PENGERTIAN DAN HUKUM SHALAT TAHAJJUD

Oleh
Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas
http://www.almanhaj.or.id/content/2358/slash/0

Shalat Tahajjud (Qiyaamul Lail) adalah shalat sunnah yang dilakukan seseorang 
setelah ia bangun dari tidurnya di malam hari meskipun tidurnya hanya sebentar. 
Sangat ditekankan apabila shalat ini dilakukan pada sepertiga malam yang 
terakhir karena pada saat itulah waktu dikabulkannya do’a.

Hukum shalat Tahajjud adalah sunnah muakkadah (sunnah yang sangat ditekankan). 
Shalat sunnah ini telah tetap berdasarkan dalil dari Al-Qur-an, Sunnah 
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, dan ijma’ kaum Muslimin.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.

"Mereka sedikit sekali tidur di waktu malam; dan di akhir-akhir malam mereka 
memohon ampun (kepada Allah)." [Adz-Dzaariyaat: 17-18]

Allah Ta’ala berfirman.

"Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya, sedang mereka berdo’a kepada 
Rabb-nya dengan rasa takut dan harap, dan mereka menafkahkan sebagian dari 
rizki yang Kami berikan kepada mereka. Seorang pun tidak mengetahui apa yang 
disembunyikan untuk mereka yaitu (bermacam-macam nikmat) yang menyedapkan 
pandangan mata, sebagai balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan." 
[As-Sajdah: 16-17]

Allah ‘Azza wa Jalla berfirman.

"(Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang 
beribadah di waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada 
(adzab) akhirat dan mengharapkan rahmat Rabb-nya?..." [Az-Zumar: 9]

Dan Allah Tabaaraka wa Ta’ala berfirman.

"Dan pada sebagian malam hari shalat Tahajjud-lah kamu...." [Al-Israa’: 79]

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

"Shalat yang paling utama setelah shalat yang fardhu adalah shalat di waktu 
tengah malam.” [1]

Keistimewaan Shalat Tahajjud
Shalat Tahajjud memiliki sekian banyak keutamaan dan keistimewaan sehingga 
seorang penuntut ilmu sangat ditekankan untuk mengerjakannya. Di antara 
keistimewaannya adalah.

[1]. Shalat Tahajjud adalah sebaik-baik shalat setelah shalat fardhu. 
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

"Sebaik-baik puasa setelah (puasa) Ramadhan adalah puasa di bulan Allah, 
Muharram, dan sebaik-baik shalat setelah shalat yang fardhu adalah shalat 
malam.” [2]

[2]. Shalat Tahajjud merupakan kemuliaan bagi seorang Mukmin. 
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

"Malaikat Jibril mendatangiku, lalu berkata, ‘Wahai Muhammad, hiduplah 
sekehendakmu karena kamu akan mati, cintailah seseorang sekehendakmu karena 
kamu akan berpisah dengannya, dan beramallah sekehendakmu karena kamu akan 
diberi balasan, dan ketahuilah bahwa kemuliaan seorang Mukmin itu ada pada 
shalat malamnya dan tidak merasa butuh terhadap manusia.” [3]

[3]. Kebiasaan orang yang shalih.
[4]. Pendekatan diri kepada Allah Ta’ala.
[5]. Menjauhkan dosa.
[6]. Penghapus kesalahan.

Keempat keutamaan ini (poin 3-6) terangkum dalam sabda Rasulullah shallallaahu 
‘alaihi wa sallam.

"Hendaklah kalian melakukan shalat malam karena ia adalah kebiasaan orang-orang 
shalih sebelum kalian, ia sebagai amal taqarrub bagi kalian kepada Allah, 
menjauhkan dosa, dan penghapus kesalahan.” [4]

[7]. Shalat malam adalah wasiat yang pertama kali Rasulullah shallallaahu 
‘alaihi wa sallam sampaikan kepada penduduk Madinah ketika beliau memasukinya. 
Beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

"Wahai manusia! Sebarkanlah salam, berilah makan, sambunglah silaturahmi, dan 
shalatlah di malam hari ketika orang lain sedang tidur, niscaya kalian akan 
masuk Surga dengan selamat.” [5]

[8]. Shalat malam sebagai sebab diangkatnya derajat seseorang. Rasulullah 
shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ketika ditanya tentang tingkatan dalam 
derajat.

