kalau dewan pengawas BI kok nggak ada suaranya yah, waktu BI dianggap
bermasalah ?  Itu dewan masih ada ndak sih ?




2010/3/15 anton ms wardhana <ari.am...@gmail.com>

>
>
> artikel yang diambil dari milis koran digital
> saya edit/lengkapi bagian headernya dan bold untuk pertanyaannya, itu saja
>
> *BR, ari.ams*
>
> ---------- Pesan terusan ----------
> artikel asli:
>
> http://epaper.korantempo.com/KT/KT/2010/03/15/ArticleHtmls/15_03_2010_013_004.shtml?Mode=1
>
> *DARMIN NASUTION: INI PASAR, TIDAK BISA DIKOMANDO
> *
> Ambruknya Bank Century dan pengambilalihannya oleh Lembaga Penjamin
> Simpanan pada 21 November 2008 membongkar begitu banyak praktek busuk
> di bank itu. Namun bukan hanya pengelola Bank Century yang disorot,
> melainkan juga pengawasan oleh Bank Indonesia.
>
> Sejumlah pertanyaan diarahkan ke Kebon Sirih, tempat pengawas bank
> sentral berkantor. Bagaimana berbagai patgulipat di Bank Century bisa
> berlangsung bertahuntahun lolos di depan hidung pengawas bank sentral?
>
> Pengawasan bank memang menjadi masalah krusial sejak perekonomian
> Indonesia nyungsep dihajar krisis moneter pada 19971998. Karena itu,
> Undang-Undang Bank Indonesia pada 2004 telah memerintahkan urusan
> pengawasan bank dilepaskan dari Kebon Sirih.
>
> Selanjutnya, pengawasan bank akan dialihkan ke lembaga pengawas yang
> independen, yakni Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Undangundang tegas
> mengamanatkan OJK dibentuk paling lambat pada 31 Desember 2010.
>
> Namun bank sentral berharap ada masa transisi sebelum wewenang
> pengawasan bank ini dialihkan ke OJK."Kalau dibuat terburu-buru, malah
> akan menimbulkan persoalan baru,"kata Darmin Nasution, Deputi Gubernur
> Senior Bank Indonesia. Pekan lalu Tempo menemui Darmin di kantornya di
> Kebon Sirih, Jakarta.
>
> Berkaca pada kasus Bank Century, bagian pengawasan di Bank Indonesia
> terlihat amat perlu dibenahi....
>
> Sebetulnya, kalau pengawasan perbankan di Indonesia dikaji, sejauh
> menyangkut bank-bank yang tidak bermasalah, sudah berjalan baik. Lebih
> dari 90 persen bank di Indonesia kondisinya baik.
>
> * Di mana bolongnya pengawasan Bank Indonesia?*
>
> Ada beberapa hal yang perlu diperbaiki.
> Pertama, kalau sudah menyangkut sanksi, biasanya ada perpanjangan
> waktu dan toleransi.
> Kedua, kalau bank sudah bermasalah, apakah masuk pengawasan intensif
> atau khusus, penanganannya sering lambat dan ragu-ragu untuk memaksa
> bank memperbaiki diri.
>
> * Apa kendalanya?*
>
> Sumber masalahnya ada di Undang-Undang Perbankan. Di sana disebutkan,
> ketika ada bank yang bermasalah,"Bank Indonesia dapat". Artinya, dalam
> pelaksanaannya, Bank Indonesia bisa melakukan sesuatu atau tidak.
> Dalam peraturan pelaksanaannya mestinya dibuat lebih jelas
> kriterianya.
> Sehingga, ketika ada bank melampaui kriteria, sudah terang apa yang
> harus dilakukan Bank Indonesia. Tapi ternyata peraturan pelaksanaannya
> tetap berbunyi "Bank Indonesia dapat". Dengan peraturan seperti itu,
> tiba-tiba tanggung jawab beralih ke pengawas Bank Indonesia. Merekalah
> yang harus mengambil keputusan. Tapi karena permasalahannya sulit,
> mereka ragu-ragu. Apalagi jika ada risiko bank itu bakal ambruk atau
> menyeret bank lain.
