Hebat...
 
'Two things are infinite: The Universe and Human Stupidity; and I'm not sure 
about the universe.'
- Albert Einstein 




________________________________
From: winwannur <winwan...@yahoo.com>
To: artculture-indonesia@yahoogroups.com
Sent: Saturday, September 5, 2009 18:31:32
Subject: [ac-i] Hubungan Indonesia-Malaysia; Tanggapan Kritis Untuk Franz 
Magnis Suseno

  
Di Kompas kemarin, di halaman opini. Saya membaca sebuah tulisan Franz Magnis 
Suseno, dosen filsafat di STT Driyakara yang membahas tentang ketersinggungan 
orang Indonesia terhadap Malaysia dan bagaimana seharusnya orang Indonesia 
menyikapinya.

Opini yang ditulis Romo Magnis di Kompas edisi 4 September 2009 ini berlawanan 
dengan arus utama opini masyarakat Indonesia saat ini, yang rata-rata 
tersinggung dan terusik rasa nasionalismenya dengan apa yang dilakukan Malaysia 
yang selama ini terus menerus seolah sengaja cari perkara dengan negara ini. 

Jika kebanyakan orang Indonesia termasuk anggota DPR RI ingin pemerintah 
bersikap keras terhadap Malaysia, Romo Magnis sebaliknya. Tawaran Romo Magnis 
sebagai solusi untuk masalah ini adalah solusi khas dari penganut kristen 
tipikal. "Kalau ada orang menampar pipi kanan, solusinya sodorkan pipi kiri". 

Untuk bangsa sebesar Indonesia dengan penduduk nomer 4 terbanyak di dunia. 
Menurut Romo Magnis, marah-marah hanya karena dihina seperti itu sangatlah 
tidaklah layak untuk dilakukan. Sebaliknya Romo Magnis menganjurkan, 
selesaikanlah masalah itu dengan sabar dan kepala dingin. 

Franz Magnis memberi contoh saat Soeharto menjadi presiden. Dia katakan, saat 
itu Indonesia tidak pernah berkata dengan kata keras dan justru dengan sikap 
seperti itu Malaysia hormat. Entah amnesia atau memang sengaja, tampaknya Franz 
Magnis sengaja mengaburkan fakta tentang sosok Soeharto mantan Presiden yang 
paling kejam sepanjang sejarah Indonesia itu. 

Soeharto memang tidak pernah dan tidak perlu berkata keras. Dia hanya perlu 
menebar senyum, karena semua orang tahu di balik senyumnya yang khas itu ada 
kekuatan militer besar yang sangat loyal dan patuh tanpa syarat kepadanya. Dia 
dengan mudah bisa menggerakkan kekuatan itu, semudah anak kecil menggerakkan 
mainan mobil-mobilan dengan remote control di tangan. Bandingkan dengan SBY 
yang jangankan militer, bahkan dalam politik saja pun di negara ini banyak 
musuhnya. SBY baru mau mellibatkan TNI dalam menangani teror saja kecaman sudah 
muncul dari mana-mana. Jadi kalau SBY mau bergaya meniru-niru gaya Soeharto, ya 
diludahi orang.

Well, terlepas dari soal Soeharto, anjuran Romo Magnis memang bisa kita 
terapkan terhadap beberapa kasus dan terbukti manjur. 

Misalnya jika anda yang pendatang kebetulan berkunjung ke Bali, bukan sebagai 
turis. Anda bisa jadi mengalalami pengalaman tidak menyenangkan ditangkap dan 
diperlakukan tidak enak oleh 'Pecalang' (Hansip Adat). Jika mengalami hal 
seperti ini di Bali, saran saya akan sama seperti cara yang disarankan Romo 
Magnis, lebih baik selesaikan masalah itu secara diplaomatis. Hubungi ketua 
pecalangnya atau langsung usahakan berbicara dengan 'klian' adat setempat. 

Meskipun anda mungkin Preman terkenal dan ditakuti di kampung asal anda, tapi 
dalam menghadapi situasi ini. Mengajak konfrontasi 'pecalang Bali, sangat tidak 
saya anjurkan. Kecuali anda punya ilmu tahan pukul dan ilmu kebal atau siap 
mental di'massa' orang 'sebanjar'.

Tapi anjuran seperti tersebut di atas bukanlah obat ajaib yang manjur untuk 
segala kasus, situasi dan kondisi. Untuk kasus yang berbeda, kadang-kadang cara 
seperti yang dianjurkan Romo Magnis ini sama sekali tidak efektif, malah 
menjadi kontra produktif.

Saya secara pribadi pernah mengalami musibah yang tidak perlu karena 
berbaik-baik seperti saran favorit Romo Magnis ini. 

