JANGAN BIARKAN PIHAK ASING
MEMECAH-BELAH NEGERI KITA

Buletin al-Islam Edisi 298

Tanggal 23 Maret 2006 yang lalu, pemerintah Australia memberikan visa sementara kepada 42 aktivis pro-penglepasan Papua yang meminta suaka (perlindungan). Sebanyak 42 WNI tersebut berangkat dari Papua naik perahu layar menuju ke Australia dengan spanduk bertuliskan, "Selamatkan Orang Papua dari Genocide (Pembantaian) dan Pengejaran TNI". Ini adalah sebuah propaganda. Mereka mendarat di Cape York, kemudian ditempatkan di Christmas Island hingga mendapatkan visa sementara.

Tindakan pemerintah Australia ini jelas merupakan campur tangan terhadap masalah dalam negeri Indonesia. Apalagi tatkala para pencari suaka tersebut menyeberang, Presiden SBY telah menghubungi John Howard untuk 'tidak melayani' permintaan tersebut. Jelas tindakan ini adalah bentuk dan upaya Australia untuk menginternasionalisasi persoalan di Papua. Tindakan ini juga sekaligus menunjukkan bahwa Australia berupaya masuk ke dalam masalah penglepasan Papua dari Indonesia.

Jika kita menengok kembali 'sejarah' sepak-terjang Australia dalam upayanya menginternasionalisasi masalah di Papua akan tampak bahwa Australia sangat 'getol' memanas-manasi dan ikut campur tangan dalam masalah dalam negeri Indonesia. Hal ini tampak pada:

Pertama: Setelah pada awal-awalnya menyatakan dukungan atas keutuhan Indonesia, pada 8 Februari 1999 Australia secara tegas mengusulkan lepasnya Timor Timur dari Indonesia. Selanjutnya Australia terlibat secara aktif, baik melalui opini maupun militer, dalam upaya 'melepaskan' Timor Timur dari Indonesia. Selama berbulan-bulan sebelum jajak pendapat di Timtim, pasukan-pasukan intelijen dan helikopter-helikopter Australia mondar-mandir masuk ke wilayah Indonesia, bahkan sampai masuk ke kawasan Maluku Tenggara. TNI sendiri baru berteriak-teriak memprotes campur tangan Australia itu dua bulan sesudah jajak pendapat selesai.

Kedua: kehadiran Sekretaris Kedubes Amerika serta utusan Australia, Inggris, dan negara asing lainnya dalam Kongres Papua pada tanggal 29 Mei hingga 4 Juni 2000 yang lalu. Kongres tersebut menggugat penyatuan Papua dalam NKRI yang dilakukan pemerintah Belanda, Indonesia, dan PBB pada masa Soekarno. Menurut Kongres tersebut, bangsa Papua telah berdaulat sebagai bangsa dan negara sejak 1 Desember 1961. Selanjutnya Kongres meminta dukungan internasional untuk memerdekakan Papua (Kompas, 5/6/2000).

Ketiga: Pada 15 Februari 2004 pemerintah Australia diduga kuat sejak tahun 1991 menyadap KBRI Australia dan rumah tinggal Duta Besar RI.

Keempat: Australia mendukung seluruh kebijakan AS dalam kasus Papua. Misalnya, Australia memberikan dukungan atas pernyataan Kongres AS yang membuat Rancangan Undang-Undang (RUU) 2601, yang memuat masalah Papua di Amerika pada bulan Juli 2005, dan akhirnya disetujui oleh Kongres AS. RUU tersebut menyebutkan adanya kewajiban Menteri Luar Negeri AS untuk melaporkan kepada Kongres tentang keefektifan otonomi khusus dan keabsahan Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) 1969.

Kelima: Pada 26 Agustus 2004 pemerintah Australia mengumumkan rencana pembelian rudal jelajah jarak jauh yang merupakan senjata penghancur dari udara ke darat dan mampu menjangkau sasaran sejauh 400 km. Keberatan Indonesia tak dihiraukannya.

Keenam: Menyusul rencana pembelian rudal jelajah, Perdana Menteri Australia John Howard (20 September 2004) menegaskan tidak akan segan-segan memerintahkan 'serangan mendahului' (preemptive strike) ke luar wilayahnya jika dianggap perlu untuk melindungi Australia. Protes Indonesia pun tidak digubris.

