Dibahas juga di milist Anakku, kata dr Hardiono seh bukan IPD tapi
ensefalitis gitu, gitu deh perkiraan beliau thdp penyakitnya anaknya
tetangganya mbak Eva.

On 1/30/07, Dian Ekawati <[EMAIL PROTECTED]> wrote:


Dear Moms & Dads

Membaca email dari Mba Evariny Andriana, jadi tertarik membongkar2 koleksi
email2 terdahulu dan kebetulan aku masih simpan artikel soal IPD dari
temenku, udah agak lama sih... tahun lalu, mudah2an bisa membantu

Terutama buat Mba Evariny Andriana,
Mudah2an bisa membantu ya Mba.....

Anakku udah imunisasi IPD desember lalu yang pertama, terasa banget
mahalnya sekali suntik 850.000,- belum termasuk dokternya. Berhubung umur
anakku dibawah 2 thn dan diatas 1 thn jadi 2x suntik, yang ke2 mungkin bulan
Februari.


Rgds,
Mama Dino






--------------------------------------------------------------------------------

From: "Tomi G Mail" [EMAIL PROTECTED]
Date: Thu May 11, 2006 9:54pm(PDT)
Subject: Re: [Tanya] Imunisasi IPD

Berikut Saya Posting Tettang Serba SERbi Pnemococcus dan Invasive
Pneumococcal Disease.

Saya pribadi menganjurkan imunisasi ini untuk pasien saya yang
berkecukupan. menurut WHO, angka kematian akibat penyakit ini adalah yang
tertinggi dibanding dengan penyakit penyakit lain yang dapat dicegah dengan
imunisasi (HEP B, DPT, POlio, HIB, Campak, Measles, Rubela, Varicella).
Di Amerika sudah wajib sejak thn 2000, Singapore 2005. Dari bocoran hasil
rapat Satgas imunisasi idai di medan (1-5 mei) direkomendasikan untuk
dimasukkan bersamaan vaksin influensa pada jadwal rekomentasi idai 2006,
Namun perlu persetujuan beberapa pihak lagi.

WASPADAI PENYAKIT PNEUMOKOKUS!
Hingga saat ini, menurut data WHO, ada 1 juta balita meninggal setiap
tahun akibat penyakit yang disebut Invasive Pneumoccoccal Disease (IPD).
Penyakit ini cukup berbahaya dan tidak jarang menyebabkan kematian pada anak
balita. Menurut dr. Sukman Tulus Putra, Sp.A.(K), FACC, FESC, Ketua Umum
Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), orangtua hendaknya tetap
waspada terhadap bahaya serangan penyakit IPD karena dapat mengancam nyawa,
terutama pada anak di bawah usia 2 tahun.

MENYEBAR DI UDARA
Saat ini, dari sekitar 25 juta balita di Indonesia, sebagian besar
berpotensi terkena serangan IPD. Oleh karena itu IDAI merasa perlu
mensosialisasikan bahaya penyakit IPD kepada seluruh masyarakat meski
kenyataannya kita masih bergelut dengan berbagai penyakit Infeksi lain
seperti demam berdarah dengue dan polio.
IPD adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri pneumokokus
(streptoccoccus pneumoniae). Bakteri tersebut secara cepat dapat masuk ke
dalam sirkulasi darah dan merusak (invasif) serta dapat menyebabkan infeksi
selaput otak (meningitis) yang biasa disebut radang otak.

