Dear Kak Ratna,sukses selalu. Aku masih di Subussalam Aceh. --- On Wed, 7/23/08, ratna sarumpaet <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
From: ratna sarumpaet <[EMAIL PROTECTED]> Subject: [ac-i] MOHON RESTU To: artculture-indonesia@yahoogroups.com Date: Wednesday, July 23, 2008, 7:46 PM Tadi malam, 23 JULI 23, di GALERI CEMARA 6 telah berlangsung pameran lukisan dari 20 pelukis dengan tema, ART 4 DIGNITY. Pameran ini adalah Fund Raising pemenangan Ratna Sarumpaet maju sebagai Capres RI 2009. Lukisan yang dipamerkan itu sumbangan dari para pelukis dimaksud karena mereka tahu RS tidak punya uang seperti Capres-capres lainnya. Dalam acara Fund Raising itu berlangsung juga Dekarasi. Berikut Pidato politik saya dalam deklarasi tersebut. Mohon doa dan dukungannya. Salam, RS INDONESIA YANG PUNYA HARGA DIRI Apakah kehilangan terbesar bangsa Indonesia dalam kondisinya yang seburuk sekarang, terjajah oleh kekuatan asing, terpuruk secara ekonomi, korup, menuai hutang dan melahirkan kemiskinan? Hilangnya “harga diri bangsa”. Kegagalan Negara memahami dan menberdayakan kekayaan dan kekuatan bangsa, serta kesalahan Negara memaknai kebudayaan, adalah indikator kegagalan Negara memerdekakan rakyat dari belenggu ketidak adilan dan menjadi penyebab gagalnya Negara membendung terjadinya pergeseran budaya, tersingkirnya kearifan lokal, hilangnya nilai–nilai moral, harga diri, harkat dan martabat bangsa. Kebenaran menjadi sesuatu yang langka. Tatanan ideal yang dicita - citakan para pendiri bangsa bergeser dari akar (substansi) yang seharusnya, tercerabut dari tempatnya. Agama, media massa, dunia kampus yang seharusnya berdiri sebagai tonggak penjaga nilai, menjadi rancu, ditekan oleh desakkan kekuatan modal, menjadi komoditas politik ekonomi dan menjadi wahana selebritas. Tempat ibadah tak lagi menjadi tempat memperoleh kedamaian. Secara umum masyarakat menyikapi acuh tak acuh terhadap moral, namun sekaligus emosional. Penghormatan pada perbedaan yang menjadi salah satu prinsip agama pudar. Stabilitas nasional serta solidaritas berbangsa terancam. Kemajuaan teknologi komunikasi dan media massa yang di satu sisi kita butuhkan untuk kemajuan bangsa, justru mempercepat proses disintegrasi dan merangsang bermunculannya kecurigaan antar kaum. Masyarakat tak lagi menyadari perubahan perilakunya yang telah tercerabut dari akar budayanya sendiri. Budaya instan, konsumtif, budaya saling curiga dan budaya kekerasan seolah menjadi ciri masyarakat kita dan korban yang paling tragis dari merebaknya budaya kekerasan adalah kaum perempuan dan anak-anak. Seluruh kenyataan itu secara tragis ikut menabrak kepatutan tatanan politik dan menodai demokrasi. Demokrasi yang diperjuangkan dengan susah payah itu pada ahkirnya tidak lebih hanya menjadi alat melegitimasi kepentingan- kepentingan pemodal kuat dan kekuatan politik masa lalu yang dulu menyengsarakan rakyat. Demokrasi hanya menghasilkan negosiasi politik (uang) yang berimbas pada pelemahan hukum dan keadilan. Atas nama demokrasi orang-orang yang diduga terlibat dalam kejahatan ekonomi, hukum dan HAM - bebas mengejar puncak kekuasaan. Para konglomerat hitam bebas memasuki kebijakan-kebijakan pemerintah dan parlemen, Dan