TUGAS MUKMIN DI BULAN RAMADHAN
Oleh
Syaikh Ali bin Hasan bin Abdul Hamid Al-Halaby
http://almanhaj.or.id/content/3138/slash/0/tugas-mukmin-di-bulan-ramadhan/

Pada bulan Ramadhan, seorang Mukmin mempunyai beberapa tugas syar’i. 
Tugas-tugas ini sudah dijelaskan oleh Rasûlullâh Shallallahu 'alaihi wa sallam 
melalui sunnah qauliyah (perkataan) beliau, juga praktek-praktek beliau 
Shallallahu 'alaihi wa sallam. Karena bulan Ramadhan merupakan musim kebaikan. 
Nikmat-nikmat Allâh Azza wa Jalla yang dianugerahkan kepada para hamba pada 
bulan ini lebih banyak dibandingkan dengan bulan-bulan yang lain.[1]

Tugas-tugas ini mencakup banyak persoalan hukum syar’i, yang meliputi seluruh 
amalan selama satu bulan yang penuh dengan amal kebaikan dan ketaqwaan.

PERTAMA : SHIYAM (PUASA).
Secara umum, shiyâm (puasa) memiliki keutamaan yang besar. Rasûlullâh 
Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda dalam hadits qudsi yang diriwayatkan 
oleh Imam Muslim rahimahullah.

كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ لَهُ إِلَّا الصِّيَامَ هُوَ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ 
فَوَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَخُلْفَةُ فَمِ الصَّائِمِ أَطْيَبُ 
عِنْدَ اللَّهِ مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ

"Semua amal perbuatan bani Adam adalah kepunyaan bani Adam sendiri, kecuali 
puasa. Puasa itu kepunyaanKu, dan Aku yang akan memberikan balasan. Maka, demi 
Dzat yang nyawa Muhammad ada ditanganNya, sungguh di sisi Allâh, aroma mulut 
orang yang sedang berpuasa itu lebih harum daripada minyak kasturi".

Imam Mazari rahimahullah dalam kitab al Mu’lim Bifawâ-idi Muslim (2/41), 
mengatakan, “Dalam hadits qudsi ini, Allâh Azza wa Jalla secara khusus menyebut 
puasa sebagai “milikKu”, padahal semua perbuatan baik yang dilakukan secara 
ikhlas juga milikNya; karena dalam puasa tidak mungkin (kecil kemungkinan-red) 
ada riyâ’, sebagaimana pada perbuatan-perbuatan selainnya. Karena puasa itu 
perbuatan menahan diri dan menahan lapar, sementara orang yang menahan diri 
-baik karena sudah kenyang atau pun karena miskin- zhahirnya sama saja dengan 
orang yang menahan diri dalam rangka beribadah kepada Allâh Azza wa Jalla. Niat 
serta motivasi yang tersimpan dalam hatilah yang memiliki peranan penting dalam 
masalah ini. Sedangkan shalat, haji dan zakat merupakan perbuatan-perbuatan 
lahiriyah yang berpotensi menimbulkan riya’ [2] dan sum’ah [3]. Oleh karena 
itu, puasa dikhususkan sebagai milik Allâh sementara yang lainnya tidak."

Disamping keutamaan yang bersifat umum ini ada keutamaan khusus yang melekat 
dengan bulan Ramadhân, berdasarkan sabda Rasûlullâh Shallallahu 'alaihi wa 
sallam,

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ 
ذَنْبِهِ

"Barangsiapa yang puasa Ramadhân karena iman dan karena ingin mendapatkan 
pahala, maka dia diampuni dosanya yang telah lewat".[4]

Dan sabda beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam.

شَهْرُ الصَّبْرِ وَثَلَاثَةُ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ صَوْمُ الدَّهْرِ

"Satu bulan sabar (berpuasa Ramadhân) ditambah tiga hari puasa pada setiap 
bulan, sama dengan puasa satu tahun".[5]

Yang dimaksud dengan bulan sabar yaitu bulan Ramadhan [6]. Ibnu Abdil Barr 
rahimahullah [7] menjelaskan,“Dalam kamus Lisânul Arab, shaum juga bermakna 
sabar. Allâh Azza wa Jalla berfirman.

"Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka 
tanpa batas". [az-Zumar/39:10]

Abu Bakar Ibnul Anbari mengatakan,"Shaum (puasa) itu dinamakan sabar, karena 
puasa adalah menahan diri dari makan, minum, berkumpul suami-istri serta 
menahan diri dari syahwat."

KEDUA : QIYAMULLAIL (TARAWIH)
Shalat tarawih ini sunnahnya dikerjakan secara berjama’ah selama bulan 
Ramadhân. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

إِنَّهُ مَنْ قَامَ مَعَ الْإِمَامِ حَتَّى يَنْصَرِفَ كُتِبَ لَهُ قِيَامُ 
لَيْلَةٍ

"Sesungguhnya barangsiapa yang shalat bersama imam sampai imam itu selesai, 
maka ditetapkan pahala baginya, seperti shalat sepanjang malam".[8]

Dalam menerangkan keutamaan shalat tarawih ini Rasûlullâh Shallallahu 'alaihi 
wa sallam bersabda.

مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ 
ذَنْبِهِ

"Barangsiapa yang shalat tarawih karena iman dan mengharap pahala, maka dia 
diampuni dosanya yang telah lewat" [9].

Petunjuk terbaik tentang jumlah raka’at shalat malam pada bulan Ramadhân atau 
bulan lainnya, ialah petunjuk yang shahih dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa 
sallam dan dari perbuatan beliau, yaitu shalat 11 raka’at. Karena beliau 
Shallallahu 'alaihi wa sallam panutan yang sempurna.

KETIGA : SHADAQAH.
Kedermawanan Rasûlullâh Shallallahu 'alaihi wa sallam paling menonjol pada 
bulan Ramadhân bila dibandingkan dengan kedermawanan beliau Shallallahu 'alaihi 
wa salalm pada bulan-bulan yang lain [10].

Kedermawanan ini mencakup semua arti shadaqah dan semua jenis perbuatan baik. 
Karena kedermawanan itu banyak memberi dan sering memberi [11]. Dan ini 
mencakup berbagai macam amal kebajikan dan perbuatan baik.

KEEMPAT : MEMBERIKAN BUKA PUASA KEPADA ORANG YANG BERPUASA
Rasûlullâh Shallallahu 'alaihi wa sallam telah menganjurkan umatnya untuk 
melakukannya dan memberitahukan pahala yang sangat besar sebagai hasil yang 
bisa mereka raih. Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

مَنْ فَطَّرَ صَائِمًا كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ غَيْرَ أَنَّهُ لَا يَنْقُصُ 
مِنْ أَجْرِ الصَّائِمِ شَيْئًا

"Barangsiapa yang memberikan makanan buka puasa kepada orang yang berpuasa, 
maka dia akan mendapatkan pahala, sebagaimana pahala orang yangberpuasa tanpa 
mengurangi sedikitpun pahala orang yang berpuasa".[12]

KELIMA : MEMBACA AL-QUR'AN.
Bulan Ramadhan, merupakan bulan al-Qur’an, sebagaimana difirmankan oleh Allâh 
Azza wa Jalla.

"(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhân, bulan yang di 
dalamnya diturunkan (permulaan) al-Qur'ân sebagai petunjuk bagi manusia dan 
penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu, dan pembeda (antara yang hak dan 
yang bathil)". [al-Baqarah/2:185].

Dalam sunnah ‘amaliyah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, terdapat keterangan 
tentang praktik nyatanya. Jibril Alaihissallam mengajak Nabi Shallallahu 
'alaihi wa sallam bertadarus al-Qur’ânpada setiap malam bulan Ramadhân [13].

