KEKERASAN RUMAH TANGGA PRODUK KAPITALISME
(Kritik Atas Persoalan KDRT)

Almira at-Thahirah*

Miris, Menderita di Rumah Sendiri !

Di seluruh dunia, setidaknya satu dari tiga perempuan dipukul, dipaksa melakukan hubungan seksual atau dianiaya sepanjang masa kehidupannya oleh mereka yang dikenal, biasanya anggota keluarga atau pasangannya. (Republika, Satu dari Tiga Perempuan teraniaya)

Hasil penelitian di Mesir melaporkan, dari 100 orang istri berusia 16-45 tahun terdapat 30 istri yang dipukul suami setiap hari, 34 orang setiap minggu, 15 orang setiap bulan, dan 21 orang sekali-kali dipukul. Pemukulan terbanyak (75 persen) disebabkan istri menolak hubungan seksual (Marlyn Tadros, 1997: 46)

Di wilayah kesukuan tertentu di Afganisthan dan Pakistan, kaum wanita yang melanggar kebiasaan dengan mudah akan dipersalahkan melakukan perzinaan dan dihukum menurut aturan kesukuan yang disebut tor, hitam. Warna hitam menandakan kejahatan dan kematian. Dalam beberapa kasus, ketika seorang wanita dipersalahkan melakukan tor ia akan digiring keluar dari rumahnya dan ditembak karena dianggap telah mempermalukan keluarga, dan ini seringkali diklaim sesuai dengan Islam. Padahal ini bukanlah ajaran Islam. (Akber S. Ahmed, Living Islam, h. 230)

Sekitar 24 juta perempuan dari 217 juta penduduk Indonesia terutama di pedesaan mengakui pernah mengalami kekrasan dan yang terbesar adalah KDRT. Komnas perempuan pada tahun 2001 melakukan survei pada 14 daerah di Indonesia (Aceh, Palembang, Jambi, Bengkulu, Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Kalimantan Barat, Maluku, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, NTT) menunjukkan bahwa kaum perempuan paling banyak mengalami kekerasan dan penganiayaan oleh orang-orang terdekatnya serta tindak perkosaan di lingkungan komunitasnya sendiri. (Laporan NGO, h.61). Dan 60% kekerasan terhadap anak dilakukan oleh orangtua mereka! (Seto Mulyadi, Komnas Anak)

Jadi, saat ini di rumah sendiripun tidak aman, kitapun merasa terancam oleh orang-orang dekat yang memiliki hubungan darah atau pernikahan dengan kita. Padahal, rumah dan orang-orang yang ada di dalamnya adalah tempat dan pihak teraman yang seharusnya bisa kita andalkan! Ini memang ironis sampai-sampai berbagai LSM perempuan harus menyediakan layanan rumah aman dan pendampingan untuk menjaga mereka dari orang-orang yang seharusnya melindungi mereka.

Cycle Of Violence dalam KDRT

Joke Schrijvers menyatakan bahwa kekerasan adalah bagian tak tepisahkan dari kapitalisme. (h.xi) Perempuan dalam Kapitalisme memang (jelas) bukan hanya menderita dengan kekerasan dalam rumah tangga namun kekerasan di luar rumah tangga (KLRT) jauh lebih hebat lagi. Sistem kapitalisme yang dominan dan pembagian kerja berdasar gender membatasi kesempatan perempuan untuk memperoleh kerja bayaran sedemikian rupa sehingga mereka menjadi kelas terbawah yang mengalami super eksploitasi.

Pelaku kekerasanpun, termasuk para suami melakukan tindakan KDRT karena dia mengalami KLRT. Sehingga ketika KLRT menimpa siapapun, termasuk laki-laki dalam posisinya sebagai suami akhirnya tanpa sadar menjadikan kekerasan terhadap istri dalam rumah tangga sebagai pola yang khas, terutama dalam kekerasan fisik. Hal ini dinamakan Walker dan Gelles (dalam Frederick dan Foreman, 1984) sebagai siklus atau lingkaran kekerasan terhadap istri (cycle of violence) atau dalam istilah feminis 'pusaran penindasan' (circle of oppressions). (Dr. Asma Barlas, Perempuan Harus Keluar dari Pusaran Penindasan, www.islamlib, 5 juli 2005)

Hal ini bisa kita buktikan dengan suatu analisi terhadap alasan kenapa masalah keluarga sering terjadi, termasuk KDRT yang ternyata bukan sekedar masalah ketimpangan gender. Hal tersebut acapkali terjadi karena:

  1. Kurang komunikasi, Ketidakharmonisan
  2. Alasan Ekonomi
  3. Ketidakmampuan mengendalikan emosi
  4. Ketidakmampuan mencari solusi masalah rumah tangga apapun, dan juga
  5. kondisi mabuk karena minuman keras dan narkoba.

