ASAHAN:

                PERPISAHAN TERAHIR DENGAN ALMARHUM  SLAMET RACHMAT


Tadi siang 2 Agustuds 2010 di pemakaman Westgaarde -Amsterdam, telah 
berlangsung perpisahan terahir dan upacara     pemakaman jenazah bung Slamet 
Rachmat. Sebagaimana biasanya para pengantar berdatangan dari berbagai tempat 
di Belanda bahkan juga dari luar Belanda seperti dari Jerman, Prancis dan dari 
tempat-tempat lainnya di Eropah. Begitu banyak pengantar hadir dalam upacara 
pemakaman. Sangat berlainan dengan ucapan-ucapan belasungkawa melalui internet 
atau Mailing-List yang tidak begitu banyak dapat terbaca tapi yang hadir ke 
pemakaman sangatlah banyak. Orang Indonesia rupanya belum begitu terbiasa 
mengucapakan belasungkawa atau turut berduka cita melalui Internet atau e-mail. 
Tapi anehnya kalau ada tokoh nasional atau tokoh-tokoh lainnya yang terkenal, 
ucapan belasungkawa berdatangan begitu banyak muncul di Internet bahkan dari 
orang-orang yang tidak mengenal secara pribadi tokoh yang meninggal. Apakah ini 
sebuah kebiasaan yang tidak adil atau bahkan kebiasaan latah bila seorang tokoh 
terkenal atau tokoh nasional yang meninggal maka seolah berlomba-lomba 
mengucapkan turut berduka cita padahal tidak pernah mengenal secara pribadi 
ataupun pernah dekat dengan tokoh yang baru meninggal. Tapi bila seorang teman 
yang biasa saja  yang meninggal maka cukup datang ke upacara pemakaman dan 
sangat jarang mengucapkan belasungkawa di Internet meskipun punya komputer. 
Kebiasaan demikian tentu saja tidak bisa dibilang kebiasaan jelek dan harus 
dicela tapi juga bukan kebiasaan berkebudayaan yang bisa dinilai tinggi karena 
terasa kurang adil dan pilih kasih terhadap yang baru pergi untuk 
selama-lamanya. Padahal pada ketika manusia itu telah mati maka antara si mati 
mempunyai kesamaan yang mutlak tidak pandang siapa dia ketika masih hidup, 
musuh maupun teman, kaya atau miskin, terkenal ataupun manusia biasa saja.

Namun menyaksikan para hadirin yang mengantar jernazah bung Salamet Rachmat 
tadi siang sungguh mengesankan. Hampir semua teman-teman bung Slamet Rachmat 
yang pernah bersama-sama melakukan tugas di Vietnam di masa lalu tampak hadir 
dengan para istri-istri mereka(istri Vietnam)  bersama anak-anak mereka yang 
bahkan datang dari Perancis. Tapi yang paling berkesan dan paling mengharukan 
bagi saya adalah ketika putri tunggal bung Slamet Rachmat mengucapkan kata-kata 
perpisahan untuk ayahnya: Ravina Rachmat (lahir di Vietnam pada tahun 1970) 
tampil ke podium belasungkawa dengan kata-kata perpisahan yang begitu 
mengharukan yang yang diucapkan dalam bahasa Indonesia yang sempurna, dengan 
aksen Indonesia yang brillian, penuh keharuan, penuh kebanggaan terhadap 
seorang ayah yang pernah membesarkan dan mendidiknya yang diucapkan begitu 
wajar tanpa melankolik, tanpa terganggu oleh serangan emosi keharuan dan tetap 
terucap dengan jelas dan lantang serta lancar. Dan ketika Ravina Rachmat 
menterjemahkanya sendiri kata-kata perpisahannya dalam bahasa Belanda, 
kekaguman dan keharuan saya menjadi bertambah. Sungguh perfek bahasa 
Belandanya, bahkan terdengar bigitu puitis, begitu mencengkam, begitu jelas 
terucap dan begitu wajarnya. Belum pernah saya mendengar kata ucapan perpisahan 
dari seorang putra atau putri almarhun begitu mengharukan, begitu indah dan 
begitu mencengkam hati sanubari orang-orang yang hadir seperti yang diucapkan 
Ravina Rachmat tadi siang. Bung Slamet Rachmat telah meninggalkan seorang putri 
yang begitu cerdas, begitu mencintai dirinya, begitu tulus dan begitu penuh 
kewajaran . Masih berapa banyakkah mutiara-mutiara yang  dipunyai masyarakat 
Indonesia di Luar negeri?. Saya tidak tahu. Tapi yang pasti tidaklah banyak dan 
sangat jarang bisa ditemukan. Dan begitu ditemukan, spontan membuat setiap 
orang bangga menjadi orang Indonesia.
ASAHAN.



Kirim email ke