TAUHID DI BALIK TALBIYAH
Oleh
Syaikh Prof. Dr. Abdur Razaq bin Abdul Muhsin al-Badr
http://almanhaj.or.id/content/2867/slash/0/tauhid-di-balik-talbiyah/

Pengantar
Ketika jama’ah haji atau jama’ah umrah mengumandangkan talbiyah, sebenarnya 
mereka sedang mengikrarkan pernyataan tauhid kepada Allah dan mengikrarkan 
pernyataan anti syirik.

Di bawah ini adalah sebuah risalah yang disadur dari buah karya Syaikh Prof. 
Dr. Abdur Razaq bin Abdul Muhsin al-Badr, seorang guru besar jurusan Aqidah 
pada Univ. Islam Madinah di Kerajaan Saudi Arabia. Diambil dari kumpulan 
risalah beliau berjudul al-Jaami’ lil-Buhuts war-Rasaa`il, diterbitkan oleh 
Daar Kunuuz Isybiliya, Riyadh, cet. I – 1426 /2005 M, hlm. 252 – 255. Risalah 
ini berisi ikrar tentang tauhid dan peringatan dari syirik yang terdapat pada 
talbiyah yang dikmandangkan oleh seseorang ketika berhaji atau berumrah. 
Disadur dengan bebas oleh Ustadz Ahmas Faiz Asifuddin. Silahkan menyimak.

Sesungguhnya kalimat talbiyah berisi pernyataan tauhid kepada Allah k dan 
penentangan terhadap syirik.

Seorang sahabat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam yang mulia, bernama Jabir 
bin Abdillah Radhiyallahu 'anhu, ketika menjelaskan sifat haji Rasulullah 
Shallallahu 'alaihi wa sallam mengatakan:

Maka Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bertalbiyah dengan tauhid, yaitu:

لَبَّيْكَ اللَّهُمَّ لَبَّيْكَ، لَبَّيْكَ لاَ شَرِيْكَ لَبَّيْكَ، إِنَّ 
الْحَمْدَ وَالنِّعْمَةَ لَكَ وَالْمُلْكَ لاَ شَرِيْكَ لَكَ. رواه مسلم

"Aku penuhi panggilan-Mu ya Allah, aku penuhi panggilan-Mu. Aku penuhi 
panggilan-Mu ya Allah, tiada sekutu bagi-Mu, aku penuhi panggilan-Mu. 
Sesungguhnya segala puji, nikmat dan kerajaan hanyalah kepunyaan-Mu, tiada 
sekutu bagi-Mu".[1] 

Maka Jabir bin Abdillah Radhiyallahu 'anhu mensifati talbiyah Nabi Shallallahu 
'alaihi wa sallam di atas sebagai talbiyah dengan tauhid. Sebab di dalamnya 
berisi pemurnian peribadatan hanya kepada Allah dan membuang kemusyrikan. Hal 
ini juga membuktika bahwa kalimat-kalimat talbiyah itu bukan semata lafal-lafal 
kosong, tetapi mengandung makna agung yang merupakan ruh dan asas agama, yaitu 
tauhidullah.

Oleh karena itu, setiap orang yang mengumandangkan kalimat-kalimat talbiyah di 
atas wajib menghayati makna yang terkandung di dalamnya. Sehingga ia menjadi 
orang yang benar dalam bertalbiyah, kata-katanya cocok dengan kenyataannya, ia 
benar-benar berpegang pada ajaran tauhid dan menjaga hak-hak tauhid. Menjauhi 
segala hal yang dapat membatalkan tauhid, baik itu kemusyrikan maupun yang 
lainnya.

Maka ia menjadi orang yang tidak akan meminta kecuali kepada Allah, tidak akan 
ber-istighatsah (bersambat) kecuali kepada Allah, tidak bertawakkal kecuali 
kepada Allah, tidak akan meminta bantuan serta pertolongan kecuali kepada 
Allah, dan tidak akan mengarahkan salah satu macam ibadahpun kecuali hanya 
kepada Allah saja. Sebab hanya di tangan Allah dan hanya menjadi kewenangan-Nya 
sajalah hak untuk memberi, menahan pemberian, melimpahkan anugerah, melimpahkan 
manfaat dan menimpakan madharat.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