Pemilu pada akhirnya hanya menjadi ajang pesta pora elite yang memberikan mimpi dan janji - janji, tidak menjadi media aspirasi keinginan tertinggi rakyat - dan menyakitkan. Untuk itu, bagi seluruh bangsa Indonesia yang menginginkan bangsa ini kembali berdiri tegak dengan harga diri yang utuh, tidak ada jalan selain bangkit bersama. Bersama-sama kita koreksi semua kesalahan yang telah dilakukan selama ini, untuk tidak kembali terulang. Bersama-sama mendudukkan apa yang kedepan menjadi dasar kita berbangsa serta menegaskan bagaimana dan oleh siapa bangsa ini layak di kelola. Untuk itu harus ada keberanian dari semua pihak untuk menghentikan segala bentuk ke’aku’an, egoisme pribadi dan kelompok. Berhenti merasa diri paling kuat dan paling benar dan mau dengan rendah hati membuka mata betapa kenyataan bangsa yang kita cintai ini sudah terlalu buruk untuk seseorang atau sekelompok orang merasa pantas menepuk dada menganggap diri mampu menyelesaikan semua persoalan. Dan siapapun diatara anak-anak bangsa yang berniat maju untuk memimpin bangsa ini kedepan, siapapun, apapun sukunya, agamanya, tua atau muda, laki-laki atau perempuan, dia harus memiliki beberapa standart keberanian : 1. Keberanian untuk berhenti menjual dan menjaja-jajakan kemiskinan rakyat sebagai alat meraih kekuasaan - tanpa kemauan mengakui kalau kemiskinan yang menyudutkan mereka bermula dari miskinnya kemauan para penyelenggara Negara menjadikan bangsa ini menjadi bangsa yang mandiri. 2. Keberanian mengakui kalau kemiskinan kita secara ekonomi yang membuat kita sekarang ini menjadi bangsa yang kehilangan harga diri bermula dari kemiskinan moral, pupusnya nilai-nilai budaya, tersingkirnya kearifan local, miskinnya kesadaran para pemimpin bangsa menghargai kekayaan dan kekuatan kita sebagai bangsa. 3. Keberanian mengakui kalau selama puluhan tahun para penyelenggara negara bangsa ini sadar atau tidak telah mengabaikan kewajibannya tunduk pada UUD45 dan filosofi bangsa, Pancasila. Dalam pembukaan UUD45 jelas teruang “Melindungi seluruh bangsa Indonesia” bukan melindungi sekelompok bangsa Indonesia. “Melindungi seluruh tumpah darah Indonesia”, bukan menjual dan menggadaikannya ke pihak asing. 4. Keberanian mendahulukan harga diri bangsa diluar segala kepentingan, kepentingan pribadi, kepentingan kelompok terutama kepentingan asing. Untuk itu di hadapanmu semua, di hadapan seluruh rakyat Indonesia, dan seluruh anak-anak Indonesia yang hari keberadaannya dirayakan dalam “Hari Anak Nasional”, saya, Ratna Sarumpaet menyatakan “Demi Allah, saya memiliki keberanian itu”. Sesungguhnya keberanian itulah yang menggerakan saya, satu-satunya kekuatan yang mendorong saya berdiri disini pada hari ini, Rabu, 23 Juli 2009, menyatakan tekad saya maju sebagai Calon Presiden RI 2009-2014. Pertanyaannya kemudian, ketika nanti rakyat memilih Ratna Sarumpaet untuk memimpin bangsa ini dan Allah mengizinkannya, bagaimanakah Ratna akan mengelola bangsa ini hingga keinginannya memperjuangkan “Harga diri Bangsa” benar-benar terwukud? Kami telah mendirikan Akar Indonesia, sebuah organisasi massa yang akan bergerak mensosialisasikan dan mengajak seluruh masyarakat dari semua lapisan ikut menjadi bagian dan