From: erwinkit...@gmail.com
Date: Sun, 25 Aug 2013 10:15:28 +0000
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ 
Saya mau bertanya tentang hukum membaca Al-Qur'an atau terjemahannya sambil 
berbaring?
Syukron
وَعَلَيْكُمْ السَّلاَمُ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ 
Powered by Telkomsel BlackBerry®

>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>

 

DIANTARA ADAB-ADAB TILAWAH
1. Mengikhlaskan niat untuk Allah semata. Karena tilawah al-Qur’an termasuk 
ibadah, sebagaimana telah disebutkan pada keutamaan tilawah.

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّةِ 

Sesungguhnya seluruh amalan itu tergantung pada niatnya. [HR. Bukhari-Muslim]

2. Menghadirkan hati (konsentrasi) ketika membaca, khusyu’, tenang dan sopan, 
berusaha terpengaruh (terkesan) dengan yang sedang dibaca, dengan memahami 
(menghayati) atau memikirkan (tafakkur-tadabbur) sebagaimana tujuan utama dalam 
tilawah.

أَفَلاَ يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْءَانَ

Apakah mereka tidak memperhatikan al-Qur’an?! [An-Nisa’:82, Muhammad:24]

Sopan, sebagai upaya memuliakan Kalam Allah Azza wa Jalla. Khusyu’ atau 
memusatkan hati dan pikiran (konsentrasi) sebagai upaya mengambil hikmah yang 
terkandung pada ayat yang kita baca; menampakkan kesedihan dan menangis, 
(ketika membaca ayat-ayat yang menceritakan adzab (siksa) neraka. Dan apabila 
tidak bisa maka berusahalah untuk bisa menangis. Rasulullah Shallallahu 'alaihi 
wa sallam bersabda:

إِنَّ هَذَا الْقُرْآنَ نَزَلَ بِحُزْنٍ فَإِذَا قَرَأْتُمُوهُ فَابْكُوا فَإِنْ 
لَمْ تَبْكُوا فَتَبَاكَوْا 

Sesungguhnya al-Qur’an ini turun dengan kesedihan, maka jika kamu membacanya 
hendaklah kamu menangis, jika kamu tidak (bisa) menagis, maka berusahalah untuk 
menangis. [HR. Ibnu Majah] [7]

Allah berfirman:

وَيَخِرُّونَ لِلأَذْقَانِ يَبْكُونَ وَيَزِيدُهُمْ خُشُوعًا 

Dan mereka menyungkur atas muka mereka sambil menangis dan mereka bertambah 
khusyu'. [Al-Israa : 109]

Ibnu Mas’ud berkata.

قَالَ لِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اقْرَأْ عَلَيَّ 
الْقُرْآنَ قَالَ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَقْرَأُ عَلَيْكَ وَعَلَيْكَ 
أُنْزِلَ قَالَ إِنِّي أَشْتَهِي أَنْ أَسْمَعَهُ مِنْ غَيْرِي فَقَرَأْتُ 
النِّسَاءَ حَتَّى إِذَا بَلَغْتُ ( فَكَيْفَ إِذَا جِئْنَا مِنْ كُلِّ أُمَّةٍ 
بِشَهِيدٍ وَجِئْنَا بِكَ عَلَى هَؤُلَاءِ شَهِيدًا ) رَفَعْتُ رَأْسِي أَوْ 
غَمَزَنِي رَجُلٌ إِلَى جَنْبِي فَرَفَعْتُ رَأْسِي فَرَأَيْتُ دُمُوعَهُ تَسِيلُ 

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salalm berkata kepadaku: “Bacakanlah 
al-Qur’an kepadaku!” saya pun berkata: Ya Rasulullah, apakah saya harus 
membacakan al-Qur’an kepadamu, sedangkan al-Qur’an diturunkan kepadamu?” Maka 
beliau menjawab: “Benar, akan tetapi saya senang (ingin) mendengarkan bacaan 
dari orang lain”. Kemudian sayapun membaca surat an-Nisa’ sampai: “Maka 
bagaimanakah (halnya orang-orang kafir nanti), apabila kami mendatangkan 
seseorang saksi (rasul) dari tiap-tiap umat dan Kami mendatangkan kamu 
(Muhammad) sebagai saksi atas mereka itu (sebagai umatmu)”. (ayat 41). Maka 
beliaupun berkata: “Cukup-cukup, maka tatkala saya melirik kepada beliau, 
beliau meneteskan air mata. [HR. Bukhari, Muslim, Tirmidzi, dan lainnya]

