" Anak muda berdiri tegak
menoleh ke kiri
menoleh ke kanan
membaca kehidupan
membuka rasa membuka jiwa
-------------------------------------------
Ambience Experiment
suasana menduga
menduga suasana
mati - hidup siapa tahu
Ambience Experiment
Tangan-tangan dikepalkan"

Rendra
Ubud, 15 April 2009

MENGGETARKAN  AMBIENCE  KEKUASAAN

Ada dua tema dalam konser  Ilham dan Wukir ( Ilwu ) kali ini. Yang pertama tema 
`lanjutan' Ilwu dalam mengolah hidup lewat kerja musiknya. Dalam tema ini, 
musik bagi Ilwu tidak sekedar kegenitan ketrampilan pengorganisasian tapi lebih 
pada kegairahan `berternak' bunyi layaknya seorang ahli biologi yang sedang 
mengutak-atik protein untuk bahan membuat bayi baru yang sekaligus juga punya 
misi.
Ilwu adalah salah satu dari jumlah yang sedikit seniman musik yang memiliki 
perhatian pada kerja laboratorium dan bengkel. Di tengah-tengah kecanggihan 
berbagai karya seni baru dengan berbagai dukungan teori, ketrampilan, relasi 
dan lobby, Ilwu tidak terlalu `greng' untuk mangapnggragas ke berbagai 
kenikmatan yang umum. Dari berkali-kali perbincangan dengan dia, selalu dan 
selalu yang dibicarakan adalah antara eksistensi dan esensi bunyi dan suara 
dalam hubungannya dengan benda-benda yang menjelma dan di sekitar kita.
Sering diam-diam saya kurang-ajar menyebut kerja semacam ini sebagai gerakan 
bawah tanah ideologi bunyi yang bersuara. Dari sebutan nakal ini bisa dengan 
mudah akhirnya menarik laras penghubung ke dalam tema kedua.
Tema kedua adalah wabah yang diderita masyarakat akibat kesurupan setan program 
kerja sehingga sering histeris dan bingung untuk mengambil keputusan dan 
menentukan skala prioritas sekaligus urut-urutan fungsi sesuatu.
Taman Budaya diubah fungsinya menjadi Balai Latihan Pelajar. Ibaratkanlah dalam 
sebuah rumah, WC ( tempat buang air seni ) diubah fungsi untuk ruang belajar 
dengan harapan anak-anak kelak menjadi anak yang cerdas dan pinter. Si anak pun 
lalu rajin belajar dan pinter meski satu hal yang meresahkan adalah tetangga 
yang prihatin melihat keluarga cerdas tadi selalu mandi, kencing dan berak di 
halaman.
Musik jika di letakan sebagai sosok kebudayaan, tentu sangat memerlukan nilai 
cerdas dan bernilai harta melimpah, tapi apakah lalu itu berarti kita bisa 
seenaknya menyimpulkan bahwa perenungan untuk tetap sadar sesadar-sadarnya 
sudah boleh dibuang ke tong sampah karena tidak diperlukan lagi?
Tulisan ini bisa diperpanjang dengan mengupas akibat-akibat serta analisa 
spekulatif yang melatari kenapa semua itu terjadi, tapi tentu tidak perlu 
karena saya berfikir yang penting adalah bagaimana menumbuhkan niat untuk tidak 
menjadikan kekuasaan sebagai satu-satunya cara menggulirkan kehidupan. Karena 
jenis kekuasaan semacam itu selain tidak tahan lama, tidak menenteramkan juga 
sebenarnya itu bukan hidup tapi pemuja kematian, kematian kebudayaan.
Sekarang kita nikmati saja aroma mata dan telinga Ilwu yang akan memberi tanda 
pada hal-hal yang tadi diungkapkan sebagai keadaan dan tanggapannya. Yuk, cak!

Embie C Noer

Jadwal pentas, Surabaya, 25-4-09 Taman Kota, Monumen Jend. Sudirman,20.00 WIB, 
26-4-09 Setasiun Kereta Api Gubeng, 16.00 WIB, 27-4-09 Balai Pemuda Belakang 
Masjid Pukul, 20.00 WIB, 28-4-09 Ex Musium Mpu Tantular Pukul, 19.30 WIB

Kirim email ke