Ketujuh: Maret 2006, Australia menjalin Pakta Keamanan dengan Indonesia. Ketika ditanya tentang preemptive strike, Menlu Australia Alexander Downer hanya menyatakan dengan diplomatis, "Untungnya hubungan Indonesia dengan Australia baik." Maknanya, ketika hubungan menjadi 'kurang baik' atau Australia memandang ada kepentingannya di Indonesia terganggu, ia tak akan segan-segan melakukan 'serangan mendahului'.

Australia, 'Sheriff' AS di Asia Tenggara

Australia bukan lagi sekadar sekutu bagi AS. Namun, lebih dari itu, Australia sudah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari AS. Lebih tegasnya, Australia merupakan agen militer Amerika Serikat di kawasan Asia-Pasifik. Hal ini bisa dilacak saat kunjungan Menteri Pertahanan AS William Cohen ke Sydney (17/7/2005). Saat ditanya wartawan tentang sikap pemerintahnya mengenai konflik agama di Maluku, Cohen yang didampingi rekannya Menteri Pertahanan Australia John Moore menjawab, "(Washington) akan mengandalkan kepemimpinan Australia untuk merumuskan kebijakan kami di kawasan ini."

Saat itu Cohen berada di Australia untuk menandatangani sebuah kerjasama industri perlengkapan militer antara kedua negara. Selama kunjungannya itu, ia berkali-kali memberikan isyarat, pemerintahnya tidak akan terlibat secara langsung lagi di kawasan Asia Tenggara. Beberapa tahun belakangan ini memang ada pergeseran prioritas dalam kebijakan militer global AS. Untuk kawasan Asia Tenggara dan Pasifik, testing kemampuan Australia dalam campur tangan di Timor Timur dianggap relatif berhasil oleh AS.

Dalam kesempatan itu juga, sambil menyebut keberhasilan Australia di Timtim, Cohen juga menyatakan akan mengandalkan Australia untuk menangani kudeta di Fiji dan negosiasi-negosiasi di Kepulauan Solomon. AS juga meminta Australia untuk memimpin upaya 'penyelesaian krisis' di Indonesia. Dalam pidatonya, Cohen menyatakan peran Australia bukanlah sekadar 'subordinat' dari AS. Dengan kata lain, Cohen ingin mengatakan bahwa Australia bukan hanya sekadar wakil (deputi) 'sheriff', tetapi 'sheriff' baru di kawasan ini.

Keputusan ini semakin dipertegas saat kunjungan Menlu AS Condoleeza Rice ke Asutralia lalu. Rice juga menegaskan hal yang sama. Walhasil, AS akan terus bermain di kawasan ini secara tidak langsung. Namun, yang tampil secara resmi (dengan segala konsekuensi biaya tinggi dan risiko politiknya) adalah Australia. Ini artinya, setiap langkah politik Australia di Asia Tenggara, khususnya terhadap Indonesia, harus dipandang sebagai 'agenda' AS, juga agenda imperialis global yang dikomandoi oleh AS.

Islam Melarang Perpecahan

Perpecahan di antara negeri-negeri Islam adalah sebuah dosa besar dan sebuah keharaman yang nyata. Allah SWT dan Rasul-Nya telah melarang tegas hal itu. Karena itu, upaya Australia untuk memanas-manasi sebagian wilayah Indonesia-yang merupakan salah satu negeri Muslim-untuk melepaskan diri tentu harus kita sikapi secara benar. Allah SWT berfirman:

]وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللهِ جَمِيعًا وَلاَ تَفَرَّقُوا[

Berpegang teguhlah pada tali (agama) Allah dan janganlah kalian bercerai-berai. (QS al-Imran [3]: 103).

Dalam nash tersebut kita dilarang tegas untuk saling tercerai-berai. Oleh karena itu, kita harus meningkatkan tali ukhuwah kita dan menjaganya hingga titik darah penghabisan. Sebab, upaya asing memecah-belah negeri-negeri Muslim, termasuk Indonesia, selain dimaksudkan untuk memperlemah kaum Muslim dan negeri-negeri Islam, juga ditujukan untuk memperlambat upaya kaum Muslim untuk meraih kejayaannya kembali melalui tegaknya kembali Khilafah Islamiyah.

Wahai kaum Muslim: Selayaknya kita jangan mau didekte oleh pihak asing atau tunduk pada negara-negara kafir, seperti Australia dan AS. Sebab, sikap tunduk pada negara-negara asing yang kufur adalah sikap yang sangat bertentangan dengan jatidiri kaum Muslim sebagai umat yang terbaik. Allah SWT berfirman:

]كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللهِ[

Kalian adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia; melakukan amar makruf nahi mungkar dan beriman kepada Allah. (QS Ali Imran [3]: 110).

