ADA APA DI BALIK GEMPA TSUNAMI ?

Oleh
Syaikh. Prof. Dr. Abdurrazzak bin Abdul Muhsin Al Badr
http://almanhaj.or.id/content/2880/slash/0/ada-apa-di-balik-gempa-tsunami/

Segala puji bagi Allah, kita memuji-Nya, memohon pertolongan, ampunan dan 
bertaubat kepada-Nya. Kita berlindung kepada Allah dari kejahatan diri dan 
kejelekan amalan kita. Barang siapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka tidak 
ada yang bisa menyesatkannya. Dan barang siapa disesatkan Allah, maka tidak ada 
yang bisa memberinya petunjuk. Aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang 
berhak disembah selain Allah, tidak ada sekutu baginya. Dan aku bersaksi bahwa 
Muhammad adalah hamba dan rasul-Nya, pilihan dan kekasih-Nya, yang Dia percayai 
untuk menyampaikan wahyu dan syariat-Nya kepada umat manusia. Semoga shalawat 
Allah dan salam-Nya senantiasa tercurah kepada beliau, serta semua keluarga dan 
sahabatnya.

Kaum mukminin dan para hamba Allah… Bertakwalah kepada Allah karena 
sesungguhnya orang yang bertakwa kepadaNya akan dijaga dan dibimbing oleh-Nya 
kepada kebaikan urusan dunia dan akhirat.

Belakangan ini dunia seisinya membicarakan sebuah peristiwa besar, yaitu gempa 
dahsyat yang karenanya bumi tergoncang hebat, dia berasal dari satu pulau 
(Sumatera-Aceh.-admin) di Indonesia.

Akibatnya bumipun bergoncang dahsyat kemudian timbul setelahnya badai besar 
Tsunami dan angin topan yang melumat berbagai kota dan banyak desa. Bahkan 
sebagian tenggelam tertutup air sama sekali, seketika itulah meninggal ratusan 
bahkan ribuan jiwa. Data terakhir menyebutkan bahwa korban mencapai 120 ribu 
jiwa. Mereka meninggal dalam satu waktu akibat tenggelam oleh air yang 
menerjang rumah, sawah, dan berbagai sarana hidup mereka!. Data ini bukanlah 
data final. Sebab diprediksi bahwa jumlah korban jauh lebih besar dari jumlah 
ini. Di samping itu, puluhan ribu orang luka-luka, serta jutaan yang lain 
kehilangan harta benda dan tempat tinggal.

Ini adalah sebuah peristiwa besar yang semestinya menggerakkan hati kita. 
Karenanya, dunia seisinya membicarakannya dan mengikuti berita serta 
perkembangannya. Seorang mukmin yang dikaruniai taufiq oleh Allah Subhanahu wa 
Ta’ala, dalam kejadian dan musibah besar seperti ini, harus melakukan berbagai 
renungan keimanan, sehingga akan menambah keshalihan dan kedekatannya kepada 
Allah Subhanahu wa Ta’ala, juga menambah rasa takutnya untuk bertemu dan 
berhadapan dengan-Nya. Selain itu ia juga akan mengambil hikmah dan pelajaran 
dari tanda-tanda kekuasaan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sebab itu, setelah 
peristiwa besar ini kita harus merenungi beberapa hal yang harus senantiasa 
diingat dan disadari sepenuhnya oleh setiap muslim:

1. Peristiwa ini dan semisalnya akan membimbing seorang muslim pada suatu 
perkara –yang telah dia yakini- yaitu bertambahnya keimanan dia akan 
kesempurnaan kuasa dan kekuatan Allah Subhanahu wa Ta’ala, serta meyakini bahwa 
Allah-lah yang mengatur alam ini sesuai dengan kehendak-Nya, dan memutuskan apa 
yang Ia inginkan. Tidak ada seorangpun yang bisa menolak keputusan-Nya. Allah 
Subhanahu wa Ta’ala berfirman.