"Memberi makan, ucapan yang santun, dan shalat di malam hari ketika orang lain 
tidur.” [6]

[9]. Dapat menguatkan hafalan Al-Qur-an, membantu bangun untuk shalat Shubuh, 
mencontoh generasi terdahulu, dan lainnya.

Shalat Tahajjud Rasulullah
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah meninggalkan shalat 
Tahajjud, baik ketika beliau sedang mukim maupun sedang safar. ‘Aisyah 
radhiyaallahu ‘anha pernah berkata, “Apabila Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa 
sallam melakukan shalat (malam), beliau berdiri hingga telapak kakinya 
merekah.” Lalu ‘Aisyah radhiyallaahu ‘anha berkata, “Kenapa engkau melakukan 
semua ini. Padahal Allah Ta’ala telah mengampuni dosa-dosamu yang telah lalu 
dan yang akan datang?” Lalu beliau menjawab.

“Wahai ‘Aisyah, apakah tidak layak aku menjadi hamba yang banyak bersyukur.” [7]

Shalat Tahajjud Para Salafush Shalih
Diriwayatkan dari Abu Qatadah (wafat th. 54 H) radhiyallaahu ‘anhu, ia berkata, 
“Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah keluar pada suatu malam, tiba-tiba 
beliau bertemu dengan Abu Bakar radhiyallaahu ‘anhu yang sedang mengerjakan 
shalat dengan melirihkan suaranya.” Abu Qatadah berkata, “Kemudian beliau 
bertemu dengan ‘Umar yang sedang mengerjakan shalat dengan mengeraskan 
suaranya. “ Abu Qatadah berkata, “Tatkala keduanya berkumpul di sisi Nabi 
shallallaahu ‘alaihi wa sallam, beliau berkata kepada keduanya, ‘Wahai Abu 
Bakar, aku telah melewatimu ketika engkau sedang shalat dan engkau melirihkan 
suaramu.’ Abu Bakar berkata, ‘Sesungguhnya aku telah memperdengarkan kepada 
Rabb yang aku bermunajat kepada-Nya, wahai Rasulullah.’” Abu Qatadah berkata, 
“Kemudian beliau bertanya kepada ‘Umar, ‘Aku telah melewatimu, ketika itu 
engkau sedang mengerjakan shalat dengan mengeraskan suaramu.’” Abu Qatadah 
berkata, “Lalu ‘Umar menjawab, ‘Wahai Rasulullah, aku telah membangunkan 
orang-orang yang sedang tidur terlelap dan mengusir syaitan.’ Lalu Nabi 
bersabda, ‘Wahai Abu Bakar, keraskan suaramu sedikit.’ Dan berkata kepada 
‘Umar, ‘Wahai ‘Umar, lirihkan suaramu sedikit."[8]

Diriwayatkan dari Zaid bin Aslam (wafat th. 136 H) rahimahullaah bahwa ‘Umar 
radhiyallaahu ‘anhu melakukan shalat malam dalam waktu yang cukup lama hingga 
di akhir malam beliau membangunkan keluarganya untuk melakukan shalat. Beliau 
berkata, “Shalatlah kalian! Shalatlah kalian!” Kemudian beliau membaca ayat 
berikut

"Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu 
dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rizki kepadamu, Kamilah yang memberi 
rizki kepadamu. Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa.' 
[Thaahaa: 132]” [9]

Diriwayatkan dari Ibnu Sirin rahimahullaah, ia berkata, “Isteri ‘Utsman berkata 
ketika beliau terbunuh, ‘Sungguh kalian telah membunuhnya. Sesungguhnya ia itu 
(‘Utsman bin ‘Affan, wafat th. 35 H) selalu menghidupkan malamnya dengan 
Al-Qur-an (dalam shalat malam).’” [10]