Selain itu, sudah saatnya kaum Muslim, khususnya di Indonesia, mandiri. Semakin kaum Muslim di Indonesia tunduk pada tekanan asing, niscaya semakin kokoh pula cengkeraman itu atas negeri ini. Tidak ada cara lain kecuali rakyat Indonesia bersatu dan menolak segala campur tangan asing serta jangan mudah diadu-domba.

Wahai para penguasa: Waspadailah setiap sikap dan tindakan Australia yang turut mencampurri urusan dalam negeri Indonesia. Negara-negara besar, termasuk Australia, pada hakikatnya telah memproklamirkan diri sebagai 'sheriff' AS di Asia Pasifik, yang akan senantiasa mengobok-obok Indonesia agar tidak menjadi negara Muslim yang mandiri, kokoh, kuat, dan maju. Kasus terakhir (pemberian suaka pada aktivis pro-penglepasan Papua dari Indonesia) merupakan rangkaian panjang upaya Australia mencampuri dan mencabik-cabik bangsa ini. Untuk itu, sikap yang tegas terhadap Australia adalah memutuskan hubungan diplomatik dengannya dan hubungan yang lain. Janganlah kita bersikap 'lamban' dan 'lembek'. Janganlah pula kita tunduk pada kekuatan asing manapun. Ingatlah firman Allah SWT:

]وَلاَ تَرْكَنُوا إِلَى الَّذِينَ ظَلَمُوا فَتَمَسَّكُمُ النَّارُ وَمَا لَكُمْ مِنْ دُونِ اللهِ مِنْ أَوْلِيَاءَ ثُمَّ لاَ تُنْصَرُونَ[

Janganlah kalian tunduk kepada orang-orang yang zalim yang menyebabkan kalian disentuh api neraka. Sekali-kali kalian tiada mempunyai seorang penolong pun selain Allah, kemudian kalian tidak akan diberi pertolongan. (QS Hud [11]: 113).

Wahai kaum Muslim: Kami menyerukan kepada seluruh kaum Muslim-baik para ulama, cendekiawan, para pemimin ormas/parpol, para politisi, budayawan, para pengacara, para hartawan, para dosen maupun mahasiswa-agar waspada terhadap makar negara-negara asing yang ingin menggerogoti wilayah kita dengan menciptakan perpecahan di negeri Muslim ini. Marilah kita bersatu menghadapi makar itu dan mari kita berjuang untuk menjaga kesatuan negeri ini agar tidak semakin terpecah-belah. Allah SWT mewajibkan kita untuk mempertahankan keutuhan wilayah negeri-negeri Islam, termasuk Indonesia, bahkan memerintahkan kita untuk menyatukan seluruh negeri-negeri Islam yang lainnya dalam naungan Daulah Khilafah Islamiyah.

Kita sadar, perpecahan hanya akan semakin memperlemah Islam dan umatnya yang mengakibatkan langgengnya kezaliman. Kelemahan itulah yang diinginkan oleh negara-negara penjajah kafir. Pihak penjajah seperti AS, baik langsung ataupun melalui negara-negara yang menjadi agennya, akan terus berupaya mengerat-erat negeri Muslim. Indonesia adalah salah satu negara yang kini tengah berusaha dipecah-pecah oleh mereka.

Agar kaum Muslim menjadi umat yang kuat dan negeri-negeri Muslim menjadi negeri yang kokoh, tidak ada cara lain selain harus ada upaya dari kita semua untuk terus menyatukan diri dalam satu kesatuan dan satu kekuatan. Semua itu tidak mungkin terjadi kecuali kita harus menyatukan diri dalam satu institusi negara, yakni Khilafah Islamiyah, yang telah diwajibkan atas kita dan di-nubuwwah-kan oleh Rasul junjungan kita, Muhammad saw. Hanya dalam wadah Khilafahlah kaum Muslim sedunia tidak akan mudah dipecah-belah oleh kekuatan kafir manapun. Wallâhu a'lam bi ash-shawâb. []


KOMENTAR:
Dino (Jubir Kepresidenan, red.): Tak Akan Ada Pemutusan Hubungan (dengan Australia, red.) (Republika, 28/03/2006)
Muhammad Rasulullah itu bersikap keras terhadap kaum kafir dan berlaku lembut terhadap kaum muslim. (Lihat QS. Al-Fath [48]: 29)