قُلْ هُوَ الْقَادِرُ عَلَىٰ أَن يَبْعَثَ عَلَيْكُمْ عَذَابًا مِّن فَوْقِكُمْ 
أَوْ مِن تَحْتِ أَرْجُلِكُمْ أَوْ يَلْبِسَكُمْ شِيَعًا وَيُذِيقَ بَعْضَكُم 
بَأْسَ بَعْضٍ ۗ انظُرْ كَيْفَ نُصَرِّفُ الْآيَاتِ لَعَلَّهُمْ يَفْقَهُونَ .٦:٦٥ 

"Kaatakanlah : Dialah yang berkuasa untuk mengirimkan azab kepadamu, dari atas 
kamu atau dari bawah kakimu atau Dia mencampurkan kamu dalam golongan-golongan 
(yang saling bertentangan) dan merasakan kepada sebahagian kamu kepada 
keganasan sebahagian yang lain. Perhatikanlah, betapa Kami mendatangkan 
tanda-tanda kebesaran Kami silih berganti agar mereka memahami(nya)".[Al An'am 
: 65]

Maksud dari "azab dari atas" dalam ayat tersebut adalah seperti petir, 
halilintar yang menghancurkan, dan angin topan. Adapun makna “azab dari bawah" 
adalah seperti gempa dan tanah longsor.

Jabir bin Abdillah Radhiyallahu ‘anhu berkata : Ketika Rasulullah Shallallahu 
‘alaihi wa Sallam membaca ayat: “Yang Berkuasa untuk mengirimkan azab kepadamu, 
dari atas kamu atau dari bawah kakimu.” Beliau bersabda: "Aku berlindung dengan 
wajah Allah yang mulia". Dan ketika membaca: “atau Dia mencampurkan kamu dalam 
golongan-golongan (yang saling bertentangan) dan merasakan kepada sebahagian 
kamu kepada keganasan sebahagian yang lain.” Beliau bersabda : "Ini lebih 
ringan". [HR Bukhari].

Kemudian renungkanlah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala: “Perhatikanlah, betapa 
Kami mendatangkan tanda-tanda kebesaran Kami silih berganti agar mereka 
memahami(nya)”

Sesungguhnya beraneka-ragamnya tanda-tanda kekuasaan Allah Subhanahu wa Ta’ala 
menuntun kita kepada pemahaman, keimanan dan kembali kepada Allah Subhanahu wa 
Ta’ala.

انظُرْ كَيْفَ نُصَرِّفُ الْآيَاتِ لَعَلَّهُمْ يَفْقَهُونَ

“Perhatikanlah, betapa Kami mendatangkan tanda-tanda kebesaran Kami silih 
berganti agar mereka memahami(nya)” Yakni: agar mereka memahami tujuan yang 
harus diwujudkan dari penciptaan mereka.

2. Peristiwa ini betul-betul salah satu tanda-tanda agung kekuasaan Allah 
Subhanahu wa Ta’ala, yang dengannya Dia menumbuhkan rasa takut dalam jiwa 
hamba-hamba-Nya.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَمَا نُرْسِلُ بِالْآيَاتِ إِلَّا تَخْوِيفًا ١٧:٥٩ 

"Dan Kami tidak memberi tanda-tanda itu melainkan untuk menakuti". [Al Isra : 
59]

Maksudnya : Allah Subhanahu wa Ta’ala menumbuhkankan rasa takut dalam jiwa 
hamba-hamba-Nya dengan tanda-tanda yang agung itu.

Berkata Qatadah rahimahullah: "Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala 
menakut-nakuti manusia dengan tanda-tanda kekuasaan yang Dia kehendaki, agar 
mereka mengambil pelajaran, ingat dan kembali (kepada Allah Subhanahu wa 
Ta’ala)". Adapun penisbatan peristiwa ini kepada alam, itu termasuk dalam 
kejahiliyahan.

Maka hendaknya seorang mu'min takut, merenung dan mengambil pelajaran ; 
bahwasanya Yang telah menimpakan musibah kepada saudara-saudaranya, Maha Kuasa 
untuk menimpakan hal yang serupa atau lebih kepada selain mereka. Jatuh korban 
120.000 jiwa atau lebih dalam satu waktu!. Adakah di antara kita yang mengambil 
hikmah dan pelajaran?.