KEENAM : UMRAH
Imam Bukhâri rahimahullah dan Imam Muslim rahimahullah meriwayatkan sebuah 
hadits yang menjelaskan bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

عُمْرَةٌ فِي رَمَضَانَ تَعْدِلُ حَجَّةً مَعِيْ

"Umrah pada bulan Ramadhân sama dengan haji bersamaku".

Perhatikanlah keutamaan ini -semoga Allâh merahmati anda sekalian-. Alangkah 
besar dan alangkah afdhalnya.

KETUJUH : MENCARI LAILATUL QADAR
Allâh Azza wa Jalla berfirman.

"Sesungguhnya Kami telah menurunkan al-Qur’ân pada malam kemuliaan. Dan tahukah 
kamu, apakah malam kemuliaan itu ? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu 
bulan". [al-Qadr/97:1-3].

Dalam kitab shahih Bukhâri dan Muslim ada riwayat yang menjelaskan bahwa Nabi 
Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

مَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ 
مِنْ ذَنْبِهِ

"Barangsiapa shalat pada malam qadar karena iman dan karena ingin mencari 
pahala, maka dia diampuni dosanya yang telah lewat".

Lailatul qadar itu berada pada malam-malam ganjil sepuluh malam terakhir dari 
bulan Ramadhân. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi 
rahimahulllah dan Ibnu Mâjah rahimahullah dengan sanad yang shahih dari Aisyah 
Radhiyallahu 'anha, beliau Radhiyallahu 'anha bercerita :

يَا رَسُولَ اللَّهِ أَرَأَيْتَ إِنْ وَافَقْتُ لَيْلَةَ الْقَدْرِ مَا أَقُوْلُ 
قَالَ قُولِي اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّي

"Wahai Rasûlullâh, apakah yang aku katakan, jika aku mendapati lailatul qadar? 
Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab,”Katakanlah :

اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّي

"Ya Allâh, sesungguhnya engkau Maha Pemberi Maaf, maka maafkanlah aku."

Demikianlah ringkasan beberapa tugas pokok yang semestinya dilaksanakan oleh 
seorang muslim pada bulan yang penuh barakah ini. Adapun tugas selengkapnya 
yang wajib dijaga oleh seorang muslim pada bulan ini yaitu menahan diri dari 
segala perbuatan jelek, sabar terhadap penderitaan, menjaga hati dan 
melaksanakan kewajiban lahir, dengan cara konsisten menjalankan hukum-hukum 
Islam dan mengikuti sunnah-sunnah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.

[Diterjemahkan Redaksi dari Al Ashalah edisi 3/15 Sya’ban 1413 H halaman 70-72.]

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 04-05/Tahun XIV/1431H/2010M. Diterbitkan 
Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton 
Gondanrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858197]
_______
Footnote
[1]. Fathul Bâri 1/31.
[2]. Ingin amalannya dilihat orang
[3]. Ingin amalannya didengar orang
[4]. Muttafaqun alaihi dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu.
[5]. Diriwayatkan Imam Nasâ’i (4/218), Ahmad (2/263 dan 284) dan Thayâlisi 
(315) dan al Baihaqi dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu dengan sanad shahih.
[6]. At-Tamhîd 19/61
[7]. At-Tamhîd
[8]. Hadits Riwayat Abu Dâwud, Tirmidzi, Nasâ’i, Ibnu Nashr dari Abu Dzar 
Radhiyallahu 'anhu dengan sanad yang shahih
[9]. Muttafaq ‘alaihi
[10]. Muttafaq ‘alaihi
[11]. Lathâiful Ma’ârif, hlm. 173, karya Ibnu Rajab rahimahullah
[12]. Hadits diriwayatkan oleh Ahmad, Tirmidzi, Ibnu Mâjah, dari Zaid bin 
Khalid Radhiyallahu 'anhu, dengan sanad yang shahih
[13]. HR Imam Bukhâri                                     

Kirim email ke