JANGAN BIARKAN PIHAK ASING
MEMECAH-BELAH NEGERI KITA

Buletin al-Islam Edisi 298

Tanggal 23 Maret 2006 yang lalu, pemerintah Australia memberikan visa sementara kepada 42 aktivis pro-penglepasan Papua yang meminta suaka (perlindungan). Sebanyak 42 WNI tersebut berangkat dari Papua naik perahu layar menuju ke Australia dengan spanduk bertuliskan, "Selamatkan Orang Papua dari Genocide (Pembantaian) dan Pengejaran TNI". Ini adalah sebuah propaganda. Mereka mendarat di Cape York, kemudian ditempatkan di Christmas Island hingga mendapatkan visa sementara.

Tindakan pemerintah Australia ini jelas merupakan campur tangan terhadap masalah dalam negeri Indonesia. Apalagi tatkala para pencari suaka tersebut menyeberang, Presiden SBY telah menghubungi John Howard untuk 'tidak melayani' permintaan tersebut. Jelas tindakan ini adalah bentuk dan upaya Australia untuk menginternasionalisasi persoalan di Papua. Tindakan ini juga sekaligus menunjukkan bahwa Australia berupaya masuk ke dalam masalah penglepasan Papua dari Indonesia.

Jika kita menengok kembali 'sejarah' sepak-terjang Australia dalam upayanya menginternasionalisasi masalah di Papua akan tampak bahwa Australia sangat 'getol' memanas-manasi dan ikut campur tangan dalam masalah dalam negeri Indonesia. Hal ini tampak pada:

Pertama: Setelah pada awal-awalnya menyatakan dukungan atas keutuhan Indonesia, pada 8 Februari 1999 Australia secara tegas mengusulkan lepasnya Timor Timur dari Indonesia. Selanjutnya Australia terlibat secara aktif, baik melalui opini maupun militer, dalam upaya 'melepaskan' Timor Timur dari Indonesia. Selama berbulan-bulan sebelum jajak pendapat di Timtim, pasukan-pasukan intelijen dan helikopter-helikopter Australia mondar-mandir masuk ke wilayah Indonesia, bahkan sampai masuk ke kawasan Maluku Tenggara. TNI sendiri baru berteriak-teriak memprotes campur tangan Australia itu dua bulan sesudah jajak pendapat selesai.

Kedua: kehadiran Sekretaris Kedubes Amerika serta utusan Australia, Inggris, dan negara asing lainnya dalam Kongres Papua pada tanggal 29 Mei hingga 4 Juni 2000 yang lalu. Kongres tersebut menggugat penyatuan Papua dalam NKRI yang dilakukan pemerintah Belanda, Indonesia, dan PBB pada masa Soekarno. Menurut Kongres tersebut, bangsa Papua telah berdaulat sebagai bangsa dan negara sejak 1 Desember 1961. Selanjutnya Kongres meminta dukungan internasional untuk memerdekakan Papua (Kompas, 5/6/2000).

Ketiga: Pada 15 Februari 2004 pemerintah Australia diduga kuat sejak tahun 1991 menyadap KBRI Australia dan rumah tinggal Duta Besar RI.

Keempat: Australia mendukung seluruh kebijakan AS dalam kasus Papua. Misalnya, Australia memberikan dukungan atas pernyataan Kongres AS yang membuat Rancangan Undang-Undang (RUU) 2601, yang memuat masalah Papua di Amerika pada bulan Juli 2005, dan akhirnya disetujui oleh Kongres AS. RUU tersebut menyebutkan adanya kewajiban Menteri Luar Negeri AS untuk melaporkan kepada Kongres tentang keefektifan otonomi khusus dan keabsahan Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) 1969.

Kelima: Pada 26 Agustus 2004 pemerintah Australia mengumumkan rencana pembelian rudal jelajah jarak jauh yang merupakan senjata penghancur dari udara ke darat dan mampu menjangkau sasaran sejauh 400 km. Keberatan Indonesia tak dihiraukannya.

Keenam: Menyusul rencana pembelian rudal jelajah, Perdana Menteri Australia John Howard (20 September 2004) menegaskan tidak akan segan-segan memerintahkan 'serangan mendahului' (preemptive strike) ke luar wilayahnya jika dianggap perlu untuk melindungi Australia. Protes Indonesia pun tidak digubris.