perjuangan mendukung Ratna Sarumpaet sebagai Presiden RI 2009 – 20014, untuk merebut kembali Harga Diri Bangsa. Sesuai aturan hukum - saya tentu harus maju melalui Partai. Partai yang manakah? Mungkin masih terlalu pagi menjawabnya sekarang. Namun saya percaya, di tengah melemahnya kepercayaan rakyat terhadap Partai-partai yang ada, di antara mereka pasti ada Partai yang masih bersih, yang punya ketulusan ingin membangun bangsa dan menghormati rakyat. Saat ini, Board Akar Indonesia bersama para akhli di bidangnya secara marathon sedang melakukan diskusi terfokus, merancang dan merumuskan pedoman, atau blue print, yang akan dijadikan sebagai dasar pengelolaan negara yang berpijak pada UUD45 dan Pancasila, demi menegakkan Harga diri Bangsa. Blue Print ini akan diterbitkan dalam bentuk buku “Indonesa Yang Punya Harga Diri” untuk disosialisasikan sebelum kampanye resmi Pilpres, 2009. Dengan kata kunci Harga Diri Bangsa, Blue Print ini akan merumuskan cara, langkah dan kebijakan yang akan diambil hingga bangsa ini secara politik, ekonomi, termasuk politik luar negeri, sosial budaya – menjadi bangsa yang berdaya, mandiri dan selanjutnya memiliki harga diri. Berikut beberapa contoh TOR dari persoalan yang dibahas dalam FDG. Tentang pendidikan dan generasi penerus misalnya. Bagaimanakah pendidikan akan di kelola hingga anak-anak bangsa ini tumbuh sebagai anak-anak yang memiliki budi pekerti, yang mandiri dan punya harga diri. Bagaimanakah kaum perempuan - sebagai penjaga kehidupan, yang melahirkan kehidupan, yang mendidik dan membesarkan anak-anaknya terlindungi dengan baik, karena hanya dari perempuan yang sehat, yang berpendidikan dan mandirilah kita bisa mengharapkan lahirnya anak-anak Indonesia yang sehat dan cerdas, yang selanjutnya memiliki kebanggaan sebagai anak-anak Indonesia. Puluhan tahun saya memilih duduk di samping rakyat, berdiri ditengah persoalan mereka dan terlatih melihat apa yang melukai mereka dan bagaimana negara melukai rakyatnya. Rakyat miskin yang diikuti sumbangan tunai dan belas kasihan dari negara maupun perorangan itu misalnya, adalah bentuk kekerasan negara yang telah merenggut harga diri mereka sebagai manusia. Penanganan negara terhadap korban Lapindo di Sidoarjo itu adalah bentuk paling kasar dari bagaimana Negara telah melecehkan kemanusiaan dan harga diri rakyatnya. Menjadi bangsa yang memiliki harga diri, adalah perjuangan semua bangsa. USA memperjuangkan harga diri bangsanya, Negara-negara maju lainnyapun demikian dan itu memang sudah semestinya. Globalisasi tidak semata persoalan pasar bebas dan adu kekuatan modal. Globalisasi juga tetang tanggung jawab menjaga kesetaraan atas hak setiap bangsa untuk mandiri dan punya harga diri. Dan kita akan memperjuangkan itu dengan kepala tegak, sekaligus berjuang menjadi rakyat yang mandiri dari kekayaan yang kita miliki yang belum diberdayakan maksimal, belum disentuh, bahkan belum dikenali. Keberagaman budaya yang kita miliki itu adalah kekuatan tertinggi kita sesungguhnya. Selama ini negara masih cenderung focus pada produk budaya bahkan mengeksploitasinya untuk kepetingan pasar. Tidak dihidupkan dan diberdayakan sebagaimana mestinya bahkan cenderung direpresi. Bagaimanakah