>
> * Di belakang pengawas itu mestinya kan ada Bank Indonesia dengan segala
> kewenangannya?*
>
> Ya. Tapi biasanya penanganan bank bermasalah akan melibatkan penegak
> hukum.
> Ketika pengawas memutuskan sesuatu, penegak hukum akan bertanya kenapa
> Anda memilih kebijakan yang ini, bukan yang sebaliknya.
>
> * Bukankah ini hanya peraturan Bank Indonesia yang dengan gampang bisa
> diubah?*
>
> Benar. Tapi jangan Anda bayangkan hanya ada lima peraturan.
> Peraturannya banyak dan saling terkait dengan aspek lain.
>
> * Berapa lama peraturan baru ditargetkan selesai?*
>
> Kalau bisa tiga bulan selesai, kami sangat senang. Bukan hanya
> peraturannya yang diubah. Standar prosedurnya juga harus berubah.
> Termasuk yang akan diatur adalah batas waktu pengawasan intensif.
> Selama ini, jika ada bank masuk pengawasan intensif, tidak ada batas
> waktunya, sehingga berlarut-larut.
>
> * Ada tudingan miring soal hubungan pengawas Bank Indonesia dengan bank
> yang diawasi. Bagaimana sebetulnya kode etiknya?*
>
> Kondisi sebenarnya sudah relatif teratur.
> Diakui frekuensi hubungan langsung pengawas dengan bank cukup tinggi
> karena pasti bertemu sewaktu pemanggilan atau pemeriksaan wajib. Bank
> Indonesia sudah punya kode etik dan standar prosedur, mana yang boleh
> dan tidak boleh dikerjakan Banyak yang berpendapat bankir nakal itu
> sedikit dan orangnya itu-itu saja. Tapi, bila bank sentral mewajibkan
> bank untuk "know your customer", Bank Indonesia sendiri tidak know
> your banker. Memang sedikit. Pengawas Bank Indonesia juga paham
> permasalahannya. Tapi begitu harus mengambil keputusan, pengawas paham
> risikonya ada di dia, bukan di Bank Indonesia. Kalau Anda dalam posisi
> serupa, pasti akan berpikir tiga kali untuk mengambil kebijakan
> drastis, karena pihak bank juga bisa menuntut balik.
>
> * Apakah perubahan peraturan pengawasan ini terkait dengan bakal
> dibentuknya Otoritas Jasa Keuangan?
> *
> Bagi kami, tidak ada persoalan Rancangan Undang-Undang Otoritas
> dimajukan ke Dewan Perwakilan Rakyat. Kami paham, menurut Undang-
> Undang Bank Indonesia, wewenang pengawasan harus dipisahkan dari Bank
> Indonesia.Yang kami diskusikan dengan Kementerian Keuangan, kalaupun
> pengawasan dipisahkan, perlu periode transisi. Kalau dibuat terburu-
> buru, bukannya menyelesaikan masalah, tapi malah akan menimbulkan
> persoalan baru.
>
> * Apa saja persoalannya?*
>
> Dalam situasi normal, tidak ada krisis ekonomi dan tidak ada bank
> bermasalah, masalah pembentukan Otoritas mungkin hanya soal sumber
> daya manusia, hak dan kewajiban, atau pemindahan dokumen. Tapi di
> perbankan tak pernah bisa diharapkan tak ada bank bermasalah. Bank
> bermasalah selalu muncul akibat keteledoran pengurus atau kenakalan
> pemiliknya.
>
> * Tapi dalam undang-undang kan jelas Otoritas harus dibentuk paling
> lambat 31 Desember 2010.*
>
> Di bagian penjelasannya dikatakan pengalihan pengawasan dilakukan
> bertahap. Menurut kami, perlu masa transisi. Tapi tolong jangan
> dipaksa menjawab berapa lama, ya.