3. Setelah kejadian ini mari kita renungi bersama nikmat Allah Subhanahu wa 
Ta’ala berupa menetapnya bumi, sebagaimana firman-Nya:

اللَّهُ الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الْأَرْضَ قَرَارًا ٤٠:٦٤

"Allah-lah yang menjadikan bumi bagi kamu tempat menetap". [Ghafir : 64]

Maksudnya : Tidak bergoncang-goncang atau bergetar.

Mari kita renungi dari sini, betapa besar Dzat yang memegang bumi ini, sehingga 
dia menetap dan tidak bergoncang atau bergoyang. Bayangkan bagaimana jika bumi 
yang kita berjalan di atas permukaannya selalu bergoncang dan bergetar, bisakah 
kita hidup di atasnya?, bisakah kita tidur?, bisakah kita bekerja? (tentu 
jawabnya adalah : tidak -pent). Jadi Allah Subhanahu wa Ta’ala telah 
melimpahkan karunia-Nya kepada kita berupa ketenangan dan menetapnya bumi ini. 
Maka hendaknya kita mengambil pelajaran dari nikmat ini, lantas kita bandingkan 
dengan gempa yang diciptakan Allah Subhanahu wa Ta’ala dari waktu ke waktu ; 
hingga kita bisa mengambil kesimpulan : Betapa besar karunia ketenangan bumi 
dan alangkah sempurnanya nikmat ini. Jika bumi ini bergoncang dalam sekejap 
saja, telah memakan korban 120 ribu jiwa, bagaimana jika bergoncang sehari 
penuh, atau berhari-hari, apa yang akan terjadi dengan manusia di 
permukaannya???.

Karunia Allah Subhanahu wa Ta’ala lainnya adalah tidak meluapnya lautan hingga 
menenggelamkan semua daratan. Padahal kita tahu bahwa luas lautan di muka bumi 
ini dua pertiga luas daratan. Allah-lah yang Maha Kuasa untuk menahan air laut 
hingga tidak meluap ke daratan, padahal Dia mampu untuk menenggelamkan seluruh 
daratan!.

Kita bisa ambil pelajaran dari sejarah:

إِنَّا لَمَّا طَغَى الْمَاءُ حَمَلْنَاكُمْ فِي الْجَارِيَةِ ٦٩:١١ 

"Sesungguhnya Kami, tatkala air telah naik (sampai ke gunung) Kami bawa (nenek 
moyang) kamu ke dalam bahtera" [Al Haqqah : 11]

Tidak perlu jauh-jauh, bencana yang baru saja terjadi bisa menggambarkan bagi 
kita hal itu ; air telah menenggelamkan berbagai daerah secara total, hingga 
semua yang berada di atasnya mati, tidak tersisa seorangpun jua. Dua karunia 
ini ; menetapnya bumi dan tidak meluapnya lautan ke daratan haruslah kita 
syukuri, sembari kita panjatkan puji kepada-Nya atas segala curahan nikmat-Nya.

4. Bumi adalah milik Allah Subhanahu wa Ta’ala, Dia-lah yang telah 
menciptakannya dan menjadikannya ada. Dia pula yang telah menciptakan manusia 
dia atasnya. Maka Dia pula-lah yang berhak untuk bertindak sekehendak-Nya. 
Perhatikanlah sebagian perbuatan Allah Subhanahu wa Ta’ala terhadap bumi-Nya 
dalam ayat:

أَوَلَمْ يَرَوْا أَنَّا نَأْتِي الْأَرْضَ نَنقُصُهَا مِنْ أَطْرَافِهَا ۚ 
وَاللَّهُ يَحْكُمُ لَا مُعَقِّبَ لِحُكْمِهِ ۚ وَهُوَ سَرِيعُ الْحِسَابِ ١٣:٤١ 

"Dan apakah mereka tidak melihat bahwa sesunguhnya Kami mendatangi 
daerah-daerah (orang-orang kafir), lalu Kami kurangi daerah-daerah itu (sedikit 
demi sedikit) dari tepi-tepinya? Dan Allah menetapkan hukum (menurut 
kehendak-Nya), tidak ada yang dapat menolak ketetapan-Nya ; Dia-lah Yang Maha 
cepat hisab-Nya". [Ar-Ra'd: 41]

Sebagian ahli tafsir menerangkan bahwa maksud dari "Kami kurangi bumi itu 
(sedikit demi sedikit) dari tepi-tepinya" adalah dengan tenggelamnya (sebagian 
bumi -pent), gempa dan berbagai macam bencana. Jadi Allah Subhanahu wa Ta’ala 
mengurangi bumi dari tepi-tepinya sesuai dengan kehendak-Nya, tidak ada yang 
bisa menolak keputusan-Nya.