أَمَّنْ يُجِيبُ الْمُضْطَرَّ إِذَا دَعَاهُ وَيَكْشِفُ السُّوءَ وَيَجْعَلُكُمْ 
خُلَفَاءَ الْأَرْضِ ۗ أَإِلَٰهٌ مَعَ اللَّهِ ۚ قَلِيلًا مَا تَذَكَّرُونَ 

"Atau siapakah yang dapat mengabulkan (doanya) orang yang tengah didesak 
kesulitan apabila ia berdoa kepada-Nya, dan siapakah yang dapat menghilangkan 
kesusahan dan dapat menjadikan kamu sebagai khalifah di bumi? Apakah ada 
sesembahan lain yang berhak disembah di samping Allah? Amat sedikitlah kamu 
mengingat kepada-Nya". [an-Naml/27:62]. 

Ketika seorang muslim dalam talbiyahnya mengucapkan: Laa Syariika lahu (tiada 
sekutu bagi-Nya), maka ia wajib memahami hakikat syirik, wajib mengerti bahaya 
syirik dan wajib berhati-hati dengan sesungguh-sungguhnya agar tidak terjerumus 
ke dalam syirik atau ke dalam salah satu sebab atau salah satu jalan atau salah 
satu celah yang dapat mengantarkan menuju syirik. Sebab syirik merupakan dosa 
dan kemaksiatan paling besar.

Hukuman yang ditimpakan bagi perbuatan dosa syirik, baik hukuman di dunia 
maupun di akhirat, jauh lebih berat dibandingkan dengan hukuman yang diancamkan 
bagi dosa-dosa lainnya. 

Hukuman bagi perbuatan dosa syirik di dunia antara lain, bahwa orang-orang 
musyrik menjadi halal darah serta hartanya, para wanita serta anak-anak kaum 
musyrikin bisa menjadi tawanan perang. Sedangkan di akhirat, dosa syirik tidak 
akan diampunkan oleh Allah Azza wa Jalla kecuali dengan bertaubat daripadanya.

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَٰلِكَ 
لِمَنْ يَشَاءُ ۚ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدِ افْتَرَىٰ إِثْمًا عَظِيمًا 

"Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni 
segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. 
Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang 
besar". [an-Nisâ`/4:48].

إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَٰلِكَ 
لِمَنْ يَشَاءُ ۚ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا بَعِيدًا 

"Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, 
Dan Dia mengampuni dosa yang lain dari syirik itu bagi siapa yang 
dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka 
sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya". [an-Nisâ`/4:116]

إِنَّهُ مَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ 
وَمَأْوَاهُ النَّارُ ۖ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنْصَارٍ 

"…Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti 
Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada 
bagi orang-orang zalim itu seorang penolongpun". [al-Mâ`idah/5:72]

وَلَقَدْ أُوحِيَ إِلَيْكَ وَإِلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ 
لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ بَلِ اللَّهَ فَاعْبُدْ 
وَكُنْ مِنَ الشَّاكِرِينَ

"Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) 
sebelummu:"Jika kamu mempersekutukan (Allah), niscaya akan hapus amalmu dan 
tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi. Karena itu, maka hendaklah 
Allah saja yang kamu sembah dan hendaklah kamu termasuk orang-orang yang 
bersyukur". [az-Zumar/39: 65-66]

Masih banyak ayat-ayat senada lainnya, dimana Allah Azza wa Jalla mengingatkan 
segenap hamba-Nya tentang syirik, bahayanya dan akibat buruknya bagi para 
pelaku, baik di dunia maupun di akhirat.

Syirik, akibatnya sangat buruk, penghabisannya sangat menyedihkan, dan 
bahayanya sangat besar. Para pelakunya tidak akan memperoleh keuntungan 
apa-apa. Yang ia peroleh hanya kerugian, kesengsaraan dan kehinaan belaka. 
Syirik merupakan dosa terbesar dan kezhaliman paling kejam. Sebab inti dari 
perbuatan syirik adalah penghinaan kepada Allah Azza wa Jalla. Syirik adalah 
mengalihkan hak peribadatan, yang sebenarnya merupakan hak murni Allah, kepada 
selain Allah. Perbuatan syirik berarti penentangan dan kesombongan terhadap 
Allah. Di dalam perbuatan syirik juga terkandung perbuatan menyerupakan makhluk 
dengan Khaliq-Nya. Maha Suci Allah dari adanya sekutu. Sebab dengan perbuatan 
syirik itu berarti menganggap makhluk sejajar dan serupa dengan Khaliq. Padahal 
ia tidak memiliki kemampuan apapun untuk membuat madharat serta manfaat bagi 
diri sendiri, dan tidak memiliki kehidupan, kematian serta kemampuan apapun 
untuk membangkitkan diri sendiri sesudah mati, apalagi orang lain.