Penelitian menunjukkan, sebagian besar bayi dan anak di bawah usia 2 tahun
pernah menjadi pembawa ( carrier) bakteri pneumokokus di dalam saluran
pernapasan mereka. Oleh karena itu, bayi baru lahir hingga bocah usia 2
tahun berisiko tinggi terkena IPD.
Bakteri ini menyebar di udara ( airborne disease) melalui cairan/lendir
hidung dan tenggorokan saat seseorang bersin dan batuk. Saat bersin atau
batuk, jutaan partikel air liur yang sangat kecil terlontar dengan kecepatan
100 meter per detik. Partikel tersebut umumnya berdiameter sekitar 10-100
mikrometer. Partikel ini akan segera berubah menjadi partikel yang lebih
kecil lagi (droplet nuclei) berukuran 1-4 mikrometer dan berisi virus atau
bakteri. Inilah yang menjadi sarana penularan yang sangat cepat. Itulah
sebabnya interaksi antara anak dan manula yang mengidap penyakit ini terus
menerus, serta antarbayi dan anak di tempat-tempat umum, kendaraan umum,
likungan tetangga, tempat penitipan anak (TPA) dan kelompok bermain
(playgroup), merupakan lokasi potensial bagi penyebaran bakteri IPD ini.

SAKIT TELINGA SAMPAI AJAL MENJEMPUT
Infeksi pneumokokus merupakan infeksi bakteri yang menyerang berbagai
bagian tubuh.
* Jika bakteri pneumokokus masuk ke dalam aliran darah, dikenal sebagai
pneumokokus bakteremia.
* Jika bagian otak tertentu yang terserang, dikenal sebagai meningitis
(radang/infeksi selaput otak).
* Jika bakteri pneumokokus menyerang paru-paru, dikenal sebagai pneumonia
atau radang/infeksi paru.
* Jika telinga yang terinfeksi, dikenal sebagai otitis media akut.
Apabila terjadi bakteremia, akan muncul gangguan berbagai organ tubuh
(disebut sepsis) yang akhirnya berujung pada kegagalan fungsi organ
(multiorgan failure). Selain itu, pneumokokus juga bisa menyebabkan penyakit
lokal yang bersifat non-invasif, seperti infeksi telinga tengah, radang paru
dan sinusitis.
Yang paling fatal bila bakteri pneumokokus menyerang otak. Pada
kasus-kasus meningitis seperti ini, kematian akan menyerang 17% penderita
hanya dalam kurun waktu 48 jam setelah terserang. Kalaupun dinyatakan sembuh
umumnya meninggalkan kecacatan permanen, semisal gangguan pendengaran dan
gangguan saraf yang selanjutnya memunculkan gangguan motorik, kejang tanpa
demam, keterbelakangan mental dan kelumpuhan.  Di Indonesia, saat ini
pneumokokus menjadi salah satu dari dua
penyebab utama meningitis bakteri anak-anak. Meskipun penyakit pneumokokus
memuncak pada anak usia 12 bulan, kasus meningitis mungkin mulai terjadi
dari usia 2 bulan.