Jika kita telah sadar bahwa bumi ini adalah milik Allah Subhanahu wa Ta’ala, 
dan yang berhak untuk bertindak di dalam-Nya adalah Allah Subhanahu wa Ta’ala 
juga; maka mari kita sama-sama merenungi apa hikmah di balik penciptaan kita di 
muka bumi ini?. Tidak lain dan tidak bukan adalah dalam rangka menegakkan 
kalimat tauhid Allah Subhanahu wa Ta’ala, mentaati perintah-Nya, mengikuti 
syari'at-Nya, merendahkan diri di hadapan-Nya, patuh terhadap perintah-Nya dan 
perintah rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa Sallam;. Kita wajib beriman terhadap 
ayat-ayat yang jelas, hujjah-hujjah yang tinggi serta dalil-dalil agung yang 
menjelaskan kesempurnaan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan kewajiban untuk taat 
kepada-Nya lantas mengikhlaskan ibadah hanya untuk-Nya. Hingga kita dapat 
menjalankan tujuan penciptaan kita dengan sempurna ; yaitu menjalankan 
perintah-Nya dan mengikuti rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa Sallam.

5. Seharusnya seorang muslim bersikap tenang dalam menghadapi musibah yang 
menimpanya atau menimpa saudaranya ; yakni dengan mendekatkan diri kepada Allah 
Subhanahu wa Ta’ala, yakin dan bertawakkal kepada-Nya. Sesungguhnya musibah itu 
akan membuahkan bertambahnya iman seorang mu'min, bertambah baiknya hubungan 
dia dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala, serta semakin sempurna kedekatan dia 
dengan-Nya. Oleh karena itu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda :

عَجَبًا لأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَاكَ 
لأَحَدٍ إِلاَّ لِلْمُؤْمِنِ إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا 
لَهُ وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ

"Alangkah mengagumkan kondisi seorang mu'min; seluruh perkaranya adalah 
kebaikan. Jika dia mendapatkan nikmat, bersyukur, dan itu adalah merupakan 
kebaikan baginya. Dan jika dia tertimpa musibah, bersabar, itupun merupakan 
kebaikan baginya". [HR Muslim]

Dan hal ini tidak akan ada kecuali dalam diri seorang mu'min.

6. Sesungguhnya seorang yang beriman akan sadar bahwa musibah-musibah ini tidak 
lain dan tidak bukan adalah akibat dosa-dosa. Tidaklah terjadi suatu malapetaka 
melainkan gara-gara perbuatan dosa, dan malapetaka itu tidak akan dicabut (oleh 
Allah Subhanahu wa Ta’ala) kecuali dengan taubat. Allah Subhanahu wa Ta’ala 
telah menjelaskan:

فَكُلًّا أَخَذْنَا بِذَنبهِ٢٩:٤٠ 

"Maka masing-masing (mereka itu) Kami siksa disebabkan dosanya". [Al-'Ankabut : 
40]

Saat inilah seharusnya seorang mu'min mendekat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala 
dengan membawa taubat dan berserah diri kepada-Nya, sehingga dia dapat memetik 
pelajaran dari musibah yang menimpa orang lain. "Sesungguhnya orang yang 
bahagia adalah yang dapat memetik pelajaran dari (apa yang menimpa) saudaranya, 
kebalikannya orang yang merugi adalah jika saudaranyalah yang mengambil 
pelajaran dari apa yang menimpa dirinya".