keberagaman itu akan menjadi kegembiraan kita, bagaimanakah keberagaman itu menjadi kunci dari terjaganya moral dan rasa solidaritas kita, bahu membahu, gotong royong, juga akan dirumuskan dalam buku, “Indonesia Yang Punya Harga Diri”. SAHAM UNTUK HARGA DIRI BANGSA Akar Indonesia menerbitkan “Saham Untuk Harga Diri Bangsa”. Ide ini tidak semata ide penggalangan dana tetapi sekaligus alat membalik paradigma yang selama ini dibangun secara keliru dalam konteks menempatkan hak dan kewajiban rakyat/masyarakat. Dengan ‘saham’ ini Akar Indonesia akan mengajak seluruh masyarakat ikut bertanggung jawab dan mengambil bagian dalam membangun dan mejaga bangsanya. “Saham Untuk Harga Diri Bangsa” adalah upaya menolak apa yang selama ini diterapkan yakni mendudukkan rakyat sebagai penerima suap, masyarakat yang hanya menerima nasib, dan nasib itu hanya sebuah kaos dan selembar uang duapuluh ribu rupiah. Di lembar “Saham Untuk Harga Diri Bangsa” tersedia tiga ruang catatan dari pemilik saham tentang apa yang dia harapkan dari Ratna Sarumpaet kalau ia kelak memimpin bangsa ini. Dengan nominal Rp 1000,- (terkecil) dan Rp 5.000.000,- (terbesar) dan hak beli maksimal 100 lembar, adalah sebuah pernyataan terbuka bahwa rakyat/seluruh masyarakat adalah pemilik saham di negri ini. “Saham Untuk Harga Diri Bangsa” lahir dari sebuah kegelisahan melihat bangsa Indonesia yang semakin terpuruk, hancur, bangkrut, gagal dan telah tergadai harga dirinya serta kedaulatannya kepada asing dan pemilik modal. Kami percaya seluruh anak-anak bangsa di negeri ini tidak rela negeri ini bangkrut, hancur dan dijual kepada pihak lain. Karena itu kita akan membangunnya kembali dengan kekuatan kita sendiri. Modal yang kita miliki sangat besar dan kuat yakni rakyat kita sendiri. Rakyat masih memiliki ketulusan, kejujuran dan kesetiaan untuk membangun bangsa ini. Itulah modal sosial yang kita miliki untuk membangun kembali negeri ini. Itulah harga dan nilai saham yang ingin dijual. Siapapun yang ingin membeli saham ini, dia ingin menyelamatkan bangsanya. Saham ini adalah harga dari kemandirian bangsa. Hak pembeli saham adalah hak terkait dengan negeri ini, misalnya hak utk mendapatkan pelayanan yg baik, mendapatkan informasi tentang pajak, tentang hasil alam, mendapatkan pangan yang cukup dll. Itulah ide dibalik penjualan saham ini. Secara fulgar ide ini ingin menegaskan : “Indonesia menolak calon pemimpin negeri ini yang didukung kekuatan kapitalis yang akhirnya menguasai seluruh aset bangsa; Menolak calon pemimpin yang memperjuangkan kursi kekuasaan dengan uang haram dan uang yang datang dari dosa-dosa masa lalu”. SETIFIKAT SAHAM Sertifikat ini diterbitkan untuk memastikan bahwa nama yang tersebut di bawah ini telah mengambil bagian dalam upaya mengembalikan harga diri bangsa, turut memenangkan Ratna Sarumpaet menjadi Presiden Republik Indonesia Periode 2009-2014, dan telah terdaftar sebagai pembeli “Saham untuk Harga Diri Bangsa” senilai Rp ........ ( .... Rupiah) untuk sebanyak……..lembar SAHAM, yang masing-masing senilai Rp. 1000 (seribu rupiah) per SAHAM. Jakarta, 23 Juli 2008. Ratna Sarumpaet. Make the most of what you can do on your PC and the Web, just the way you want. Windows Live