3. Tilawah al-Qur’an, hendaknya di tempat yang suci (haram atau dilarang di WC) 
atau tempat-tempat yang tidak pantas untuk tilawah al-Qur’an yang suci. 
Terutama di masjid sebagai upaya memakmurkan masjid

إِنَّمَا يَعْمُرُ مَسَاجِدَ اللهِ مَنْ ءَامَنَ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلأَخِرِ 
وَأَقَامَ الصَّلاَةَ وَءَاتَى الزَّكَاةَ وَلَمْ يَخْشَ إِلاَّ اللهَ 

Hanyalah yang memakmurkan mesjid-mesjid Allah ialah orang-orang yang beriman 
kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan sholat, menuaikan zakat 
dan tidak takut (kepada siapapun) sela in kepada Allah. [At-Taubah : 18]

Selain di tempat yang suci, kitapun sebaiknya dalam keadaan suci (tidak dalam 
keadaan hadast besar dan hadats kecil) untuk memuliakan kalam Allah Ta'ala

4. Membaca do`a Isti`azhah (berlindungan kepada Allah Ta'ala dari godaan setan) 
ketika hendak membaca al-Qur’an. 

Allah berfirman

فَإِذَا قَرَأْتَ الْقُرْآنَ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ

Apabila kamu membaca al-Qur'an, hendaklah kamu meminta perlindungan kepada 
Allah dari syaitan yang terkutuk. [An-Nahl :98]

Membaca basmalah apabila membaca al-Qur’an dari awal surat, kecuali surat 
at-Taubah. Berlindung kepada Allah Ta'ala, yakni membaca:

أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ

hukumnya wajib menurut sebagian ulama’ . [Lihat Mabahits fi Ulumil Qur’an]

Dan diantara bentuk membersihkan jasmani (selain mandi) ialah bersiwak atau 
memakai sikat dan pasta gigi dalam rangka membersihkan sisa makanan yang 
terdapat pada sela-sela gigi yang dapat membusuk, yang membuat mulut kita tidak 
enak baunya. Bersiwak merupakan salah satu bentuk ittiba` kepada sunnah Nabi 
Shallallahu 'alaihi wa sallam yang bisa mendapat 2 kebaikan, bersih di mulut 
dan mendapat keridhaan Allah Ta'ala:

مَطْهَرَةٌ لِلْفَمِ مَرْضَاةٌ لِلرَّبِّ 

Bersih dimulut dan mendapatkan ridha dari Tuhan (Allah Ta'ala )”. [HR. Bukhari 
dalam bab Shaum.1831].

5. Menghadap kiblat hal ini juga sebagai upaya menghidupkan sunnah dalam 
bermajlis.

خَيرُْ المجالس ما استقبل القبلة (رواه الطبرانى فى الأوسط من حديث ابن عمر 

Sebaik-baik Majlis adalah yang menghadap kearah qiblat. [HR. Thabrani dalan 
Al-Ausath hadits dari Ibnu Umar]. [8] 

6. Membaguskan suara dengan tidak ghuluw (melewati batas), riya` (agar dilihat 
orang) , sum`ah (agar didengar orang) atau ujub (mengagumi diri sendiri).

زَيِّنُوا الْقُرْآنَ بِأَصْوَاتِكُمْ ..رواه أحمد وابن ماجة والنسائى والحاكم 
وصححه

Perindahlah (bacaan) Al-Qur`an dengan suara kalian. (HR. Ahmad, Ibnu Majah 
Nasa`i dan Hakim menshahihkannya] [9].

Tetapi jangan sampai seseorang mengeraskan bacaannya di dalam mushalla (masjid) 
sementara orang lain dalam keadaan shalat, sedangkan hal yang demikian itu 
telang dilarang.