>
> * Apakah Bank Indonesia menginginkan pengawasan tetap ada di bank
> sentral?*
>
> Kalaupun nanti akhirnya pelaksanaan pengawasan itu dialihkan, Bank
> Indonesia tetap ingin diberi akses pengawasan on-site terhadap bank-
> bank besar karena sangat berpengaruh terhadap stabilitas sistem
> keuangan.
>
> * Menurut survei Perhimpunan Bankbank Umum Nasional, sebagian besar
> bankir menolak Otoritas. Bagaimana tanggapan Anda?
> *
> Tidak eloklah kami ikut mengomentari hal itu. Biarlah masing-masing
> yang merasa berkepentingan berbicara terus terang.
>
> * Seberapa besar akses yang diinginkan bank sentral?
> *
> Kami berharap bisa secara reguler memeriksa bank besar. Bukan karena
> kami ingin masuk ke bank itu, melainkan karena tugas bank sentral
> memerlukan akses itu.
>
> * Bukankah di Otoritas juga ada perwakilan bank sentral?
> *
> Memang ada. Tapi itu tidak cukup.
>
> * Dalam soal pembenahan pengawasan bank ini, apakah juga termasuk rotasi
> pengawas?*
>
> Kebijakan itu sudah dilakukan pada zaman Pak Boediono, yang disebut
> reposisi pejabat dan petugas di bidang pengawasan.
>
> * Apakah rotasi bisa berdampak positif?*
>
> Ya. Sebab, kalau orang terlalu lama di suatu tempat, tingkat
> "keawasannya" agak berbeda. Kepekaan berkurang.
>
> * Apakah benar di Otoritas nanti pengawasnya dibayar oleh bank yang
> diawasi?*
>
> Kalau tidak salah, pengawasan bank dibayar oleh perbankan sendiri.
>
> * Adapun pengawas bank sentral sekarang menjadi tanggungan Bank
> Indonesia. Kenapa anggaran Otoritas tidak dari anggaran negara? Kalau
> Otoritas dibiayai anggaran negara, berarti tidak bisa dikatakan
> independen. Jadi model pembiayaan Otoritas mirip Lembaga Penjamin
> Simpanan?*
>
> Kurang-lebih seperti itu. Seperti Lembaga Penjamin, akan ada semacam
> premi atau fee yang dikumpulkan dari perbankan, asuransi, dan
> sebagainya untuk biaya pengawasan. Personel Otoritas nanti dari Bank
> Indonesia?
>
> Itu tidak terhindarkan. Jangan pernah membayangkan Anda membangun
> institusi baru dengan orang baru untuk memulai pengawasan dari nol.
> Tidak bisa. Mau tidak mau memang harus dari bank sentral.
> Pertanyaannya: apakah gaji, fasilitas kesehatan, dan dana pensiunnya
> sama dengan bank sentral? Bagaimana kalau dia keberatan dipindahkan ke
> Otoritas?
>
> Tahun lalu pertumbuhan ekonomi 4,5 persen, tapi penyaluran kredit
> hanya bertambah 10 persen. Di sebagian besar negara, setelah melewati
> puncak krisis 2008, pertumbuhan ekonomi negatif, kredit tak jalan,
> ekspornya pun minus. Ekspor India dan Cina minus, tapi pertumbuhan
> ekonomi dan kreditnya positif. Jadi Indonesia juga terkena imbas
> krisis, cuma tidak seburuk Malaysia, Thailand, atau Singapura.
>
> * Apa yang dilakukan bank sentral untuk menggenjot kredit?**
> *
> Ada beberapa peraturan yang akan dikaji supaya bank lebih bergairah
> memberikan kredit, bukan malah bermain-main dengan Sertifikat Bank
> Indonesia. Di antaranya, kami akan menghubungkan loan to deposit ratio
> dengan giro wajib minimum.
