artikel asli: http://web.bisnis.com/hotnews/1id142505.html
Selasa, 20/10/2009 09:09 WIB Cermati BUMI, RMBA, BATI, LAPD, META, SGRO, BNII oleh : Berliana Elisabeth S. JAKARTA (Bisnis.com): Harga saham sejumlah emiten Bursa Efek Indonesia pada hari ini setidaknya akan terpengaruh aksi korporasi, berita seputar perusahaan maupun kondisi keuangan perseroan seperti RMBA, BATI, LAPD, META, SGRO, BUMI dan BNII. Harian Bisnis Indonesia edisi Selasa, 20 Oktober 2009 memberitakan ketujuh emiten yakni: PT Bentoel Internasional Investama Tbk (RMBA) dan PT BAT Indonesia Tbk (BATI) sepakat melakukan merger. Melalui langkah itu, kedua perusahaan membidik pangsa pasar yang jauh lebih besar dari saat ini. Dalam merger yang dilakukan, seluruh saham BAT Indonesia akan ditukar dengan saham Bentoel dengan perbandingan 1 saham BAT ditukar dengan 7,68 saham Bentoel. Saat tanggal efektif penggabungan, aset dan kewajiban BAT Indonesia akan beralih atas nama Bentoel. Presiden Direktur Bentoel Nicolaas B. Tirtadinata melalui siaran pers kemarin menuturkan rencana penggabungan itu diharapkan bisa memberi keuntungan yang lebih besar kepada pemegang saham. "Penggabungan ini dapat membentuk perusahaan rokok tunggal yang lebih kuat di Indonesia," kata Nicolaas. Sementara itu, Presiden Direktur BAT Indonesia Rehan Baig menyatakan merger kedua perusahaan merupakan pencapaian atas seluruh proses yang telah dilakukan antara Bentoel dan BAT Indonesia. "Ke depan diharapkan bisa menciptakan usaha rokok gabungan dengan skala yang lebih besar dan mampu untuk menawarkan produk-produk yang lebih beragam." Para pemegang saham Bentoel dan BAT Indonesia bisa memilih tetap bertahan sebagai pemegang saham dari perusahaan hasil merger. Selain itu, pemegang saham perseroan bisa melepas kepemilikan sahamnya kepada BAT Indonesia seharga Rp729 per saham Bentoel dan Rp5.600 per saham BAT Indonesia. Dengan asumsi seluruh pemegang saham mengambil saham-saham dari grup yang melakukan penggabungan, British American Tobacco akan memiliki kurang lebih 98,28% saham di perusahaan hasil merger. Perusahaan hasil penggabungan tetap menggunakan nama Bentoel dan akan dipimpin oleh gabungan Dewan Komisaris dan Direksi Bentoel dan BAT Indonesia. Pemegang saham tak beri restu, PT Leyand International Tbk (LAPD) membatalkan rencananya untuk mengakuisisi mayoritas saham PT Nusantara Infrastructure Tbk (META). Di sisi lain, Nusantara terancam kehilangan pembeli siaga atas saham baru yang diterbitkannya dalam rangka penawaran umum terbatas I (PUT/rights issue) senilai Rp485,77 miliar. Rapat umum pemegang saham luar biasa (RUPSLB) Leyand yang diselenggarakan kemarin tidak menyetujui rencana perseroan mengakuisisi Nusantara. Ini merupakan pelaksanaan RUPSLB kedua setelah pada 5 Oktober, rapat batal digelar karena tidak kuorum. Direktur Keuangan Leyand Enrico Mosquera Djakman mengatakan rapat yang dihadiri hampir 75% pemegang saham itu tidak menyetujui rencana akuisisi. "Kami sudah presentasikan rencana [aksi korporasi] itu, tetapi pemegang saham kan punya hak [termasuk untuk menolak]. Mungkin mereka ada pemikiran lain jadi tidak bisa. Nusantara harus cari pembeli siaga lain," tuturnya, kemarin. Pemegang saham Leyand untuk per 30 September 2009 terdiri dari PT Layman Holdings Pte Ltd sebesar 30,26%, Ana Inderawati 6,76%, Catur Yuli Lailil 13,48%, dan PT Intiputera Bumitirta 18,90%. Leyand tercatat sebagai pembeli siaga maksimal hingga 83,69% dari total saham baru yang diterbitkan oleh Nusantara dalam PUT I sebanyak 11,04 miliar. Setiap saham baru ini bernilai nominal Rp35 dan ditawarkan sebesar Rp44 per