خَرَجَ عَلَى النَّاسِ وَهُمْ يُصَلُّونَ وَقَدْ عَلَتْ أَصْوَاتُهُمْ 
بِالْقِرَاءَةِ فَقَالَ إِنَّ الْمُصَلِّيَ يُنَاجِي رَبَّهُ فَلْيَنْظُرْ بِمَا 
يُنَاجِيهِ بِهِ وَلَا يَجْهَرْ بَعْضُكُمْ عَلَى بَعْضٍ بِالْقُرْآنِ 

Bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah keluar pada suatu kaum, sedang 
mereka sementara dalam keadaan shalat dan mengeraskan bacaannya, maka Nabi 
Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: “Setiap kalian bermunajat 
(berbisik-bisik) kepada Rabbnya, maka janganlah kalian mengeraskan bacaan 
(Al-Qur`an) kalian atas sebagian yang lain. [HR. Imam Malik dalam kitabnya 
“Al-Muwatha`”[1/80]), Ibnu Abdil Barr berkata: “Ini adalah hadits shahih] [10]. 
[Lihat: Majaalis Syahrur Ramadhan; Syaikh Al-Utsaimin]

7. Hendaknya membaca dengan sirri (pelan) apabila dikhawatirkan dapat 
menimbulkan riya` atau sum`ah pada dirinya atau dapat mengganggu ketenangan 
dalam Masjid sebagaimana telah disebutkan dalam hadits Nabi Shallallahu 'alaihi 
wa salalm.

الجْاَهِرُ بِالْقُرْآنِ كَالْجَاهِرُ بِالصَّدَقَةِ .

Mengeraskan (dalam membaca) Al-Qur`an sama dengan menampakan dalam bershadaqah. 
[Minhajul Muslim, hal.71] [11]

Dan telah diketahui bahwa shadaqah yang dicintai adalah yang sembunyi-sembunyi, 
kecuali dalam keadaan tertentu yang berfaidah. Misalnya: untuk mendorong orang 
lain agar melakukan seperti yang kita lakukan.

8. Hendaknya membaca Al-Qur`an dengan tartil. 

وَرَتِّلِ الْقُرْءَانَ تَرْتِيلا

Dan bacalah al-Qur'an itu dengan perlahan-lahan. [Al-Muzammil : 4]

Ali bin Abi Thalib menjelaskan ma`na tartil dalam ayat tersebut diatas adalah:
”Mentajwidkan huruf-hurufnya dengan mengetahui tempat-tempat berhentinya”. 
[Syarh Mandhumah Al-Jazariyah, hl. 13]

Maka seyogyanya bagi kita bersabar, jangan terburu ingin segera selesai 
(khatam) dalam membaca Al-Qur`an atau terburu nafsu ingin segera menguasai 
(memahami) Al-Qur`an sehingga lalai memperhatikan kaidah-kaidah dalam tilawah.

Dan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah melarang dalam tilawah, 
menamatkan al-Qur’an kurang dari 3 malam, sebab tidak akan bisa memahami 
maknanya. Sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.

لَا يَفْقَهُ مَنْ قَرَأَ الْقُرْآنَ فِي أَقَلَّ مِنْ ثَلَاثٍ 

Barangsiapa membaca al-Qur’an kurang dari 3 hari maka tidak akan dapat 
memahaminya. [HR. Abu Dawud, At-Tirmidzi, dan Ibnu Majah]

Demikian pula Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan Abdullah 
bin Umar Radhiyallahu 'anhuma supaya mengkhatamkan al-Qur’an setiap 7 hari 
(sekali). [HR. Mutafaq Alaih]

Adapun beberapa riwayat dari Salafus Shalih yang menyatakan bahwa di antara 
mereka ada yang mengkhatamkan al-Qur’an sehari semalam sekali, atau 2 kali 
khatam, atau 3 kali dan bahkan ada juga yang 8 kali khatam, maka semua itu 
tidak bisa menjadi hujjah karena bertentangan dengan hadits di atas. Demikian 
juga sekelompok Salaf tidak menyukai mengkhatamkan Al-Qur’an dalam sehari 
semalam. Syeikh Abdul Qadir Al-Arnauth mengomentari hadits di atas dengan 
perkataan: “Inilah yang benar dan sesuai dengan Sunnah. [Lihat At-Tibyan Fi 
Adab Hamalatil Qur’an, tahqiq: Syeikh Abdul Qadir Al-Arnauth, hal: 49]

Bacaan dengan perlahan-perlahan (tartil), bukan dengan cepat-cepat, hal yang 
demikian itu akan membantu dalam tadabbur (memahami) maknanya dan menghindari 
dari kesalahan dalam melafadzkan atau mengeluarkan huruf-hurufnya. Di dalam 
Shahih Bukhari disebutkan.