> Peraturannya sederhana. Saya belum bisa bicara kira-kira berapa ambang
> batas persisnya. Jadi, seandainya rasio pinjaman bank pas di ambang
> batas atau lebih, ia menyetor sesuai dengan giro wajib yang berlaku.
> Tapi, kalau rasio pinjamannya di bawah angka ambang batas, giro wajib
> yang harus disetor juga naik.
>
> * Bukankah bank sentral bisa menurunkan patokan penyerapan Sertifikat
> Bank Indonesia untuk mengurangi dana yang parkir?*
>
> Persoalannya, jika Anda biarkan sejumlah dana melayang-layang di
> pasar, ia akan mencari-cari jalan untuk mendapatkan sesuatu. Sebab,
> ini bukan uang seratus atau dua ratus ribu, melainkan uang dalam
> jumlah sangat besar. Apakah dia main di valas atau lainnya. Itu
> sebabnya, tidak bisa kami biarkan likuiditas berlebih di pasar.
> Kalau diambil risiko itu, siap-siap saja menuai persoalan. Intinya,
> tak bisa hanya satu kebijakan untuk mendorong kredit bank, tapi
> kombinasi beberapa kebijakan.
>
> * Beberapa pemimpin bank mengatakan aturan ini akan gampang diakali.
> *
> Ya, ini kan kami adu lihai dengan mereka, ha-ha-ha....
>
> * Apa yang membuat di Malaysia dan beberapa negara lain bunga kredit
> lebih rendah ketimbang di Indonesia?*
>
> Kenapa tingkat bunga bank Indonesia lebih tinggi, penyebabnya ada
> banyak. Yang pertama jelas tingkat inflasi Indonesia rata-rata selalu
> lebih tinggi. Inflasi kita ratarata 5-6 persen beberapa tahun
> terakhir, sedangkan negara lain hanya 2-3 persen.
> Itu yang membuat kita agak kecil hati kalau dibandingkan dengan
> Malaysia, Thailand, apalagi Singapura. Belum bicara yang lain. Jika
> policy rate mereka besarnya adalah tingkat inflasi plus 1 persen, suku
> bunga bank sentral mereka hanya 3 persen.
> Bandingkan dengan BI Rate, yang mendekati 7 persen.
>
> * Adakah negara yang kondisinya mirip Indonesia?*
>
> Sebenarnya negara yang lebih pas dibanding kita adalah negara-negara
> BRIC: Brasil, Rusia, India, dan Cina. Ini kelompok negara yang
> dianggap sebagai pasar yang sedang berkembang dan tumbuh cepat
> mendekati negara maju. Berapa suku bunga bank sentral mereka? India
> 4,75 persen, Cina 5,31 persen, Rusia 8,5 persen, dan Brasil 8,75
> persen. Tidak jauh dibanding Indonesia. Negara-negara besar memang
> cenderung lebih sulit menekan inflasi. Kalau infrastruktur Indonesia
> lebih baik, struktur pasar lebih sehat, mungkin kita bisa menekan
> inflasi.
>
> * Tapi rentang antara ongkos dana dan bunga kredit bank Indonesia sangat
> besar?*
>
> Di spread ini tergabung banyak komponen, misalnya biaya overhead, yang
> terminologinya sangat luas. Kalau tidak diperinci dengan baik, bisa
> dimasukkan rupa-rupa komponen biaya. Bisa-bisa promosi dengan bagi-
> bagi Mercy pun dimasukkan.
> Sehingga biaya ini harus diperinci. Dalam sebulan terakhir, laporan
> biaya overhead bank ke Bank Indonesia sudah diperinci.
> Misalnya berapa ongkos upah, biaya listrik, dan sewa gedung.
>
> * Apa mungkin spread ini dipangkas?*
>
> Kami akan menggiring supaya spreadnya turun, tapi kami tak bisa
> memaksa. Sebab, ini kan pasar, tidak bisa dikomando.