Diriwayatkan bahwa Dhirar bin Dhamrah al-Kinani rahimahullaah menyifati ‘Ali 
bin ‘Abi Thalib radhiyallaahu ‘anhu ketika ia dipanggil oleh Amirul Mukminin 
Mu’awiyah bin Abi Sufyan radhiyallaahu ‘anhuma, ia mengatakan, “Beliau (‘Ali) 
tidak merasa gembira dengan dunia dan gemerlapnya dan beliau merasa gembira 
dengan malam dan kegelapannya. Aku bersaksi kepada Allah, sesungguhnya aku 
pernah melihatnya pada beberapa kesempatan ketika malam telah gelap dan bintang 
telah tenggelam, beliau telah berdiri miring di tempat shalatnya sambil meraba 
jenggotnya dan menangis seperti orang yang ditimpa kesedihan. Maka seakan-akan 
aku mendengarnya mengatakan, ‘Wahai Rabb, wahai Rabb,’ dengan penuh permohonan 
kepada-Nya.” [11]

Abu ‘Utsman an-Nahdi rahimahullaah mengatakan, “Aku pernah bertamu pada Abu 
Hurairah radhiyallaahu ‘anhu selama tujuh hari. Ternyata dia, isterinya, dan 
pembantunya membagi malam menjadi tiga. Apabila yang satu telah shalat, lalu 
membangunkan yang lain.” [12]

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda mengenai diri 
‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallaahu ‘anhuma.

"Sebaik-baik orang adalah ‘Abdullah, seandainya ia mau shalat malam.” [13]

Sesudah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda demikian, ia tidak 
banyak tidur di waktu malam. Sebagian besar malamnya ia pergunakan untuk shalat 
dan memohon ampun kepada Allah Ta’ala. Terkadang ia melakukannya hingga 
menjelang sahur. Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada isteri 
beliau, Hafshah, “Sesungguhnya saudaramu (Ibnu ‘Umar) seorang yang shalih.” [14]

Ibnu ‘Abbas radhiyallaahu ‘anhuma mengatakan, “Aku pernah shalat (malam) di 
belakang Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam di akhir malam, lalu beliau 
mengarahkan diriku sejajar dengannya. Tatkala selesai aku berkata, “Apakah 
pantas bagi seseorang jika ia melakukan shalat sejajar denganmu, padahal engkau 
adalah utusan Allah.’ Lalu beliau berdo’a kepada Allah agar Dia memberikan 
kepadaku tambahan pemahaman dan ilmu.” [15]

Mengenai firman Allah Ta’ala, “Mereka sedikit sekali tidur di waktu malam.” 
Al-Hasan al-Bashri rahimahullaah berkata, “Mereka hanya sebentar tidur di waktu 
malam.” Dan mengenai firman-Nya, “Dan di akhir malam mereka memohon ampun.” 
[Adz-Dzaariyaat: 17-18] Al-Hasan berkata, “Mereka memanjangkan shalat hingga 
waktu sahur, kemudian mereka berdo’a dan merendahkan diri.” [16]

‘Ali bin al-Husain bin Syaqiq rahimahullaah mengatakan, “Tidak pernah kulihat 
orang yang lebih pas bacaanya daripada Ibnul Mubarak. Tidak ada yang lebih baik 
bacaannya dan lebih banyak shalatnya daripada dia. Dia shalat disepanjang 
malam, baik dalam perjalanan (safar) maupun yang lainnya. Dia mentartilkan 
bacaan dan memanjangkannya, dia sengaja meninggalkan tidur agar orang lain 
tidak mengetahuinya saat ia shalat.” [17]

Yahya bin Ma’in rahimahullaah mengatakan, “Aku belum pernah melihat seorang pun 
yang lebih utama daripada Waki’ bin al-Jarrah rahimahullaah, dia tekun 
melakukan shalat, menghafalkan banyak hadits, sering shalat malam, dan banyak 
berpuasa.” Puteranya, Ibrahim, berkata, “Ayahku shalat malam dan semua penghuni 
rumah, sampai pembantu kami, juga ikut shalat.” [18]

