imunisasi IPD mahal ya pak?
dengar2 sih 1jt-an n  bbrp kali
apa benar??

salam,
mama arion/3.5bln

Jusuf wrote:

Menangkal Bakteri Pneumokokus, "Pembunuh" Anak Bawah Lima Tahun




Hampir 75 persen anak kecil dan bayi punya kandungan bakteri pneumokokus dalam saluran pernapasan mereka. Bakteri tersebut secara lebih khusus ditemukan pada bayi yang tidak mendapat air susu ibu (ASI), menderita infeksi virus dalam saluran pernapasan, perokok pasif akibat buruknya lingkungan sekitar.

Badan Kesehatan Dunia (WHO) telah mengumumkan adanya ancaman tersembunyi yang bisa sangat mencemaskan tersebut. Dipastikan, satu juta bayi di bawah usia 2 tahun di negara berkembang meninggal akibat infeksi yang diakibatkan oleh bakteri tersebut.

Sering tanpa bisa terdeteksi secara cermat, infeksi pneumokokus kemudian menyerang beragam bagian tubuh. Jika masuk ke aliran darah disebut pneumokokus bakteremia. Kalau ke otak jadi meningitis (infeksi selaput otak). Jika menerobos ke paru disebut pneumonia, dan bila ke telinga menyebabkan otitis media akut.

"Lebih mencemaskan lagi, pada kasus meningitis kematian akan menyerang 17 persen penderita hanya dalam waktu 48 jam," kata Sri Rezeki Hadinegoro, Ketua Satgas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI).

Survei kesehatan yang dilakukan di Indonesia tahun 2001 juga menempatkan pneumonia sebagai pembunuh anak balita nomor satu di negara kita. Dengan catatan angka 23 persen, maka pneumonia jauh mengungguli diare (13 persen), neurologi (12 persen), dan tipus yang hanya tujuh persen sebagai penyebab kematian anak balita.

Mudah menular

Bahkan, kalau tidak meninggal dan kemudian bayi tersebut sudah bisa dinyatakan sembuh, umumnya bakteri tadi tetap meninggalkan cacat permanen. Selain itu, juga bisa menyisakan ancaman pada gangguan pendengaran dan gangguan saraf yang akan memunculkan gangguan motorik, kejang tanpa demam, keterbelakangan mental berikut ancaman kelumpuhan.

Memang, pada dasarnya anak-anak lebih mudah tertular penyakit yang populer disebut dengan istilah invasive pneumoccoccal disease (IPD) ini, sebab mereka masih belum punya kekebalan alamiah untuk bisa ikut membentengi diri. Selain itu, anak kecil senang bermain berkelompok, sehingga malah semakin menularkan kontak langsung dengan pembawa bakteri, bahkan hanya melalui batuk ringan atau bersin.

Bakteri pembunuh bayi tersebut sebenarnya sudah ditemukan Pasteur sejak tahun 1881, terdiri atas 90 stereotype, dan hanya sekitar 10 jenis dinyatakan berbahaya. Akan tetapi, meski sedikit, jenis yang berbahaya tersebut justru mampu menginfeksi secara cepat ke sirkulasi darah dan bersifat merusak. Sayangnya, penyakit ini sering terlewatkan dalam pengamatan lantaran gejalanya mirip demam biasa atau sifat rewel seorang bayi.

Penelitian di Amerika Serikat menunjukkan, setiap tahun ditemukan 175.000 kasus IPD. Di Filipina, 35 persen bayi terkena IPD meninggal dunia. Sedangkan di Hongkong, lebih dari 19 persen anak membawa bakteri pneumokokus berbahaya pada saluran pernapasan mereka.

Menyadari gawatnya IPD dan kenyataan bahwa pengobatannya bisa dipersulit dengan terjadinya peningkatan ketahanan bakteri terhadap sejumlah antibiotik, tidak ada jalan lain untuk mencegahnya kecuali dengan melakukan vaksinasi. Langkah tersebut sejalan dengan telah ditemukannya vaksin pneumokokus, yang telah dipasarkan di AS sejak tahun 2000-an, dan sejak awal 2006 juga telah beredar di Indonesia.

Mengungkapkan persoalan ini ketika berbicara di muka Muktamar IDI di Semarang, pekan lalu, Sri Rezeki menegaskan, "Kami telah merekomendasikan upaya preventif sedini mungkin dengan vaksinasi pneumokokus kepada semua bayi dan anak di bawah usia dua tahun."

Vaksin termaksud memang belum dimasukkan dalam pengembangan program imunisasi nasional yang dilakukan secara rutin, yaitu BCG, polio, Hepatitis B, DPT, dan campak.

Sementara di AS, Australia, Eropa, dan Meksiko, penggunaan vaksin termaksud telah diwajibkan. Sri Rezeki mengakui, "Semuanya serba dilematis. Idealnya, oleh karena besarnya ancaman kematian terhadap bayi, vaksin ini harus bisa dimasukkan dalam program imunisasi nasional. Tetapi, jika pemerintah harus menanggung semuanya, anggarannya masih belum tersedia."

"Mengingat kenyataan bahwa mengobati akan memakan biaya lebih mahal dan belum semuanya dipastikan berhasil, maka sebaiknya jangan mengambil risiko. Begitu bayi lahir, langsung saja dilakukan vaksinasi pneumokokus, yang memang bisa dilakukan berbarengan dengan pemberian vaksin lain," ungkap Sri Rezeki.

Julius Pour, Wartawan, Tinggal di Tangerang



Sumber: Kompas



The information transmitted is intended only for the person or the entity to which it is addressed and may contain confidential and/or privileged material. If you have received it by mistake please notify the sender by return e-mail and delete this message including any of its attachments from your system. Any use, review, reliance or dissemination of this message in whole or in part is strictly prohibited. Please note that e-mails are susceptible to change. The views expressed herein do not necessarily represent those of PT Astra International Tbk and should not be construed as the views, offers or acceptances of PT Astra International Tbk.

--------------------------------------------------------------
Beli tanaman hias, http://www.toekangkeboen.com
Info balita: http://www.balita-anda.com
Peraturan milis, email ke: [EMAIL PROTECTED]
menghubungi admin, email ke: [EMAIL PROTECTED]




--------------------------------------------------------------
Beli tanaman hias, http://www.toekangkeboen.com
Info balita: http://www.balita-anda.com
Peraturan milis, email ke: [EMAIL PROTECTED]
menghubungi admin, email ke: [EMAIL PROTECTED]

Kirim email ke