Sebagai contoh, kekerasan berupa Perilaku abnormalitas seks sangat berkaitan dengan adiksi, perilaku ini biasanya juga didorong karena adanya faktor dari pemakaian drugs, yang menyebabkan si pecandu memiliki kecenderungan melakukan perilaku ini. Pecandu suka dengan ketegangan/tantangan yang dapat memancing adrenalin dan juga "bereksperimen" dengan perilaku-perilaku abnormal, termasuk melakukan kekerasan di dalam berhubungan seks. Seperti; sadisme, masokhisme, sadomasokhisme, dst.

Kekerasan dalam rumah tangga karena suami yang mabuk, mabuk karena stress masalah ekonomi karena kebijakan pemerintah menutup tempatnya kerjanya, tempat kerjanya tutup karena banyak utang dan seterusnya. Jadi, cycle of violence berakhir pada keseluruhan tatanan sistem kapitalisme yang diberlakukan.

Cycle of violence ini lebih lanjut oleh Schrijvers dibedakan menjadi dua jenis:

Pertama, 'kekerasan dari atas ke bawah' yakni kekerasan melembaga, yang disahkan oleh badan-badan legal-formal, termasuk pemerintah. Misal, kekerasan karena kebijakan ekonomi, jam kerja, proyek-proyek pembangunan dll.

Kedua, 'reaksi kekerasan dari atas ke bawah' ini diwakili oleh mereka yang tertindas yang disalurkan lewat tindakan fisik.

KDRT: Salah Memahami Fakta juga Salah Memahami Islam

Kekerasan Dalam Rumah Tangga, sebagaimana terlihat diatas merupakan kekerasan dengan rating tertinggi. Namun, kita harus membedakan kekerasan sebagai kejahatan (jarimah) dengan fakta pendidikan (ta'dib) dalam rumah tangga. Kekaburan dalam memahami ini akan mengantarkan pada kesimpulan dan solusi yang keliru. Dan, sayangnya kekaburan ini justru terlihat pada ide dan kebijakan KDRT.

Dalam kebijakannya, UU No.23 tahun 2004 tentang penghapusan KDRT, KDRT diartikan sebagai setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis dan/atau penelantaran rumah tangga, termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkungan rumah tangga.

  • Kekerasan fisik adalah setiap perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, cedera, luka, atau cacat pada tubuh seseorang, gugurnya kandungan, pingsan, dan atau sampai menyebabkan kematian.

  • Kekerasan psikis adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan atau penderitaan psikis berat pada seseorang.

  • Kekerasan seksual adalah setiap perbuatan yang berupa pelecehan seksual, pemaksaan hubungan seksual, pemaksaan hubungan seksual dengan cara tidak wajar dan atau tidak disukai, pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain untuk tujuan komersial dan atau tujuan tertentu.

  • Kekerasan ekonomi adalah setiap perbuatan yang mengakibatkan kerugian secara ekonomi dan telantarnya anggota keluarga dan atau menciptakan ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi dan atau melarang untuk bekerja di dalam atau di luar rumah, tidak memberi nafkah, meniadakan akses dan kontrol terhadap sumber-sumber ekonomi, dan menelantarkan anggota keluarga.

KDRT juga sering dianggap sebagai pelanggaran terhadap prinsip kesetaraan gender yaitu tidak adanya keadaan dimana perempuan dan laki-laki menikmati status setara dan memiliki kondisi yang sama untuk mewujudkan secara penuh hak-hak asasi dan potensinya bagi keutuhan dan kelangsungan rumah tangga secara penuh hak-hak asasi dan potensinya bagi keutuhan dan kelangsungan rumah tangga secara professional.