CEGAH DENGAN IMUNISASI
Infeksi yang disebabkan pneumokokus adalah penyebab angka kesakitan
(morbiditas) dan kematian (mortalitas) yang tinggi pada anak-anak di seluruh
dunia. Berdasarkan data epidemologis, infeksi pneumokokal menyebabkan lebih
dari 1 juta kematian anak-anak terutama di negara berkembang.
Pada dasarnya IPD dapat diobati dengan antiobiotik. Akan tetapi pengobatan
IPD jadi semakin sulit dengan meningkatnya resistensi bakteri pneumokokus
terhadap beberapa jenis antiobiotik, misalnya penisilin. Lagi pula
penggunaan antibiotik untuk infeksi telinga dapat mengurangi efektivitas
antibiotik itu sendiri selain meningkatkan jumlah carrier
terhadap organisma yang resisten di dalam saluran pernapasan.
Itulah sebabnya, pencegahan lebih diperlukan daripada pengobatan.
Vaksinasi dipercaya sebagai langkah protektif terbaik mengingat saat ini
resistensi kuman pneumokokus terhadap antibiotik semakin meningkat. Karena
anak-anak di bawah usia 1 tahun memiliki risiko paling tinggi menderita IPD,
maka amat dianjurkan agar pemberian imunisasi dilakukan sedini mungkin.
Untungnya, saat ini sudah ditemukan vaksin pneumokokus bagi bayi dan anak di
bawah 2 tahun.
Cara bekerjanya, merangsang sistem kekebalan dan menciptakan memori pada
sistem kekebalan tubuh. Injeksi vaksin pneumokokus ke dalam tubuh memberikan
pengenalan sistem kekebalan tubuh pada 7 jenis/serotipe bakteri pneumokokus
yang paling umum menyerang bayi dan anak. Dengan pemberian vaksin, serangan
bakteri ini di kemudian hari dapat dicegah. Studi klinis tahun 2003
menunjukkan pengurangan jumlah bayi penderita IPD sebanyak 78% setelah anak
divaksinasi saat berusia di bawah 2 tahun.
Bahkan FDA (Food and Drug Administration) di AS menyutujui vaksin
pneumokokus sebagai satu-satunya vaksin untuk mencegah IPD pada bayi dan
anak sekaligus merekomendasikan bayi dan anak di bawah usia 2 tahun untuk
mendapat vaksin pneumokokus. Tak heran kalau vaksin ini diwajibkan di
Amerika Serikat, Australia dan Eropa, sedangkan di Indonesia baru mulai
diperkenalkan pada tahun 2006 ini.
Reaksi terhadap vaksin yang terbanyak dilaporkan adalah demam ringan < 38
Celcius, rewel, mengantuk (drowsy), dan beberapa reaksi ringan lainnya yang
biasa ditemui pada pemberian berbagai jenis vaksin. Orangtua dapat
berkonsultasi dengan dokter spesialis anak mengenai jadwal pemberian vaksin
pneumokokus baru untuk bayi dan anak di bawah 2 tahun sesuai kondisi
kesehatan dan usia anak. Demi mencegah bahaya penyakit ini, setiap anak di
bawah usia 2 tahun memang seyogyanya dapat divaksin.

GEJALANYA MIRIP DEMAM
Gejala IPD yang umum diantaranya napas cepat sesak, nyeri dada, menggigil
disertai batuk dan demam dengan masa inkubasinya 1-3 hari. Namun gejala yang
lebih spesifik bisa ditemui tergantung pada bagian tubuh mana yang diserang.
Otitis media yang berakibat infeksi pada telinga tengah, contohnya, juga
memunculkan gejala lain seperti nyeri telinga, demam, rewel, dan gangguan
pendengaran yang bersifat sementara. Infeksi telinga tengah cenderung
terjadi berulang pada masa bayi dan kanak-kanak. Kalau sudah begini sangat
mungkin si anak akan mengalami gangguan pendengaran yang bersifat menetap
dan mengalami keterlambatan bicara.
Sayangnya, gejala bakteremia pada bayi kadang sulit diketahui karena
awalnya serupa dengan infeksi virus biasa seperti bayi menderita demam
tinggi dan terus-menerus rewel, diikuti atau tanpa infeksi saluran
pernapasan. Sementara meningitis menunjukkan gejala seperti demam tinggi,
nyeri kepala hebat, mual, muntah, diare, leher kaku, dan takut pada cahaya
(photophobia). Selain itu bayi juga tampak rewel, lemah dan lesu (letargik),
menolak makan dan pada pemeriksaan teraba ubun-ubunnya menonjol, dapat
terjadi penurunan kesadaran dan kejang.
Dari ketiga bakteri yang biasa menyebabkan meningitis (Streptococcus
pneumoniae, Haemophilus influenzae type B, dan Neisseria meningitis),
Streptococcus pneumoniae merupakan bakteri yang seringkali menyerang anak di
bawah 2 tahun. Meningitis karena bakteri pneumokokus ini dapat menyebabkan
kematian hanya dalam waktu 48 jam. Bila sembuh pun sering kali meninggalkan
kecacatan permanen.


Kirim email ke