foto, surat menyurat, undangan, panggilan pada
> acara
> resmi, dan lainnya. Mulai hari ini kita semua hanya menggunakan nama
> masing- masing yang sudah diberikan oleh orangtua sebagai suatu amanah.
> Nama
> sudah amat membanggakan seandainya kita memiliki keahlian, sedangkan gelar
> sama sekali tidak memberi nilai tambah terhadap keahlian. Jika semua orang
> tidak menggunakan gelar, termasuk para pemimpin, masyarakat akan menjadi
> lebih realistis dan tidak lagi terbius oleh gelar. Mudah-mudahan, setelah
> itu mereka semua mencari keahlian dan perguruan tinggi akan memberi
> keahlian
> kepada lulusan, dan akhirnya penganggur bergelar akan berubah menjadi
> pekerja ataupun pemberdaya yang andal. *Satryo Soemantri Brodjonegoro *
> *Guru Besar Toyohashi University of Technology; Mantan Dirjen Dikti* --
>
> -----
> save a tree.. please don't print this email unless you really need to
>
> [Non-text portions of this message have been removed]
>
> .
>
> Pemanasan global? Apa sih itu? Temukan jawabannya di Yahoo! Answers!
> http://id.answers.yahoo.com
>
> [Non-text portions of this message have been removed]
>
>  
>



-- 

-----
save a tree.. please don't print this email unless you really need to


[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------------------

=========================
Blog resmi AKI, dengan alamat www.ahlikeuangan-indonesia.com 
-------------------------
Facebook AKI, untuk mengenal member lain lebih personal, silahkan join 
http://www.facebook.com/group.php?gid=6247303045
-------------------------
Arsip Milis AKI online, demi kenyamanan Anda semua
http://www.mail-archive.com/ahlikeuangan-indonesia@yahoogroups.com
=========================
Perhatian :
- Untuk kenyamanan bersama, dalam hal me-reply posting, potong/edit ekor 
posting sebelumnya
- Diskusi yg baik adalah bila saling menghormati pendapat yang ada. Anggota 
yang melanggar tata tertib millis akan dikenakan sanksi tegas
- Saran, kritik dan tulisan untuk blog silahkan 
ahlikeuangan-indonesia-ow...@yahoogroups.comyahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/AhliKeuangan-Indonesia/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/AhliKeuangan-Indonesia/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    mailto:ahlikeuangan-indonesia-dig...@yahoogroups.com 
    mailto:ahlikeuangan-indonesia-fullfeatu...@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ahlikeuangan-indonesia-unsubscr...@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/

Kirim email ke