7. Terakhir, kita memiliki beberapa kewajiban terhadap saudara-saudara kita 
yang tertimpa musibah besar ini, di antaranya;

a. Berdo'a agar Allah Subhanahu wa Ta’ala meringankan penderitaan mereka, serta 
menjadikan musibah ini sebagai titik tolak bagi mereka untuk kembali kepada 
kebaikan dan bertaubat kepada-Nya. Kita juga memohon agar Allah Subhanahu wa 
Ta’ala menenangkan ketakutan mereka, menutupi aurat mereka dan memberi rizki 
orang-orang yang ditimpa kelaparan.

b. Juga kita berkewajiban untuk mengulurkan tangan membantu mereka semampu 
kita. Saat ini ribuan orang sama sekali tidak memiliki tempat tinggal, rumah, 
makanan dan minuman. Sedangkan kita hidup dalam kenikmatan. Bersyukurlah kepada 
Allah Subhanahu wa Ta’ala atas nikmat dan karunia-Nya, kemudian bantulah 
saudara-saudara kita semampunya!.

Kami tutup khutbah ini dengan sebuah doa agung dan berbarakah, yang selalu 
dibaca oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam; setiap malam sebelum 
merebahkan tubuhnya di peraduan:

وَعَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ اَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ 
وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا أَوَى إِلىَ فِرَا شِهِ قَالَ : اَلحَمدُ لِلَّهِ الََّذِي 
أَطْعَمَنَاوَسَقَانَاوَكَفَانَاوَآوَانَافَكَمْ مِمَّنْ لاَكَافِيَ لَهُ وَلاَ 
مُؤْوِيَ

Dari Anas Radhiyallahu anhu, bahwasanya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam 
apabila hendak tidur mengucapkan : "Segala puji bagi Allah Yang telah memberi 
kita makan, minum dan mencukupi kita, serta memberi kita tempat tinggal. Betapa 
banyak orang yang tidak mendapatkan yang mencukupi dia serta memberi dia tempat 
tinggal". [HR Muslim dari Anas bin Malik]

Ya Allah, muliakanlah Islam dan kaum muslimin (3X), hinakanlah kesyirikan dan 
kaum musyrikin, serta hancurkanlah musuh-musuh agama kami.

Ya Allah, ringankanlah musibah yang menimpa saudara-saudara kami di manapun 
mereka berada, kuatkanlah mereka wahai Yang Maha Agung lagi Maha Pemurah. Ya 
Allah, tenangkanlah rasa takut mereka, obatilah kelaparan dan dahaga mereka, 
tutupilah aurat mereka, karuniakanlah kepada mereka tempat tinggal yang baik, 
wahai Yang Maha Agung lagi Maha Pemurah.

Ya Allah, kembalikanlah kami dan mereka kepada-Mu dengan baik, berilah kami 
taufik untuk bertaubat kepada-Mu, jadikanlah kami hamba-hamba-Mu yang beriman 
dan mengikuti rasul-Mu Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, juga karuniailah kami 
-wahai Yang Maha Agung lagi Maha Pemurah- taufik untuk mengerjakan hal-hal yang 
Engkau cintai dan ridhai, bantulah kami untuk melakukan kebaikan dan ketakwaan, 
janganlah Engkau jadikan kami bergantung kepada diri sendiri, meskipun hanya 
sekejap mata.

Ya Allah, ampunilah segala dosa kami, baik yang kecil maupun yang besar, yang 
terdahulu maupun yang akan datang, serta yang tersembunyi maupun yang terlihat. 
Ya Allah, sesungguhnya kami telah mendzalimi diri kami, jika Engkau tidak 
mengampuni dan mengasihi, niscaya kami akan menjadi orang-orang yang merugi.

Hanya ini yang dapat kami sampaikan, kami mohon ampunan kepada Allah Subhanahu 
wa Ta’ala untuk kita dan seluruh kaum muslimin dari segala dosa, mintalah ampun 
kepada-Nya, niscaya Dia akan ampuni. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi 
Maha Penyayang.

[Ditranskrip dan diterjemahkan dari khutbah Jum'at Syeikh. Prof. Dr. Abdur 
Razzak bin Abdul Muhsin al-Abbad al-Badr –Hafizhahullahu- oleh : Anas 
Burhanuddin dan Abdullah Zaen (Mahasiswa S-2 Univ. Islam Madinah. Disebarkan 
oleh FSMS (Forum Silaturrahim Mahasiswa as-Sunnah) Surabaya 2004/1425] 
                                          

Kirim email ke