MENYELAMI KEINDAHAN KESEDIHAN
Oleh: Gede Prama
 
Tidak bisa ditolak, tidak bisa diusir, apa lagi dipasangi pagar besi, ada 
saat-saat di mana sahabat kehidupan yang bernama kesedihan datang berkunjung. 
Ada saja jalan dan cara yang menyebabkan kesedihan datang berkunjung. Itu juga 
yang kadang terjadi dalam sepenggal perjalanan kehidupan saya.
 
Kematian Ayah, Ibu dan Ibu mertua dalam rentang waktu yang tidak terlalu lama 
sempat membuat tumpahnya air mata yang tidak sedikit. Lebih-lebih sebagai anak 
bungsu yang mengenal orang tua dalam kurun waktu yang paling pendek. Ada 
rangkaian hutang yang belum puas untuk dibayar. Ada hawa-hawa rindu seorang 
anak yang belum sepenuhnya terobati. Tetapi apapun yang terjadi, tetap 
perpisahan di tingkat tubuh fisik melalui kematian harus dijalani.
 
Ketika masih menjabat sebagai CEO sebuah perusahaan dengan dua ribuan karyawan, 
pernah ada seorang teman lama dan dekat yang menawarkan proposal bisnis, dan 
penawarannya ditawar, ternyata niat untuk minta discount berujung pada surat 
putus hubungan. Dan ketika dihubungi lewat telepon, kata-kata yang muncul tidak 
membukakan pintu maaf. Lagi-lagi kesedihan berkunjung.
 
Demikian juga tatkala seorang sahabat mengirimkan e-mail karena tersinggung 
akibat serangkaian miskomunikasi yang dilakukan anak buah. Hanya karena 
persoalan sponsorship hampir saja saya kehilangan seorang sahabat. Dan 
untungnya sang kesabaran menuntun saya untuk menelpon, mendengarkan, meminta 
maaf dan akhirnya bisa diselesaikan. Namun, kesedihan terlanjur mengintip di 
pintu kehidupan sana.
 
Ada memang teman yang menyebut kehidupan demikian dengan kehidupan yang terlalu 
sensitif. Dan apapun sebutannya, tidak ada orang yang bisa menolak 
berkunjungnya kesedihan.
 
Di beberapa bagian dunia, ada masyarakat yang menyebut kesedihan sebagai akibat 
dari perbuatan buruk sebelumnya atau di masa lalu. Ada masyarakat lain yang 
menyimpulkannya sebagai hukuman. Sehingga kesedihan muncul dengan wajah yang 
menakutkan dan menyedihkan. Dan larilah manusia jauh-jauh dari sahabat 
kehidupan yang bernama kesedihan. Semakin jauh manusia lari dari kesedihan, 
semakin cepat sahabat kesedihan mengejarnya dari belakang.
 
Disebut sahabat, karena kesedihan tidak selamanya seperti musuh yang senantiasa 
membawa batu, palu dan pisau untuk menyakiti. Dalam sinar-sinar kejernihan, 
kesedihan bisa membawa bunga-bunga kebijaksanaan, kedewasaan, kearifan dan 
kematangan. Meminjam bahasa Kahlil Gibran dalam The Prophet, ketika kita 
bercengkerama dengan kebahagiaan di kamar tamu, kesedihan sedang menunggu di 
tempat tidur. Tidak bisa kita lari terlalu lama dari sahabat serumah. Dan 
bukankah ini sejenis kedewasaan, kearifan dan kematangan yang ditunjukkan 
wajahnya oleh sinar-sinar kesedihan ?
 
Dalam bentuknya yang lebih indah lagi, kesedihan bisa juga menjadi lilin terang 
yang menerangi beberapa wilayah gelap (blind spot) yang selama ini tidak 
terlihat. Kematian orang-orang tercinta, sebagai contoh, awalnya memang 
menghadirkan air mata, tetapi belakangan jadi tahu kalau orang-orang yang sudah 
tiada memiliki peran-peran yang jauh lebih besar dari yang pernah terbayangkan. 
Dipecat teman, sebagai contoh lain, membukakan cakrawala bagi saya, kalau ada 
orang yang tersinggung kalau penawarannya ditawar. Sahabat yang tersinggung 
juga demikian, ia membimbing kita untuk tahu sumber-sumber ketersinggungan 
orang lain.
 
Ada lagi keindahan lebih tinggi yang dihadirkan kesedihan. Hanya dengan 
kesedihanlah wajah kebahagiaan muncul lebih indah kemudian. Bahkan, kebahagiaan 
yang biasa-biasapun bisa berwajah indah ketika manusia baru saja melewati 
kesedihan. Sebutlah nasi putih sama sayur asem saja, ia terasa enak sekali begi 
perut yang baru melewati rasa sedih akibat kelaparan. Sebagai bukti lain, 
orang-orang yang pernah bersedih, menikmati kebahagiaannya dengan kualitas rasa 
syukur yang jauh lebih baik.
 