[Disalin dari buku Menuntut Ilmu Jalan Menuju Surga “Panduan Menuntut Ilmu”, 
Penulis Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka At-Taqwa, PO BOX 264 – 
Bogor 16001 Jawa Barat – Indonesia, Cetakan Pertama Rabi’uts Tsani 1428H/April 
2007M]
__________
Foote Notes
[1]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Muslim (no. 1163 (203)), dari Shahabat 
Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu.
[2]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Imam Muslim (no. 1163 (203)), dari 
Shahabat Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu.
[3] Hadits hasan: Diriwayatkan oleh al-Hakim (IV/325), dishahihkannya dan 
disepakati adz-Dzahabi, sanadnya dihasankan oleh al-Mundziri dalam at-Targhiib 
wat Tarhiib (I/640). Beliau menisbatkan hadits ini kepada ath-Thabrani dalam 
al-Ausath, dan Imam al-Haitsami memberi isyarat tetapnya sanad ini dalam 
kitabnya Majma’uz Zawaa-id (II/253) dan menisbatkannya kepada ath-Thabrani 
dalam al-Ausath. Hadits ini dihasankan oleh Syaikh al-Albani dalam Silsilah 
ash-Shahiihah (no. 831) dan beliau menyebutkan tiga jalan periwayatan: dari 
‘Ali, Sahl, dan Jabir radhiyallaahu ‘anhum. 
[4]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Imam at-Tirmidzi (no. 3549), al-Hakim 
(I/308), dan al-Baihaqi (II/502), lafazh ini milik al-Hakim, dari Shahabat Abu 
Umamah al-Bahili radhiyallaahu ‘anhu.
[5]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Imam Ahmad (V/451), at-Tirmidzi (no. 
2485), Ibnu Majah (no. 1334, 3251), al-Hakim (III/13), ad-Darimi (I/340), dan 
selainnya, dari Shahabat ‘Abdullah bin Salam radhiyallaahu ‘anhu. Lihat 
Silsilah ash-Shahiihah (no. 569).
[6]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Imam Ahmad (V/243), at-Tirmidzi (no. 
3235), dan al-Hakim (I/521), dari Shahabat Mu’adz bin Jabal radhiyallaahu 
‘anhu. Lihat Shahiih Sunan at-Tirmidzi (III/99, no. 2582).
[7]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 4837) dan Muslim (no. 
2820), lafazh ini milik Muslim
[8]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Abu Dawud (no. 1329), at-Tirmidzi (no. 
447), dan al-Hakim (I/310), lafazh ini milik Abu Dawud.
[9]. Muwaththa’ Imam Malik (I/117, no. 5), Tafsiir ath-Thabari (III/840, no. 
24461), dan Tafsiir Ibni Katsir (III/189).
[10]. Kitab az-Zuhd (no. 671), karya Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullaah.
[11]. Hilyatul Auliyaa’ (I/126, no. 261).
[12]. Al-Ishaabah fii Tamyiizish Shahaabah (IV/209).
[13]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 1122, 1157), Muslim (no. 
2479), Ahmad (II/146), dan ad-Darimi (II/127).
[14]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Muslim (no. 2478) dan at-Tirmidzi (no. 
3825).
[15]. Siyar A’laamin Nubalaa’ (III/338).
[16]. Kitab az-Zuhd (no. 1487), karya Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullaah.
[17]. Kitaab Jarh wat Ta’diil (I/266).
[18]. Shifatush Shafwah (II/723, no. 453). 

_________________________________________________________________
Easily manage multiple email accounts with Windows Live Mail!
http://www.get.live.com/wl/all


Website anda: http://www.assunnah.or.id & http://www.almanhaj.or.id
Website audio: http://assunnah.mine.nu
Berhenti berlangganan: [EMAIL PROTECTED]
Ketentuan posting : http://milis.assunnah.or.id/mlbios.php/aturanmilis/ 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/assunnah/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/assunnah/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    mailto:[EMAIL PROTECTED] 
    mailto:[EMAIL PROTECTED]

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 

Kirim email ke