Mbak Ratna,
Sekilas setelah membaca curhatan dari sobat mbak, ada kesan
terlalu meremehkan gaji suami yang kecil maupun latar belakangnya.
Rasanya kurang etis kalau hal ini baru diungkapkan setelah perkawinan
berjalan dan mempunyai 2 orang putra.
Kondisi  calon suami tentunya sudah kita pahami sebelum kita memutuskan
menikah dengannya.
Apapun pilihan kita jangan menyalahkan pihak lain, kalau memang
kita sebagai wanita selain sebagai seorang ibu tetapi juga ingin
berkarir memang itulah resikonya, apapun pilihan kita, pasti ada resikonya.
Kita sebagai wanita setelah menikah bukan semata-mata karir yang dikejar
tapi lebih utama sebenarnya agar bisa berbagi beban dalam keluarga (terutama
ekonomi).
Sepertinya ketakutan yang dibayangkan sobat mbak terlalu berlebihan,
banyak hal yang bisa dilakukan seorang wanita untuk tetap mendapatkan
penghasilan tapi juga bisa menunggu si kecil dirumah atau kalau mau tetap
bekerja coba cari rumah yang dekat dengan
nenek kakeknya atau saudara/kakak/adik. Hal ini yang banyak dilakukan teman2
dikantorku maupun aku sendiri.Jadi nggak perlu frustasi asal dibicarakan
baik2 dengan suami dengan ikhtikad baik tentunya.Hidup harus penuh rasa
syukur dari apa yang kita dapatkan.
Maaf kalau kurang berkenan.

Salam,
Wenny
(Bunda Dita & Bintang)


----- Original Message ----- 
From: "Ratna Wulan Sari" <[EMAIL PROTECTED]>
To: <balita-anda@balita-anda.com>
Sent: Wednesday, July 25, 2007 12:54 PM
Subject: [balita-anda] Istri (juga ibu) frustasi


Dear rekans BA,
Salah satu sobatku tadi nelpon curhat panjang banget,. singkatnya dia dalam
keadaan frustasi.
Sobatku ini seorang karyawati perusahaan asing, gajinya lumayan besar.
Punya suami yang bekerja di perusahaan konglomerasi dalam negri dengan gaji
1/3 gajinya.
Punya anak balita 2 orang. Suami istri ini berasal dari latar belakang
berbeda. Sobatku anak orang kaya
dan biasa hidup enak. Suaminya anak orang kekurangan yang biasa prihatin.
Singkat cerita awalnya hidup mereka bahagia. Masalah muncul ketika sudah
punya dua orang anak,
Dan anak2nya kurang perhatian karena orang tuanya sibuk bekerja. Biarpun
masing2 anak punya baby sitter dan ada
pembantu lagi dirumah, masalah selalu timbul. Pembantu keluar-masuk. Baby
sitter sudah dicoba dari
pengasuh biasa sampai baby sitter selalu ngga pas. Yang bagus cuma kerja
sebentar keluar karena kawin,
urusan keluarga etc. Alhasil gonta-ganti pengasuh/pembantu sudah biasa. Yang
kasihan anak2 tsb
(2 dan 4 tahun) jadi terlantar dan kurang perhatian. Yang TK jadi nakal dan
kalau ngomong agak kasar, mungkin
karena ibunya ini stress dan jadi suka marah2 setelah memikirkan keadaan
rumah masih memikirkan pekerjaan
di kantor. Juga kurang perhatian karena pengasuhnya bolak-balik ganti.
Yang 2 tahun jadi kurus karena ternyata tidak diurus dengan baik oleh
BS-nya - akhirnya dipecat. Sekarang dalam
keadaan sakit dan sobatku ngga bisa cuti karena dikejar deadline.
Pekerjaannya sangat menyita waktu.
Terpaksa anak-anaknya dititipkan dirumah orangtuanya.Tapi kan tidak bisa
terus-terusan begitu.
Sebenernya sobatku ini ingin resign saja untuk bisa mengurus anak dengan
baik, tapi memikirkan kebutuhan
saat ini yang sangat tinggi rasanya ngga mungkin mengandalkan gaji suaminya
saja. Lagipula sayang
rasanya meninggalkan pekerjaan dengan gaji puluhan juta begitu saja. Yang
bikin sobatku frustasi suaminya
Itu dirasanya ngga mampu untuk menjadi kepala keluarga yang baik alias ngga
bisa menghasilkan dengan layak
untuk standard kehidupannya yang sebenernya tidak mewah tapi tidak pas-pasan
banget. - Sebetulnya sih menurut saya
bukan salah suaminya, tapi memang dia itu jauh lebih pintar dari suaminya
dalam hal mencari uang, jadi sulit kalau
dibandingkan karena kemampuan suaminya memang mentok -. Memikirkan kalau dia
resign berarti anak2nya harus pindah
kerumah yang lebih kecil, mungkin cuma punya pembantu 1 yang berarti selain
mengasuh anak dia harus mengerjakan
pekerjaan rumah tangga yang sebelumnya jarang dikerjakan, mungkin dia
malahan bakal jatuh sakit kecapean, kemungkinan
anaknya ngga bisa les musik dan balet lagi atau beli susu dan buah-buahan
yang selama ini rutin dikonsumsi, dll, bikin
sobatku tambah frustasi.
Saya nulis ini karena rasanya banyak ibu2 BA yang mengalami kejadian yang
mirip, walau mungkin tidak 100% sama
(termasuk saya juga, karir dan anak selalu jadi dilema). Kalau ada yang mau
sharing atau sumbang saran untuk sobatku ini,
kira-kira bagaimana mengatasi masalahnya. Apa memang resign adalah pilihan
terbaik ?

Regards,
ratna


      __________________________________________________________________
Yahoo! Singapore Answers
Real people. Real questions. Real answers. Share what you know at
http://answers.yahoo.com.sg


--------------------------------------------------------------
Beli tanaman hias, http://www.toekangkeboen.com
Info balita: http://www.balita-anda.com
Peraturan milis, email ke: [EMAIL PROTECTED]
menghubungi admin, email ke: [EMAIL PROTECTED]

Kirim email ke