Di puncak dari semua itu, kesedihan membawa manusia pada kualitas kehidupan 
tinggi yang bernama kesabaran. Dan dengan kesabaran, bukankah manusia bisa 
menyeberangi lautan kehidupan yang paling dahsyat sekalipun? Gelombang pasang 
perceraian, perkelahian di pinggir jalan, peperangan antarsuku dan antarnegara, 
perpecahan kepemilikan perusahaan hanyalah sebagian contoh samudera kehidupan 
yang bergejolak, namun bisa diseberangi dengan perahu kesabaran.
 
Berkaca dari semua ini, tubuh manusia memang manja sekali. Buktinya selalu 
menolak datangnya kesedihan. Namun, suara-suara kejernihan bertutur lain, 
kesedihan juga ladang-ladang luas keindahan. Kesedihan tidak saja membawa 
clurit menakutkan, tetapi juga membimbing ke rangkaian kualitas yang tidak bisa 
dilakukan oleh kebahagiaan yang paling tinggi sekalipun.
 
Entah siapa yang membimbing, tiba-tiba di tengah suasana sedih akibat seorang 
sahabat tersinggung, tangan-tangan ini seperti menulis sendiri di atas key 
board komputer. Begitu berhenti sebentar, tiba-tiba mengambil buku Deepak 
Chopra yang berjudul The Deeper Wound, dan di salah satu bagian covernya berisi 
tulisan sederhana: true self contains the light that no darkness can enter. 
Diri ini yang sebenarnya berisi sinar yang tidak bisa dikalahkan kegelapan. 
Kosong Itu Isi (Penulis: Gede Prama)
 
"Ada sebuah wilayah yang jarang ditelusuri ilmu pengetahuan, wilayah tersebut 
diberi sebutan kosong. Dalam matematika, ia diberi simbul angka nol. Dalam 
tataran wacana yang biasa, ia diidentikkan dengan ketiadaan. Sesuatu yang 
memang tidak ada, tidak bisa dijelaskan, tidak terlihat, apa lagi bisa diraba. 
Pokoknya, kosong itu berarti tidak ada.
 
Agak berbeda dengan orang barat memandang kekosongan, orang timur mengenal 
istilah koan. Sebagaimana hakekat kosong yang tidak bisa dijelaskan, ide 
terakhir juga bersifat unexplainable. Ia mungkin hanya bisa ditanyakan. 
Pertanyaan koan yang paling terkenal berbunyi begini: bagaimanakah bunyi tepuk 
tangan yang hanya dilakukan oleh sebelah tangan?
 
Siapa saja akan mengalami kesulitan dalam menjawab pertanyaan terakhir. 
Lebih-lebih kalau sumber jawaban yang dimiliki hanya bersumber pada 
logika-logika empiris. Sulit dibayangkan, ada seseorang atau sekumpulan orang 
yang pernah mendengar bunyi tepuk tangan yang hanya dilakukan sebelah tangan. 
Sama sulitnya dengan membuat nyata angka nol.
 
Tanpa bermaksud menjawab pertanyaan terakhir, sekarang coba perhatikan cangkir, 
gelas, piring, rumah, lapangan sepak bola, sampai dengan alam semesta. Bukankah 
semua itu jadi berguna karena menyimpan ruang kosong. Sulit dibayangkan, 
bagaimana kita manusia bisa memetik guna dan manfaat dari cangkir, gelas, rumah 
dan lapangan sepak bola yang penuh. Apa lagi ruang kosong super besar yang 
menutup alam semesta. Andaikan ruang kosong terakhir tertutup benda yang 
memungkinkan kekosongan tadi lenyap, dari mana manusia menghirup udara? 
Bukankah semua kehidupan akan mati percuma dan tiada guna?
 
Dalam bingkai-bingkai pertanyaan (bukan pernyataan) seperti ini, saya menjaga 
jarak terhadap sinyalemen matematika yang mengidentikkan kekosongan dengan 
angka nol yang berarti tiada. Kekosongan, setidaknya dalam bingkai pertanyaan 
di atas, memiliki arti, guna, serta manfaat yang tidak kalah dengan apa-apa 
yang sejauh ini disebut berisi. Bahkan, sebagaimana dicontohkan oleh lapangan 
sepak bola dan alam semesta di atas, kekosongan lebih berisi dari apa-apa yang 
sejauh ini disebut dengan isi. Bahkan, dalam beberapa bukti (seperti udara yang 
bermukim di ruang kosong) kekosongan menghadirkan substansi manfaat yang lebih 
besar.
 