saham. Dalam prospektusnya, Nusantara menyebutkan setiap pemegang 500 saham lama berhak membeli sebanyak 545 saham baru. Adapun, pembeli siaga adalah pihak ketiga yang bersedia menyerap seluruh saham baru dalam pelaksanaan rights issue, jika pemegang saham yang berhak tidak merealisasikan haknya. Ketika dikonfirmasi, Direktur Utama Nusantara Muhammad Ramdani Basri dan Direktur Keuangan Omar Danni Hasan tidak merespons panggilan dan pesan singkat ke telepon genggamnya. PT Sampoerna Agro Tbk (SGRO) mencatat pendapatan hingga akhir September 2009 sebesar Rp1,19 triliun atau turun sebesar 36,2% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp1,86 triliun. Dalam keterbukaan informasi kepada otoritas bursa, jajaran manajemen Sampoerna Agro mengungkapkan penurunan itu disebabkan oleh pelemahan harga rata-rata penjualan minyak kelapa sawit (crude palm oil/ CPO) perseroan. Selama 9 bulan pertama tahun ini, perseroan menjual CPO dengan harga rata-rata sebesar Rp6,26 juta per ton, atau turun sebesar 19,9% jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp7,81 juta per ton. "Namun produksi tandan buah segar [TBS] dalam kuartal III tahun ini terus mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan kuartal sebelumnya. Hal ini juga disebabkan oleh tren produksi tahun ganjil di kebun wilayah Sumatra, di mana produksi paruh kedua menyumbang lebih dari 60% jumlah produksi ta-hunan," tulis manajemen kemarin. Produksi TBS sepanjang Januari hingga September mencapai 827.451 ton, yang berasal dari kebun di wilayah Sumatra dan Kalimantan. Sementara itu, produksi minyak kelapa sawit selama 9 bulan pertama tahun ini mencapai 179.888 ton. Namun demikian, penjualan minyak kelapa sawit menyumbang pendapatan terbesar bagi perseroan. Dari data yang disajikan manajemen Sampoerna Agro, penjualan dari CPO mencapai Rp1,05 triliun atau 88,23% dari pendapatan. Namun, pendapatan dari penjualan CPO pada akhir September mengalami penurunan sebesar 32,8% jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp1,57 triliun. Penjualan dari inti sawit hingga akhir September mencapai Rp99,75 miliar atau 8,3% dari total pendapatan. Jumlah pendapatan itu turun sebesar 53,7% jika dibandingkan dengan periode yang sama 2008 sebesar Rp215,35 miliar. Selain komoditas kelapa sawit dan turunannya, Sampoerna Agro juga memproduksi karet. Hingga akhir September, pendapatan dari komoditas ini mencapai Rp2,27 miliar atau hanya 0,2% dari total pendapatan. PT Bumi Resources Tbk (BUMI) menjajaki kemungkinan penerbitan obligasi sekitar US$500 juta dalam waktu dekat. Beberapa eksekutif yang mendengar informasi itu mengatakan Bumi menunjuk Deutsche Bank dan Credit Suisse untuk melihat peluang penjualan obligasi dolar tersebut. "Informasi yang beredar menyebutkan Bumi melihat kemungkinan penerbitan obligasi maksimal US$500 juta. Belum jelas tujuan penerbitan surat utang itu karena Bumi baru saja melunasi US$1,7 miliar utangnya dengan pinjaman dari China Investment Corporation [CIC]," ujar sumber Bisnis itu kemarin. Komisaris Utama Bumi Nalinkant Amratlal Rathod mengaku tidak mengetahui soal itu. "Terserah Anda lah, saya tidak tahu." Direktur Utama Bumi Ari Saptari Hudaya dan Senior Vice President Investor Relations Dileep Srivastava tidak mengangkat telepon genggamnya. Setelah dilunasi dengan pinjaman dari CIC, Bumi hanya memiliki utang US$1,9 miliar dari CIC dan US$7,97 juta kepada Rio Tinto Limited dari total utang jangka panjang semula US$1,12 miliar. -- ----- save a tree.. please don't print this email unless you really need to [Non-text portions of this message have been removed]