سُئِلَ أَنَسٌ كَيْفَ كَانَتْ قِرَاءَةُ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ 
وَسَلَّمَ فَقَالَ كَانَتْ مَدًّا ثُمَّ قَرَأَ ( بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ 
الرَّحِيمِ ) يَمُدُّ بِبِسْمِ اللَّهِ وَيَمُدُّ بِالرَّحْمَنِ وَيَمُدُّ 
بِالرَّحِيمِ 

Dari anas bin Malik Radhiyallahu 'anhu, bahwa ketika ditanya tentang qira’ah 
(bacaan) Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam maka ia berkata: “Bahwa bacaannya 
panjang-panjang, kemudian membaca: ( بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ 
memanjangkan (بِبِسْمِ اللَّهِ ) kemudian (الرَّحْمَنِ) kemudian (الرَّحِيمِ ) 
[HR. Bukhari, 5046].

عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ أَنَّهَا ذَكَرَتْ أَوْ كَلِمَةً غَيْرَهَا قِرَاءَةَ رَسُولِ 
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُقَطِّعُ قِرَاءَتَهُ آيَةً آيَةً 

Dari Ummu Salamah Radhiyallahu 'anha, bahwa dia menyebutkan bacaan Rasulullah 
Shallallahu 'alaihi wa sallam, yaitu (beliau) memutus-mutus bacaannya ayat per 
ayat (satu ayat-satu ayat). [HR. Ahmad (6/3020, Abu Dawud (4001) Tirmidzi 
(2927) dan Dishahihkan An-Nawawi, dalam “Al-Majmu’” 3/333 ]

Dalam kitab Majalis Fi Syahri Ramadhan karya Syaikh Utsaimin dijelaskan, bahwa 
tidak mengapa dengan (bacaan) cepat yang tidak sampai merubah lafadz, dan tidak 
meninggalkan sebagian huruf atau idghamnya. Tetapi apabila tidak benar dalam 
pengucapan idghamnya, sampai salah dalam lafadznya, maka hal itu haram, karena 
yang demikian berarti mengganti lafadz al-Qur’an”.

9. Hendaknya sujud, ketika membaca ayat-ayat yang mengisyaratkan sujud, hal ini 
dilakukan dalam keadaan berwudhu’, di waktu siang maupun malam, dengan takbir 
dan mengucapkan: سبحان ربي الأعلى( Suci Rabbku yang Maha Tinggi) dan hendaklah 
berdoa, kemudian bangun dari sujud tanpa takbir dan tanpa salam. [Majaalis 
Syahrur Ramadhan; Syaikh Al-Utsaimin]

Syaikh Said bin Ali bin Wahf Al-Qahthany, menyebutkan bahwa do’a sujud tilawah 
yang dibaca, berbunyi:

سَجَدَ وَجْهِيَ لِلَّذِي خَلَقَهُ وَشَقَّ سَمْعَهُ وَبَصَرَهُ بِحَوْلِهِ وَ 
قُوَّتِهِ فَتَبَارَكَ اللَّهُ أَحْسَنُ الْخَالِقِينَ 

Wajahku bersujud kepada Tuhan yang telah menciptakanku, yang memberi 
pendengaran dan penglihatanku, dengan daya dan upayaNya, Maha Suci Allah 
sebaik-baik pencipta. [HR. At-Tirmidzi 2/474, Ahmad 6/30 dan Hakim dan 
disetujui Ad-Dzahabi 1/220]

Ada beberapa ayat yang disunahkan sujud ketika membacanya, yaitu:
Dalam surat al-A’raf: 206, Ar-Ra’d: 15, An-Nahl: 50, Al-Isra’:109, Al-Furqan: 
60, Al-Hajj: 18 dan 77, Al-Furqan: 60, An-Naml:26, As-Sajdah:15, Shaad:24, 
An-Najm:62, Al-Isyiqaq:21, Fushilat:38, Al-Alaq:19 

Selengkapnya baca di 
http://almanhaj.or.id/content/3025/slash/0/tilawah-al-quran-dan-adab-adabnya/

 

Wallahu Ta'ala A'lam

 






                                          

Kirim email ke