> Tidak seperti tarif listrik, yang ketika diubah peraturannya, tarifnya
> juga langsung berubah.
>
> * Apa benar Bank Indonesia akan membatasi net interest margin?*
>
> Kami tak akan pernah mengatur berapa besarnya net interest margin.
> Kami hanya harus mengidentifikasi apa yang membuat bunga kredit mahal.
> Jangan-jangan di tiap bank persoalannya tidak sama.
>
> * Bagaimana jika pemegang saham meminta margin bunga tinggi?*
>
> Untuk bank kecil, hal seperti itu bisa terjadi, tapi di bank besar tak
> bisa lagi pemiliknya mengorder seperti itu.
>
> Beberapa waktu lalu, Bank Indonesia "memaksa" 14 bank menurunkan
> bunga.... Itu karena kami melihat fakta bahwa sejumlah kecil nasabah,
> tapi uangnya banyak, menekan bank. Mereka bukan perorangan, melainkan
> institusi. Jumlahnya hanya belasan. Tapi uangnya bisa Rp 15 triliun.
> Kalau uang itu ditarik mendadak, menggelepar bank itu. Mereka tinggal
> menekan bank, kalau bank tak mau kasih bunga tinggi, ya, pindah ke
> bank lain. Makanya, saat BI Rate 7 persen, bunga deposito masih 12
> persen. Kan, keterlaluan. Maka kami minta bank-bank itu boleh tawar-
> menawar dengan pemilik uang yang banyak itu, tapi kami beri batas
> maksimumnya.
>
> * Apakah dari 14 bank itu ada yang bandel?*
>
> Ada. Kami panggil mereka. Mereka ingin menemui saya, tapi saya bilang
> temui pengawas saja.
>
> Direktur Utama Bank Mandiri Agus Martowardojo pernah mengeluhkan
> sulitnya berekspansi di Cina, sementara bank asing gampang berekspansi
> di Indonesia....
>
> Tidak hanya di Cina. Di Malaysia dan Singapura juga susah. Dalam
> beberapa hal, harus diakui kita terlalu berani, terlalu liberal. Tapi
> kita kan tak bisa menarik mundur ke belakang. Itu akan kita selesaikan
> kemudian karena sekarang ada masalah yang lebih penting.
>
>
> http://epaper.korantempo.com/KT/KT/2010/03/15/ArticleHtmls/15_03_2010_013_004.shtml?Mode=1
>
> --
> --
> -----
> save a tree, don't print this email unless you really need to
>
> [Non-text portions of this message have been removed]
>
> 
>



-- 
salam,
Ari


[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------------------

=========================
Millis AKI mendukung kampanye "Stop Smoking"
=========================
Alamat penting terkait millis AKI
Blog resmi AKI: www.ahlikeuangan-indonesia.com 
Facebook AKI: http://www.facebook.com/group.php?gid=6247303045
Arsip Milis AKI online: 
http://www.mail-archive.com/ahlikeuangan-indonesia@yahoogroups.com
=========================
Perhatian : 
Untuk kenyamanan bersama, agar diperhatikan hal-hal berikut: 
- Dalam hal me-reply posting, potong/edit ekor posting sebelumnya
- Diskusi yg baik adalah bila saling menghormati pendapat yang ada. Anggota 
yang melanggar tata tertib millis akan dikenakan sanksi tegas
- Saran, kritik dan tulisan untuk blog silahkan kirim ke 
ahlikeuangan-indonesia-ow...@yahoogroups.comyahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/AhliKeuangan-Indonesia/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/AhliKeuangan-Indonesia/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    ahlikeuangan-indonesia-dig...@yahoogroups.com 
    ahlikeuangan-indonesia-fullfeatu...@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ahlikeuangan-indonesia-unsubscr...@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/

Kirim email ke