Ketujuh: Maret 2006, Australia menjalin Pakta Keamanan dengan Indonesia. Ketika ditanya tentang preemptive strike, Menlu Australia Alexander Downer hanya menyatakan dengan diplomatis, "Untungnya hubungan Indonesia dengan Australia baik." Maknanya, ketika hubungan menjadi 'kurang baik' atau Australia memandang ada kepentingannya di Indonesia terganggu, ia tak akan segan-segan melakukan 'serangan mendahului'.

Australia, 'Sheriff' AS di Asia Tenggara

Australia bukan lagi sekadar sekutu bagi AS. Namun, lebih dari itu, Australia sudah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari AS. Lebih tegasnya, Australia merupakan agen militer Amerika Serikat di kawasan Asia-Pasifik. Hal ini bisa dilacak saat kunjungan Menteri Pertahanan AS William Cohen ke Sydney (17/7/2005). Saat ditanya wartawan tentang sikap pemerintahnya mengenai konflik agama di Maluku, Cohen yang didampingi rekannya Menteri Pertahanan Australia John Moore menjawab, "(Washington) akan mengandalkan kepemimpinan Australia untuk merumuskan kebijakan kami di kawasan ini."

Saat itu Cohen berada di Australia untuk menandatangani sebuah kerjasama industri perlengkapan militer antara kedua negara. Selama kunjungannya itu, ia berkali-kali memberikan isyarat, pemerintahnya tidak akan terlibat secara langsung lagi di kawasan Asia Tenggara. Beberapa tahun belakangan ini memang ada pergeseran prioritas dalam kebijakan militer global AS. Untuk kawasan Asia Tenggara dan Pasifik, testing kemampuan Australia dalam campur tangan di Timor Timur dianggap relatif berhasil oleh AS.

Dalam kesempatan itu juga, sambil menyebut keberhasilan Australia di Timtim, Cohen juga menyatakan akan mengandalkan Australia untuk menangani kudeta di Fiji dan negosiasi-negosiasi di Kepulauan Solomon. AS juga meminta Australia untuk memimpin upaya 'penyelesaian krisis' di Indonesia. Dalam pidatonya, Cohen menyatakan peran Australia bukanlah sekadar 'subordinat' dari AS. Dengan kata lain, Cohen ingin mengatakan bahwa Australia bukan hanya sekadar wakil (deputi) 'sheriff', tetapi 'sheriff' baru di kawasan ini.

Keputusan ini semakin dipertegas saat kunjungan Menlu AS Condoleeza Rice ke Asutralia lalu. Rice juga menegaskan hal yang sama. Walhasil, AS akan terus bermain di kawasan ini secara tidak langsung. Namun, yang tampil secara resmi (dengan segala konsekuensi biaya tinggi dan risiko politiknya) adalah Australia. Ini artinya, setiap langkah politik Australia di Asia Tenggara, khususnya terhadap Indonesia, harus dipandang sebagai 'agenda' AS, juga agenda imperialis global yang dikomandoi oleh AS.

Islam Melarang Perpecahan

Perpecahan di antara negeri-negeri Islam adalah sebuah dosa besar dan sebuah keharaman yang nyata. Allah SWT dan Rasul-Nya telah melarang tegas hal itu. Karena itu, upaya Australia untuk memanas-manasi sebagian wilayah Indonesia-yang merupakan salah satu negeri Muslim-untuk melepaskan diri tentu harus kita sikapi secara benar. Allah SWT berfirman:

]وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللهِ جَمِيعًا وَلاَ تَفَرَّقُوا[

Berpegang teguhlah pada tali (agama) Allah dan janganlah kalian bercerai-berai. (QS al-Imran [3]: 103).

Dalam nash tersebut kita dilarang tegas untuk saling tercerai-berai. Oleh karena itu, kita harus meningkatkan tali ukhuwah kita dan menjaganya hingga titik darah penghabisan. Sebab, upaya asing memecah-belah negeri-negeri Muslim, termasuk Indonesia, selain dimaksudkan untuk memperlemah kaum Muslim dan negeri-negeri Islam, juga ditujukan untuk memperlambat upaya kaum Muslim untuk meraih kejayaannya kembali melalui tegaknya kembali Khilafah Islamiyah.

Wahai kaum Muslim: Selayaknya kita jangan mau didekte oleh pihak asing atau tunduk pada negara-negara kafir, seperti Australia dan AS. Sebab, sikap tunduk pada negara-negara asing yang kufur adalah sikap yang sangat bertentangan dengan jatidiri kaum Muslim sebagai umat yang terbaik. Allah SWT berfirman:

]كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللهِ[

Kalian adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia; melakukan amar makruf nahi mungkar dan beriman kepada Allah. (QS Ali Imran [3]: 110).