Saat itu saya baru pindah ke kompleks perumahan yang saya tinggali sekarang. 
Untuk menuju ke rumah saya, saya harus melewati sebuah rumah yang memiliki 
seekor anjing buras alias anjing kampung yang selalu mengonggong keras kepada 
siapapun yang melintas di depan rumah majikannya itu. Kalau orang yang 
digonggong ketakutan kadang anjing kampung berkulit belang ini tidak 
segan-segan mengejar sampai orang yang dikejar berteriak-teriak ketakutan. 
Warga di kompleks tempat saya tinggal sebenarnya cukup resah dengan keberadaan 
anjing itu di kompleks kami. 

Istri dan anak saya sering sangat ketakutan ketika harus melewati rumah itu 
menuju rumah kami. Ketika keluhan itu saya sampaikan kepada pemilik anjing 
dengan enteng dia bilang "Anjing saya itu memang senang bercanda".

Karena 'diplomasi' dengan pemilik anjing itu tidak berhasil. Karena istri saya 
sangat ketakutan setiap kali melewati rumah itu, sayapun secara resmi 
melaporkan masalah ini kepada ketua RT yang merupakan penguasa tertinggi di 
kompleks kami. Tapi ketua RT kami yang secara penampilan luar sangat perlente 
dan berwibawa ini sama sekali tidak dapat memberi solusi yang memuaskan.

Suatu kali istri saya pulang bersepeda dan melewati rumah itu, dan seperti 
biasa anjing itupun menggonggong dengan keras dan seperti biasa pula istri 
sayapun menjerit panik tidak kalah kerasnya. Sialnya kali ini anjing ini tidak 
hanya menggonggong tapi juga mengejar istri saya, istri saya yang panik dan 
ketakutan memacu sepedanya dengan kencang dan saat berbelok menuju persimpangan 
rumah saya, istri saya tidak dapat mengendalikan sepedanya dan jatuh 
terjerembab. Melihat istri saya terjatuh, anjing itu menggonggong kencang dan 
kemudian melenggang pulang dengan santainya. Istri saya pulang ke rumah sambil 
menuntun sepeda.

Ketika istri saya masuk ke rumah, dia menangis sambil mengatakan dia habis di 
kejar anjing. Saya yang sedang santai nonton TV kaget melihat keadaanya yang 
babak belur dengan darah mengalir dari sikut dan lututnya yang kotor terkena 
debu, bahkan levi's kesayangan istri saya yang ia pakai hari itu juga ikut 
robek. 

Melihat itu tanpa pikir panjang lagi saya mengambil linggis dan mendatangi 
rumah tempat anjing itu tinggal. Saat saya tiba, anjing itu sedang duduk santai 
di dalam teras rumah pemiliknya yang berpagar tinggi. Melihat saya, anjing itu 
seperti biasa mengonggong. Saya tidak mempedulikan gonggongannya langsung masuk 
ke dalam pagar rumah itu dan menutup rapat gerbangnya. Kemudian mulai memukuli 
anjing itu dengan linggis yang saya bawa. 

Saat saya saya pukuli, secara naluriah anjing itu berusaha lari keluar, tapi 
usahanya sia-sia, karena pagarnya telah saya tutup rapat. Pemiliknya yang 
keluar dari dalam rumah mendengar keributan di terasnya menjerit-jerit melihat 
anjing kesayangannya saya pukuli dengan linggis berbahan besi ulir sebesar 
jempol kaki. Tapi dia hanya bisa menjerit dan tidak dapat berbuat lebih dari 
itu. 

Saat saya memukuli anjing itu awalnya suaranya 'kaing-kaing' nya demikian 
kencang, tapi lama kelamaan anjing itu hanya mampu mengeluarkan suara rintihan 
lemah ' ing' 'ing'. Saya berhenti ketika tangan saya terasa sangat lelah dan 
tidak sanggup lagi mengangkat linggis untuk memukul. Hebatnya anjing itu tidak 
mati.

Setelah kejadian hari itu, setiap saya lewat di depan rumah majikannya anjing 
itu tetap menggonggong, tapi kalau saya menghentakkan kaki sedikit dia langsung 
lari terkaing-kaing. Kadang-kadang di depan pemiliknya anjing itu tetap 
'ngelunjak' menggonggongi saya seolah dia sudah jadi serigala lagi. Setiap kali 
kejadian seperti itu terjadi, saya kembali ke rumah itu dengan membawa linggis 
dan anjing itu kembali saya pukuli sampai akhirnya kalau melihat saya dalam 
jarak 200 meter saja, tanpa saya apa-apakan pun anjing itu langsung 
terkaing-kaing sendiri dan panik mencari tempat sembunyi. 

Coba ini saya lakukan dari awal tanpa perlu coba-coba berbaik-baik mencoba 
jalan 'diplomasi', istri saya tidak perlu lecet berdarah-darah dan mendapati 
celana kesayangannya rusak.