Sesungguhnya kewajiban setiap muslim adalah berhati-hati sekali terhadap syirik 
dan sangat takut jika terjatuh ke dalamnya. Tak urung seorang nabiyyullah dan 
khalilul-Nya yaitu Nabi Ibrahim q pun berdoa kepada Allah agar dijauhkan dari 
kemusyrikan:

وَاجْنُبْنِي وَبَنِيَّ أَنْ نَعْبُدَ الْأَصْنَامَ رَبِّ إِنَّهُنَّ أَضْلَلْنَ 
كَثِيرًا مِنَ النَّاسِ 

"Dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku daripada menyembah berhala-berhala. Ya 
Rabbku, sesungguhnya berhala-berhala itu telah menyesatkan kebanyakan daripada 
manusia". [Ibrâhîm/14:35-36].

Nabi Ibrâhîm Alaihissallam ternyata takut jika sampai menyembah 
berhala-berhala, sehingga beliau berdoa agar Allah menyelamatkan beliau dan 
anak cucu beliau dari menyembah berhala-berhala. Apabila Nabi Ibrahim 
Khalilullah saja memohon agar Allah menjauhkan diri beliau dan diri anak 
keturunan beliau dari menyembah patung-patung, apatah lagi seharusnya 
orang-orang yang selain beliau. 

Tidak diragukan lagi, bahwa hati yang hidup tentu sangat takut terhadap 
kemusyrikan. Ia pasti akan sangat menjaga diri dari kemungkinan terjerumus 
dalam kemusyrikan dan akan senantiasa berdoa terus menerus agar Allah 
menyelamatkannya dari kemusyrikan.

Dengan demikian, maka hal ini akan menuntut seorang mu’min untuk berusaha 
memahami hakikat syirik, sebab-sebabnya, prinsip-prinsipnya dan macam-macamnya, 
agar ia tidak sampai terjatuh ke dalam syirik.

Itulah mengapa Hudzaifah bin al-Yaman Radhiyallahu 'anhu berkata:

كَانَ النَّاسُ يَسْأَلُوْنَ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ 
الْخَيْرِ، وَكُنْتُ أَسْأَلُهُ عَنِ الشَّرِّ مَخَافَةَ أَنْ يُدْرِكَنِي. أخرجه 
البخاري ومسلم.

"Orang-orang bertanya kepada Rasulullah n tentang kebaikan, namun aku bertanya 
kepada beliau tentang keburukan karena aku takut jika keburukan itu menimpaku". 

Mengapa perlu memahami keburukan seperti yang ditanyakan oleh Hudzaifah 
Radhiyallahu 'anhu ? Sebab orang yang hanya mengetahui kebaikan saja, terkadang 
ketika ada keburukan datang, ia tidak mengetahui bahwa itu adalah keburukan. 
Sehingga mungkin ia terjerumus ke dalamnya atau paling tidak ia tidak akan 
mengingkarinya. 

Umar bin Khaththab Radhiyallahu 'anhu pernah mengatakan: “Tidak lain ikatan 
Islam akan terlepas seikat demi seikat ketika seseorang tumbuh di dalam Islam 
tetapi tidak mengetahui jahiliyah”.

Sesungguhnya, menjauh dari segala bentuk kemusyrikan dan memurnikan tauhid 
hanya kepada Allah, merupakan pokok yang wajib menjadi landasan bagi setiap 
ketaatan yang dapat dipergunakan oleh seorang hamba untuk mendekatkan diri 
kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, baik berupa ibadah haji ataupun yang 
lain-lainnya. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman :

"Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan 
datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang 
datang dari segenap penjuru yang jauh. Supaya mereka menyaksikan berbagai 
manfa'at bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah 
ditentukan atas rezeki yang Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang 
ternak. Maka makanlah sebahagian daripadanya dan (sebagian lagi) berikanlah 
untuk dimakan orang-orang yang sengsara lagi fakir. Kemudian, hendaklah mereka 
menghilangkan kotoran yang ada pada badan mereka dan hendaklah mereka memenuhi 
nazar-nazar mereka dan hendaklah mereka melakukan Thawaf sekeliling rumah yang 
tua itu (Baitullah). Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan 
apa-apa yang terhormat di sisi Allah maka itu adalah lebih baik baginya di sisi 
Rabbnya. Dan telah dihalalkan bagi kamu semua binatang ternak, terkecuali yang 
diterangkan kepadamu kaharamannya, maka jauhilah olehmu barhala-berhala yang 
najis itu dan jauhilah perkataan-perkataan yang dusta; dengan ikhlas kepada 
Allah, tidak menjadi orang-orang musyrik kepada Allah (mempersekutukan sesuatu 
dengan Dia). Barangsiapa mempersekutukan sesuatu dengan Allah, maka adalah ia 
seolah-olah jatuh dari langit lalu disambar oleh burung penyambar, atau 
dihempaskan angin ke tempat yang jauh". [al-Hajj/22:27-31].

Dalam konteks ibadah haji yang terdapat pada ayat-ayat di atas, Allah Azza wa 
Jalla memperingatkan tentang syirik dan memerintahkan untuk menjauhinya. Allah 
menjelaskan kejinya syirik serta menjelaskan akibat buruknya. Menjelaskan pula 
bahwa pelakunya seakan-akan terjatuh dari langit lalu disambar oleh burung 
penyambar, atau seolah-olah dihempaskan oleh badai ke tempat yang jauh.

Karena itulah Allah Subhanahu wa Ta'ala pada sebelum ayat-ayat ini 
memerintahkan Nabi Ibrâhîm Alaihissallam supaya membersihkan baitullah sesudah 
Allah memberikan tempat kepada Ibrâhîm di baitullah tersebut, dan melarang 
berbuat syirik. Yaitu pada firman Allah Azza wa Jalla :

وَإِذْ بَوَّأْنَا لِإِبْرَاهِيمَ مَكَانَ الْبَيْتِ أَنْ لَا تُشْرِكْ بِي 
شَيْئًا وَطَهِّرْ بَيْتِيَ لِلطَّائِفِينَ وَالْقَائِمِينَ وَالرُّكَّعِ 
السُّجُودِ

"Dan (ingatlah) ketika Kami memberikan tempat kepada Ibrahim di tempat 
Baitullah (dengan mengatakan): "Janganlah kamu memperserikatkan sesuatupun 
(syirik) dengan Aku dan sucikanlah rumah-Ku ini bagi orang-orang yang thawaf, 
orang-orang yang beribadah dan orang-orang yang ruku' serta sujud". 
[al-Hajj/22:26] 

Dengan demikian, ayat-ayat yang berkaitan dengan haji di atas terkelilingi 
dengan peringatan terhadap syirik, larangan dari syirik dan penjelasan tentang 
akibat buruk syirik. Hal ini membuktikan bahwa syirik sangat keji dan sangat 
besar bahayanya. Kita memohon kepada Allah k agar Dia melindungi kita semua 
dari syirik, serta memberikan rizki keikhlasan kepada kita, baik dalam berkata 
maupun dalam berbuat.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 08/Tahun XII/1429H/2008M. Diterbitkan 
Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton 
Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016]
_______
Footnote
[1]. HR Muslim dalam sebuah hadits yang panjang, Lihat Shahîh Muslim Syarh 
Nawawi, Kitab al-Hajj, Bab: Hajjatun-Nabiyyi Shallallahu ''alaihi wa sallam . 
VIII/402 dst. Lafazh di atas terdapat pada halaman 405 – Tahqîq: Khalil Ma’mun 
Syiha, Dârul-Ma’rifah – Beirut, cet. II – 1415 H/1995 M.
[2]. HR Bukhâri dan Muslim. Lihat Fathul-Bari XIII/35 - Kitab al-Fitan no. 7084 
dan VI/615 - Kitab al-Manaqib, no. 3606. Juga Shahîh Muslim Syarh Nawawi, 
Tahqîq: Khalil Ma’mun Syiha XII/439 – Kitab al-Imarah, Bab: Wujub Mulazamah 
Jama’ah al-Muslimin ‘Inda Zhuhur al-Fitan, no. 4761.                            
            

Kirim email ke