Selain itu, sudah saatnya kaum Muslim, khususnya di Indonesia, mandiri. Semakin kaum Muslim di Indonesia tunduk pada tekanan asing, niscaya semakin kokoh pula cengkeraman itu atas negeri ini. Tidak ada cara lain kecuali rakyat Indonesia bersatu dan menolak segala campur tangan asing serta jangan mudah diadu-domba.

Wahai para penguasa: Waspadailah setiap sikap dan tindakan Australia yang turut mencampurri urusan dalam negeri Indonesia. Negara-negara besar, termasuk Australia, pada hakikatnya telah memproklamirkan diri sebagai 'sheriff' AS di Asia Pasifik, yang akan senantiasa mengobok-obok Indonesia agar tidak menjadi negara Muslim yang mandiri, kokoh, kuat, dan maju. Kasus terakhir (pemberian suaka pada aktivis pro-penglepasan Papua dari Indonesia) merupakan rangkaian panjang upaya Australia mencampuri dan mencabik-cabik bangsa ini. Untuk itu, sikap yang tegas terhadap Australia adalah memutuskan hubungan diplomatik dengannya dan hubungan yang lain. Janganlah kita bersikap 'lamban' dan 'lembek'. Janganlah pula kita tunduk pada kekuatan asing manapun. Ingatlah firman Allah SWT:

]وَلاَ تَرْكَنُوا إِلَى الَّذِينَ ظَلَمُوا فَتَمَسَّكُمُ النَّارُ وَمَا لَكُمْ مِنْ دُونِ اللهِ مِنْ أَوْلِيَاءَ ثُمَّ لاَ تُنْصَرُونَ[

Janganlah kalian tunduk kepada orang-orang yang zalim yang menyebabkan kalian disentuh api neraka. Sekali-kali kalian tiada mempunyai seorang penolong pun selain Allah, kemudian kalian tidak akan diberi pertolongan. (QS Hud [11]: 113).

Wahai kaum Muslim: Kami menyerukan kepada seluruh kaum Muslim-baik para ulama, cendekiawan, para pemimin ormas/parpol, para politisi, budayawan, para pengacara, para hartawan, para dosen maupun mahasiswa-agar waspada terhadap makar negara-negara asing yang ingin menggerogoti wilayah kita dengan menciptakan perpecahan di negeri Muslim ini. Marilah kita bersatu menghadapi makar itu dan mari kita berjuang untuk menjaga kesatuan negeri ini agar tidak semakin terpecah-belah. Allah SWT mewajibkan kita untuk mempertahankan keutuhan wilayah negeri-negeri Islam, termasuk Indonesia, bahkan memerintahkan kita untuk menyatukan seluruh negeri-negeri Islam yang lainnya dalam naungan Daulah Khilafah Islamiyah.

Kita sadar, perpecahan hanya akan semakin memperlemah Islam dan umatnya yang mengakibatkan langgengnya kezaliman. Kelemahan itulah yang diinginkan oleh negara-negara penjajah kafir. Pihak penjajah seperti AS, baik langsung ataupun melalui negara-negara yang menjadi agennya, akan terus berupaya mengerat-erat negeri Muslim. Indonesia adalah salah satu negara yang kini tengah berusaha dipecah-pecah oleh mereka.

Agar kaum Muslim menjadi umat yang kuat dan negeri-negeri Muslim menjadi negeri yang kokoh, tidak ada cara lain selain harus ada upaya dari kita semua untuk terus menyatukan diri dalam satu kesatuan dan satu kekuatan. Semua itu tidak mungkin terjadi kecuali kita harus menyatukan diri dalam satu institusi negara, yakni Khilafah Islamiyah, yang telah diwajibkan atas kita dan di-nubuwwah-kan oleh Rasul junjungan kita, Muhammad saw. Hanya dalam wadah Khilafahlah kaum Muslim sedunia tidak akan mudah dipecah-belah oleh kekuatan kafir manapun. Wallâhu a'lam bi ash-shawâb. []


KOMENTAR:
Dino (Jubir Kepresidenan, red.): Tak Akan Ada Pemutusan Hubungan (dengan Australia, red.) (Republika, 28/03/2006)
Muhammad Rasulullah itu bersikap keras terhadap kaum kafir dan berlaku lembut terhadap kaum muslim. (Lihat QS. Al-Fath [48]: 29)



YAHOO! GROUPS LINKS




Kirim email ke