Nah untuk kasus Malaysia, cara mana yang paling efektif untuk kita lakukan. 

Jangan buru-buru kita simpulkan, mari kita putuskan sesuai dengan kondisi 
piskologis mereka. Untuk mengetahui kondisi psikologis bangsa yang oleh anggota 
DPR RI Yusron Ihza Mahendra sebagi bangsa umang-umang karena tidak memiliki 
badan ini, kita bisa mengujinya berdasarkan data dan pengalaman yang ada.

Berdasarkan hasil yang kita uji itu, kita akan mengetahui apakah cara terbaik 
menghadapi mereka adalah sarannya Romo Magnis yang efektif menghadapi 
'Pecalang' Bali atau justru malah lebih pas mengguanakan cara saya seperti yang 
saya praktekkan ketika menghadapi anjing kampung yang arogan yang ada di 
komleks perumahan tempat saya tinggal. 

Mari kita lihat.

Dulu Indonesia pernah protes baik-baik soal perlakuan mereka yang tidak 
manusiawi terhadap TKI, apa kata mereka , mereka punya hukum sendiri yang 
mengatur itu dan sebagai negara berdaulat mereka tidak ingin proses hukum 
negara mereka diintervensi. Saat jalur diplomasi digunakan untuk memprotes 
panggilan 'Indon' yang sangat melecehkan yang mereka pakai untuk meyebut warga 
negeri ini, apa yang mereka katakan "Oh...itu cume panggilan singkat supaye 
mudah diucapkan saje".

Kemudian berbagai kasus berlanjut, wasit karate yang merupakan utusan resmi 
negara ini yang datang berkunjung atas undangan mereka dipukulli oleh para 
militer negara itu yang memang khusus dibuat untuk mengejar-ngejar TKI. 
Indonesia yang kata Romo Magnis negara besar yang tidak perlu menunjukkan 
kebesarannya dengan cara marah-marah ini mendekati mereka manis-manis, 
seolah-olah mereka itu memang manusia normal. Yang terjadi malah mereka makin 
bertingkah pating petita-petiti.

Lihat lagi kemudian mereka mengklaim lagu orang ambon sebagai milik mereka, 
karena merasa tidak terlalu diseriusi kelancangan mereka berlanjut dengan 
meng-klaim reog Ponorogo. Mereka dengan jumawa menghambat penyebaran lagu-lagu 
karya musisi Indonesia di negara yang dipenuhi artis-artis tidak kreatif itu, 
menulis berbagai artikel di koran mereka supaya warganya membenci musik 
Indonesia. Begitu juga soal Blok Ambalat, waktu Indonesia masih petita-petiti 
sok-sokan main "diplomasi" sama melayu-melayu OKB itu; maka koran-koran 
merekapun pun isinya dipenuhi sikap-sikap pating petita-petiti seperti mereka 
itu sudah jadi negara super power di kawasan ini. 

Tapi lihat waktu Pemerintah Indonesia tegas melarang pengiriman TKI, negara 
apartheid inipun kelabakan menyelesaikan beberapa proyek di negara mereka dan 
melayu-melayu tidak tahu diri itupun mulai menjilat-jilat pejabat Indonesia 
yang berkunjung ke sana, bahkan ada pejabat yang datang disambut dengan karpet 
merah segala. Semua mereka lakukan supaya Indonesia mau membuka kembali kran 
pengiriman TKI.

Lalu lihat pula ketika SBY mulai terus terang menunjukkan ketersinggungan orang 
Indonesia atas apa yang mereka lakukan. Perdana menterinya langsung datang 
merangkul SBY di Jakarta.

Jadi kesimpulannya, mentalitas orang Malaysia itu seperti mentalitas anjing 
kampung. Psikologinya orang Malaysia ya seperti psikologi anjing kampung di 
kompleks perumahan tempat saya tinggal, yang saya pukuli babak belur dengan 
linggis besi ulir sebesar jempol kaki. 

Orang Malaysia itu memang perlu dihina, dikasari dan dinista. Nggak perlu 
dirangkul-rangkul dan pura-pura bersikap seolah-olah mereka bukan bangsa 
impoten saja.

Terakhir untuk Franz Magnis Suseno, kalau anda mau memberi pipi kiri untuk 
ditampari melayu-melayu gila itu, silahkan berikan pipi anda sendiri. Nggak 
perlu ngajak-ngajak kami, apalagi sampai mengatasnamakan Indonesia segala.

Wassalam

Win Wan Nur
www.winwannur. blog.com
www.winwannur. blogspot. com





      Get your new Email address!
Grab the Email name you&#39;ve always wanted before someone else does!
http://mail.promotions.yahoo.com/newdomains/aa/

Kirim email ke