Dari uraian diatas, ada kesan korban KDRT adalah istri dan pelakunya adalah suami. Padahal akan sangat memungkinkan korban KDRT adalah suami dan pelakunya adalah istri. KDRT juga menggunakan sudut pandang korban sebagai pihak yang harus dibela dan dalam posisi benar. Hal ini berimplikasi pada kesalahan dalam melihat akar masalah dan solusi yang diambil. Sehingga, seorang istri yang melanggar hak suami tidak dianggap bersalah tapi suami yang memarahinya dianggap bersalah karena telah melakukan tekanan mental terhadap istri.

Islam juga seringkali dijadikan pihak tertuduh dalam masalah KDRT ini, ketentuan Islam tentang hak dan kewajiban suami-istri, nusyuz, poligami, waris, izin dan lain sebagainya. Hal-hal tesebut dianggap pemicu KDRT. Sebuah rumusan sederhana dilontarkan para pengecam Islam adalah bahwa kaum wanita diperlakukan dengan buruk di rumah-rumah tradisional dan diperlakukan agak lebih baik di rumah-rumah modern. Hal ini tidak benar. Padahal KDRT justru lebih banyak diakibatkan karena cycle of violence.

Banyak paradoks dan kejutan muncul jika kita melihat lebih dekat kehidupan keluarga muslim. Pernikahan dan Rumah Tangga modern di Karachi atau Kairo sering tidak memuaskan. Para suami dan istri kadang-kadang terlibat dalam hubungan luar nikah; tekanan kehidupan kota besar; persaingan dalam upaya mencapai taraf hidup yang lebih tinggi.

Rumah-rumah yang lebih tradisional, sebaliknya, memberikan keamanan yang lebih besar bagi keluarga, terutama kaum wanitanya. Wanita mengendalikan semua urusan rumah tangga dan memiliki suatu peran serta posisi yang menentukan dalam masyarakat. Melalui keimanan mereka, melalui keengganan mereka mengarungi daerah-daeerah baru yang penuh kontroversi atau menentang aturan syariat, mereka tampak lebih yakin ketimbang saudari-saudari mereka yang telah memilih gaya hidup kebarat-baratan". (Akbar S.Ahmed, Living Islam)

Jadi, kondisi diatas terjadi karena berbagai persoalan sistemik yang memacu dan memicu stress yang tinggi. Sementara di sisi lain, Islam sebagai ajaran yang sempurna tidak dipahami dengan benar.

Ide Kesetaraan Gender dan Feminisme: Wajah Asli Ide dan Kebijakan KDRT

Hal lain yang menarik diperhatikan dalam isu KDRT ini adalah kentalnya ide kesetaraan gender dan feminisme, sebagaimana terlihat sebagai berikut:

* Asas UU ini adalah
1) perlindungan dan penegakan hak-hak asasi manusia terutama dalam hak paling dasar seperti hak hidup, hak atas kebebasan, dan hak atas keamanan. 2) Hak atas kesetaraan dan keadilan jender dengan mengacu pada hubungan sosial yang setara dan adil antara perempuan dan laki-laki. 3) Keadilan relasi sosial dan perlindungan terhadap korban dengan alasan penyebab kekerasan domestik semata ketimpangan jender, tetapi juga ketimpangan dalam relasi sosial lain seperti perbedaan kelas sosial, ekonomi, dan lainnya.

* Tujuan dari UU
adalah 1) menegaskan bahwa KDRT merupakan kejahatan; 2) menegakkan hak-hak korban dan kewajiban serta tanggung jawab pemerintah dan masyarakat dalam menghentikan KDRT; 3) menghapus segala bentuk kekerasan yang terjadi dalam ruang lingkup relasi domestik.

Jadi, wajar ada kesan pembelaan perempuan yang berlebih-lebihan dan solusi yang jauh dari aturan Islam bahkan menyerang hukum-hukum Islam karena pola pikir yang dipakai sebagai landasan ide dan kebijakan KDRT ini adalah landasan kapitalis-sekuler. KDRT memang produk yang "marak" dipasaran kehidupan berkeluarga kapitalis, sampai-sampai para perempuan di Amerika membentuk gerakan feminist radikal, feminist liberal, dan feminist Marxist dan Socialist Feminism. Gerakan ini menyadarkan bahwa AS merupakan patriarchal society, masyarakat yang didominasi oleh pria. Perempuan dieksploitasi oleh kaum pria.

The Leeds Revolutionary Feminist Group yang lebih menyimpang reaksinya, menganjurkan kaum perempuan bila ingin bebas dari penindasan masyarakat pria untuk menjadi lesbian. Hanya dengan melesbiankan dirinya perempuan akan jadi feminist murni. Hanya dengan demikian itu pulalah mereka akan merdeka sepenuhnya dari kaum pria. Subhanallah, betapa sedihnya nasib perempuan di bawah dominasi demokrasi politik kaum pria di negara kapitalis Amerika Serikat.(Ahmad Mansur Suryanegara, Perempuan di Amerika)

Perempuan Beruntung, Perempuan Muslimah
(Konsep dan Metode Islam dalam Memuliakan Perempuan dalam Rumah Tangga)

"Beruntunglah anda menjadi seorang muslimah", demikian kata A'idh Al-Qarni dalam bukunya "As'adul Mar'ah fil Alam". Memang semangat penghargaan wanita di tengah keluarga dalam Islam begitu tinggi, hal ini dirangkum Qazi Hussein Ahmed, sebagai berikut: "Dalam masyarakat Islam, wanita sangat dihormati dan mereka diperlakukan sebagai orang terhormat yang khusus. Kepada mereka diberikan perlindungan khusus. Sang suami, atau putra mereka atau ayah atau saudara laki-laki, bertanggungjawab atas kebutuhan kaum wanita" (h. 230)

…hanya dengan penerapan norma dan ajaran Islamlah perempuan dapat sepenuhnya terbebaskan (Aniba: 1991: 257); lemum 1978: 30) Louis Lamya Al-Farouqi pernah berujar: "Dapatkan saya merasakan Islam yang utuh disini (Amerika)?" sebagai ungkapan keinginannya untuk merasakan penerapan Islam secara Kaafah.

Dalam Islam, keluarga-dan ungkapan utamanya secara domestik, rumah tangga-seringkali diambil sebagai suatu mikrokosmos tentang tatanan moral yang diinginkan, "ketika suami istri mulai hidup bersama sebagai keluarga maka pada kenyataannya mereka meletakkan dasar-dasar kebudayaan dan peradaban" (Al-Maududui, 1982: 84) Di Barat, keluarga justru berkembang menjadi sebuah perusahaan ekonomi biasa dan perhatian keluarga yang utama adalah kelangsungan hidup dan penyaluran hak-hak property, bukan penjagaan atau kebersamaan (Bourdieu, 1976)

Kisah-kisah tentang KDRT yang sampai pada taraf yang mengerikan di negeri-negeri muslim memang terjadi, sebgaimana terjadi di negeri-negeri kapitalis. Namun, kisah tersebut adalah dari pelaku, para pria yang mabuk oleh kekuasaan feudal maupun kesukuan. Mereka adalah para pelanggar aturan Islam. Mereka ingin mempertahankan superioritas fisik atau posisi sosial mereka. Mereka adalah orang yang tidak memahami Islam dan tidak menghormati perilaku Islami (Living Islam, h. 227)

KDRT dalam pandangan Islam, bisa disebut kejahatan atau bukan ketika bersesuaian dengan konsep Islam dalam memandang kekerasan sebagai kejahatan. Kejahatan atau jarimah adalah perbuatan-perbuatan tercela (qabih) yang ditetapkan oleh hukum syara. Inilah standar penting untuk menilai apakah perbuatan tersebut termasuk kriminalitas atau bukan. Suatu perbuatan tidak dianggap sebagai kejahatan kecuali jika ditetapkan oleh syara bahwa perbuatan itu tercela. Ketika syara telah menetapkan hal tersebut tercela maka sudah pasti perbuatan itu disebut kejahatan, tanpa memandang lagi tingkat tercelanya. Dan kejahatan ini akan dijatuhi sanksi.

Kejahatan juga bukanlah suatu yang fithri pada diri manusia. Kejahatan bukan pula "profesi" yang diusahakan oleh manusia. Juga bukan penyakit yang menimpa manusia. Kejahatan adalah tindakan melanggar aturan, baik aturan dengan Rabbnya, dirinya, dan dengan manusia lainnya. Sehingga dalam Islam Homoseksual atau masokhisme adalah kejahatan, bukan penyakit mental apalagi pembawaan manusia yang tidak bias ditolak.

Lebih rinci, berdasarkan Syariat Islam ada beberapa bentuk kekerasan yang bisa menimpa wanita:

  1. Qadzaf yakni menuduh wanita baik-baik berzina tanpa bisa memberikan bukti yang bisa diterima oleh syariat Islam. Sanksi hukumnya adalah 80 kali cambukan. Hal ini berdasarkan firman Allah SWT: "Dan orang-orang yang menuduh perempuan-perempuan yang baik (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat saksi maka deralah 80 kali" (Q.S An-Nuur: 4-5)

  2. Membunuh: Hal ini bisa menimpa wanita atau laki-laki. Dalam hal ini sanksi bagi pelakunya adalah qishas. Berdasarkan firman Allah SWT: "Diwajibkan atas kamu qishos berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh" (QS Al baqarah: 179)

  3. Mendatangi wanita pada duburnya hukumnya adalah haram. Dari Ibnu Abbas berkata, Rasulullah saw bersabda: "Allah tidak akan melihat seorang laki-laki yang mendatangi laki-laki dan mendatangi istrinya pada duburnya" Sanksi hukum adalah Ta'zir dengan bentuk hukuman yang diserahkan pada pengadilan.

  4. Bentuk kekerasan lain yang menimpa wanita (termasuk juga laki-laki) adalah penyerangan terhadap anggota tubuh. Siapapun yang melakukannya walaupun oleh suaminya sendiri adalah kewajiban membayar 1diyat/tebusan (100 ekor unta) jika terbunuh. Dan jika organ tubuh yang disakiti maka diyatnya adalah: untuk 1 biji mata ½ diyat (50 ekor unta), setiap jari kaki dan tangan, 10 ekor unta; luka sampai selaput batok kepala, 1/3 diyat; luka dalam, 1/3 diyat; luka sampai ke tulang dan mematahkannya, diyat 15 ekor unta; setiap gigi, 5 ekor unta; luka sampai ke tulang hingga kelihatan, diyat 5 ekor unta.

  5. Perbuatan-Perbuatan Cabul seperti berusaha melakukan zina dengan perempuan (namun belum sampai melakukannya) dikenakan sanksi penjara 3 tahun, ditambah jilid dan pengusiran.

Dari penjelasan diatas, tindakan KDRT sebagai kejahatan adalah apabila masuk dalam kategori-lategori diatas. Memukul; istri/anak sampai melukai berarti masuk dalam point 4 sampai terbunuh berarti dikenakan sanksi qishas.

Islam menjatuhkan sanksi atau menetapkan berbagai aturan untuk laki-laki dan perempuan bukan melihat dari aspek jenis kelamin, tidak mengukur jahat dan tidaknya dari korban atau pelakunya, apakah laki-laki atau perempuan. Sehingga tidak akan ada pembelaan terhadap pelacuran, profesi wanita yang sarat pornografi dan pornoakasi karena mereka adalah wanita, tapi ketika berbicara masalah poligami, hak menjadi wali pernikahan, hak memberi kesaksian dengan syarat yang berat, pembatasan aktivitas di luar rumah, nusyuz, maka dianggap wanita telah menjadi korbannya. Tapi Hukum akan ditetapkan sesuai standar nilai hukum yang telah ditetapkan Allah dan rasul-Nya.

Islam juga membolehkan melakukan tindakan kekerasan sebagai ta'dib dalam rumahtangga. Kekerasan yang dimaksud disini bukanlah kekerasan yang dilakukan dengan landasan amarah atau kekerasan yang sampai melukai atau (bahkan) membunuh. Tapi, bentuk kekerasan yang dimaksud adalah bentuk-bentuk tindakan fisik yang dibolehkan oleh syara, ketika syara tidak membolehkan bahkan mengharamkannya maka itu adalah kejahatan.

Misal perkara yang diperbolehkan adalah ketika terjadi Nusyuz. Hal ini berdasarkan Q.S An-Nisaa ayat 34. Dalam ayat ini, Allah telah menjelaskan keadaan kaum perempuan adakalanya mereka taat dan adakalanya membangkang (nusyuz). Termasuk nusyuz adalah mereka yang menyombongkan diri dan tidak melakukan ketaatan kepada suami. Maka ketika tanda-tanda nusyuz tampak, suami wajib melakukan beberapa langkah dalam upaya meyadarkan dan mengembalikan keadaan istri ke jalan yang benar. Dimulai dengan menasihati, kemudian memisahkan diri dan berpaling dari istri dan langkah ketiga memberikan pukulan yang tidak menyakitkan dan tidak membekas, dengan tujuan kebaikan. Ibn Abbas memperjelasnya dengan pukulan yang tidak menyakitkan, tidak mematahkan tulang dan tidak menimbulkan luka. (h.71) Jika Istri mentaati perintah suami, maka suami dilarang untuk mencari-cari kesalahan istri dan mendzaliminya.

Asy-Syafi'i menjelaskan bahwa memukul diperbolehkan namun meninggalkannya adalah lebih baik. Dalam catatan pinggir Jumal Al-Jalalain juga disebutkan bahwa masing-masing langkah harus dilandaskan pada pada kejelasan masalah dan tidak boleh didasarkan pada dugaan semata.

Hal lain yang makin menunjukkan bahwa tindakan pemukulan kepada istri yang nusyuz ini bukanlah kejahatan tapi ta'dib dengan niat mengajak seseorang kembali pada ketaatan dan kebaikan adalah Hadits dari Abdullah bin Zum'ah, dia berkata, Rasulullah bersabda:

"Apakah salah seorang diantara kalian memukul istrinya sebagaimana hamba sahaya dipukul, kemudian mencampurinya pada akhir hari itu?" (H.R Bukhari Muslim)

Hadits diatas mengandung dalil yang diprioritaskan adalah tidak memukul istri, kalaupun harus memukul maka tidak boleh memukul pada satu bagian dari badannya dan hendaklah dia menghindari muka, karena muka adalah tanda kehormatan dan kecantikan. Pukulan juga tidak boleh lebih dari 10 pukulan. Ada yang berpendapat pukulan harus menggunakan sapu tangan atau tangan dan tidak boleh memukul dengan cambuk atau tongkat. Secara umum, pukulan yang ringan adalah lebih baik dalam hal ini. (As-Sayyid M. Shiddiq Khan, Al-Qur'an dan As-Sunnah bicara Wanita, h. 71)

Islam adalah agama rahmat, termasuk dalam masalah rumahtangga. Islam menetapkan sejumlah aturan yang harus dilaksanakan dan jika terdapat suatu pelanggaran terhadap ketetapan tersebut, disediakan lembaga pengadilan yang akan menanganinya. Dalam Islam istri boleh mengajukan suaminya ke pengadilan; suami tidak boleh memukul istri seenaknya, istri boleh menolak permintaan seks suami jika ada udzur (haid, sakit dll).

Rasulullah adalah teladan kepala rumah tangga dengan para ummahatul mukminin sebagai contoh figure istri, ibu dan pengatur rumahtangga yang baik. Rasulullah hidup di tengah keluarga yang mayoritasnya adalah perempuan. Rasululah tidak pernah melakukan tindak kekerasan terhadap istrinya. Dalam suatu riwayat beliau mengatakan: "Sebaik-baik kamu sekalian adalah sebaik-baik perlakuan kamu terhadap istri-istrimu dan saya adalah orang yang terbaik di antara kamu terhadap istri-istriku". Hal ini diungkapkan oleh Rasulullah dalam posisi Rasulullah sebagai uswatun hasanah bagi umatnya bukan karena menyombongkan diri.

Dari uraian diatas, tergambar bahwa KDRT sebagai kejahatan akan tetap terjadi di bawah payung sistem kapitalis-sekuler. Dan di bawah payung sistem Islamlah, perempuan dan juga pria terlindungi oleh keluarga, masyarakat dan negara.

Alhamdulilahi Rabbil 'Alamiin

Rujukan

An-nabhani, Taqiyuddin. Sistem Pergaulan dalam Islam
Al-Maliki, abdurrahman. Sistem Sanksi dalam Islam
Schrijvers, Joke. 2000. Kekerasan "Pembangunan": Pilihan untuk Kaum Intelektual. Yogyakarta: Kalyanamitra
Esposito, John L. 1998. Ekspresi Politik Muslim. Bandung : Mizan
Ahmed, Akbar S.1997. Living Islam. Bandung: Mizan
Forum NGO Indonesia, Laporan organisasi Non pemerintah tentang Pelaksanaan Landasan Aksi Beijing 1995-2005. Indonesia.
As-Sayyid M. Shiddiq Khan, Al-Qur'an dan As-Sunnah bicara Wanita. Darul Falah

* Penulis adalah mahasiswi program Pascasarajana di UIN Bandung
Alamat email: [EMAIL PROTECTED]



YAHOO! GROUPS LINKS




Kirim email ke