Setelah dibuat berkerut sebentar oleh penjelasan di atas, mari kita bawa 
perdebatan tentang kekosongan terakhir ke dunia mind. Ilmu pengetahuan dan 
sekolah memang membuat mind jadi penuh dengan isi. Ada isi yang bernama fisika, 
matematika, statistika, manajemen dan masih banyak lagi yang lain. Dan berbeda 
dengan isi rumah, atau isi cangkir, isi mind memiliki pengaruh yang besar dalam 
hal bagaimana mata melihat dunia.
 
Orang-orang yang tahu dan paham betul akan statistika, memiliki penglihatan 
berbeda dengan mereka yang awam akan statistika. Serupa dengan itu, sebagai 
orang yang lahir dan tumbuh di dunia manajemen, saya memiliki pandangan yang 
sering kali berbeda dengan sahabat-sahabat yang tidak pernah tumbuh di lahan 
manajemen. Hanya kedewasaan dan kearifan yang memungkinkan perbedaan terakhir 
kemudian bergerak maju ke dalam pengkayaan-pengkaya an.
 
Sayangnya, tidak banyak yang memiliki kedewasaan dan kearifan terakhir. 
Sehingga jadilah fully occupied mind, baik karena penuh oleh pengetahuan, 
pengalaman, kepentingan maupun yang lain, tidak sebagai sumber dari banyak hal 
yang berisi. Sebaliknya, menjadi awal dari penghancuran- penghancuran yang 
tidak berguna dan berbahaya.
 
Sebutlah wacana-wacana dikotomis benar-salah, sukses-gagal, sedih-gembira. Ia 
adalah hasil ikutan dari over intelectualizing yang dilakukan oleh 
kepala-kepala yang penuh dengan isi. Ia memang memenuhi banyak buku, jurnal, 
majalah, koran. Dan pada saat yang membuat semuanya jadi fully occupied. 
Sehingga tidak menyisakan sedikitpun ruang kosong wacana. Sebagai hasilnya, 
sudah mulai ada orang yang gerah kepanasan, bahkan ada yang mulai tidak bisa 
bernafas, dan pada akhirnya mati suri tanpa disadari.
 
Satu spirit dengan kekosongan alam semesta yang memungkinkan manusia menghirup 
udara gratis, mungkin ada manfaatnya untuk menoleh pada unoccupied mind, unborn 
mind, atau apa yang kerap saya sebut dengan unschooled mind. Sebagaimana tubuh 
yang memerlukan udara segar, mind juga memerlukan kesegaran-kesegaran .
 
Dan di titik ini, kekosongan adalah alternatif yang layak untuk direnungkan. 
Coba Anda perhatikan apa reaksi orang-orang kalau tiba-tiba di depannya ada 
mobil bergerak menuju dirinya. Entah orang kaya, orang miskin, orang desa, 
orang kota, orang tua maupun muda, beresponnya sama: lari atau melompat 
ketakutan. Saya kerap memperhatikan bunyi anak-anak menangis. Entah itu di 
Inggris, Australia, Prancis, Amerika atau Indonesia, tangisan bayi senantiasa 
sama. Ini hanya sebagian contoh dan bukti the unborn mind. Percaya atau tidak, 
dalam keadaan-keadaan tertentu, semua manusia bisa kembali ke sana, ke alam 
kosong yang penuh dengan isi."
 
Ada orang yang takut memang pergi ke sana. Dan saya termasuk orang yang rajin 
bereksplorasi di sana. Mirip dengan alam pegunungan yang tidak terjamah 
manusia, di mana udaranya demikian segar dan menjernihkan, unborn mind juga 
serupa. Kesegaran, kejernihan dan kebeningan hadir dalam dunia kosong yang 
berisi. Paradoksnya, bukankah tulisan pendek ini juga penuh dengan isi? Karena 
itulah saya menyesal besar pernah menulis tulisan ini dimanapun. Dan kesedihan, 
sebagaimana proses kontemplasi di atas, adalah salah satu kekuatan yang bisa 
membuat sinar tadi mulai bercahaya secara perlahan. Sudahkah Anda menemukan 
cahaya tadi melalui perahu kesedihan?

*Kehidupan itu adalah seperti Karya Seni Lukis. Kita melukisnya melalui 
tindakan, kata-kata dan tingkah laku kita".  
 
 
 
 
Dear All...
 
Ya kesabaranlah intinya untuk menghadapi segala kesedihan dan rintangan 
hidup.... seorang teman baru saja berkeluh kesah ketika dia bilang kesabaran 
itu ada batasnya....tapi seseorang yang bijak pernah mengingatkan saya, 
bahwa sabar itu tak berbatas... jika dia berbatas berarti kita tidaklah 
sabar.... 
 
Semoga bermanfaat.... 


Salam, 
~Vie 
http://virgina.multiply.com 
http://blog.360.yahoo.com/virghien 
http://kksmelati.multiply.com


      

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke