Pak dayat, Kebetulan saya ada artikel mengenai imunisasi HIB. Semoga berguna.
Regards, -Vita- PENTINGNYA IMUNISASI HIB Imunisasi ini perlu untuk mencegah risiko penyakit berat. Jadi, tak ada salahnya dilakukan kendati belum menjadi program nasional. Sebelum ada vaksinasi HIB (Haemophilus Influenzae tipe B), di Amerika dan Inggris, angka kematian karena infeksi kuman haemophilus tipe B pada bayi di bawah usia 6 bulan sangat tinggi. Kuman ini menyerang bagian vital tubuh, yaitu selaput otak. "Tapi setelah vaksin ini dimasyarakatkan,angka kematian dan juga penyakit yang dikarenakan kuman tersebut menurun drastis. Oleh sebab itu,vaksinasi ini dianjurkan. Terutama sebelum anak usia 6 bulan," terang dr. H. Hindra Irawan Satari, SpA, dari bagian anak RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta. Bagaimana di Indonesia? Angka kejadian secara nasional memang belum ada. Namun dari studi di beberapa daerah, seperti di Mataram, angka prevalensinya sekitar 3 persen. Lalu dari beberapa studi lainnya di Jakarta, Tangerang, dan sekitarnya menunjukkan, ada bayi-bayi di bawah usia 6 bulan yang terkena radang selaput otak (meningitis) yang ternyata salah satunya diakibatkan kuman haemophilus tipe B tersebut. Meski angkanya cukup sedikit. Menurut Hingky, demikian dokter ini disapa, kuman ini menyerang anak usia di bawah 6 bulan. "Sebab, di usia itu daya tahan atau imunitas anak belum matang. Kondisinya amat rentan hingga kuman yang masuk dapat menyerang selaput otak dan tentunya berakibat fatal." JADWAL IMUNISASI Seperti diketahui, otak bayi sedang tumbuh dan berkembang dengan cepat. Nah, kalau kemudian terkena infeksi, tentu perkembangannya jadi terhenti. Dengan demikian, kepintarannya juga hanya sebatas itu. Gejalanya jika bayi terkena infeksi radang selaput otak, "Demam tinggi bahkan bisa sampai 38,5 derajat C atau lebih. Rewel, tak mau menyusu, dan kalau sampai ke otak bisa saja timbul kejang, kesadarannya menurun, dan anak akan tidur terus." Jika terlambat ditangani, bisa-bisa anak tak tertolong. Mula-mula, kuman menyerang bagian darah hingga akhirnya sampai ke otak dengan masa inkubasi satu minggu. Radang selaput otak yang tak diobati dengan baik atau terlambat ditangani, menurut Hingky, akan menimbulkan gejala sisa. "Semisal lumpuh, tak bisa mendengar, bahkan kadang tak bisa melihat. Perkembangannya juga terlambat, bisa retarded ataupun cerebral palsy." Kuman HIB tidak hanya menyebabkan radang selaput otak, tapi juga penyakit lain, seperti radang paru, dengan gejalanya anak panas, sesak, dan biru. Demikian pula radang epiglotis dengan gejala suara serak dan napas sesak. "Kalau tak segera ditangani, bisa berakibat fatal. JADWAL IMUNISASI Berdasarkan rekomendasi yang dikeluarkan oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), pemberian imusisasi HIB ini dilakukan untuk anak di bawah usia 1 tahun. Ada yang 2 kali dan ada yang 3 kali selama 1 tahun, dan kemudian diulang kembali di usia antara 12-15 bulan. "Waktu pemberian yang direkomendasikan yaitu mulai usia 2 bulan. Selang waktunya dari setiap kali vaksin, paling cepat 1 bulan dan paling lama 2 bulan." Selang waktu pemberian ini tak jadi masalah, tetap akan efektif, kecuali kalau terlalu lama atau terlalu jauh jeda pemberiannya. Sebab, efektivitasnya sudah berkurang. "Anak yang divaksin, berarti diberikan/dimasukkan kuman ke dalam tubuhnya. Kuman ini akan menstimulasi daya tahan tubuhnya untuk membuat zat anti. Nah, ketika zat anti ini mulai menurun lalu diberi vaksin lagi, zat anti dalam tubuhnya akan naik lagi." Tapi kalau selang waktu pemberiannya terlalu jauh, maka zat anti yang menurun tersebut akan semakin menurun. "Jika kemudian divaksin lagi, kenaikan zat anti dalam tubuhnya tidak akan optimal." Pemberian vaksin HIB ada yang 2 kali dalam setahun dan ada juga yang 3 kali tergantung dari jenis vaksinnya. Vaksin HIB yang PRP-T (Poly Ribosil Phosphat Tetanus) diberikan sebanyak 3 kali dalam setahun. Sedangkan vaksin HIB yang PRP-OMP (Poly Ribosil Phosphat Outer Membrane Protein) sebanyak 2 kali sebelum umur 6 bulan. "Bedanya dalam jenis pembawa vaksinnya saja," papar Hingky. Ada juga beberapa dokter yang memberikannya 1 kali saja di usia 1 tahun. "Mungkin karena berbagai pertimbangan, misalnya saja biaya yang tak murah." Menurut Hingky, hal ini boleh-boleh saja dan tak ada istilahnya terlambat, sepanjang usia setahun itu anak belum terkena kuman haemophilus. "Yang terbaik, berikan sejak dini. Setidaknya bisa menghindari risiko terkena penyakit akibat kuman tersebut di usia dini." Mengapa dianjurkan sejak dini, karena sosialisasi anak zaman sekarang relatif lebih cepat. Seperti masuk tempat penitipan anak, playgroup, dan lainnya, hingga ia sudah kontak dengan banyak orang dan membuatnya agak rentan. Bila diberikan di atas usia 1 tahun, cukup 1 kali saja. Imunisasi pun hanya dilakukan sampai anak usia 4 tahun, sebab setelah itu, risiko anak terkena radang selaput otak akibat kuman ini, semakin rendah. Efektivitas Imunisasi HiB Sebetulnya, menurut Hingky, di Indonesia radang selaput otak pada anakcukup banyak. Tapi penyebabnya bukan karena haemophilus influenzae tipe B saja. "Masih ada bakteri lainnya seperti streptokokus, coli, meningicoccus, yang juga bisa menyebabkan radang selaput otak." Setidaknya, lanjut Hingky, bila anak sudah diimunisasi HIB, biasanya 97-99 persen efektivitasnya dapat mencegah timbulnya penyakit yang disebabkan kuman tersebut."Namun demikian, karena vaksin itu sendiri buatan manusia, tentunya tidak ada yang 100 persen sempurna. Artinya, mungkin saja dari 100 anak yang sudah divaksin, ada 1-3 anak yang terkena infeksi. Hanya saja, karena sudah divaksin, penyakitnya bisa lebih ringan, tidak terlalu lama, dan mungkin tidak ada gejala sisanya." Jadi, Bu-Pak, merupakan hak anak untuk mendapatkan imunisasi sepanjang orang tuanya dapat menyediakannya. Jangan lupa pula, lakukan imunisasi saat kondisi daya tahan tubuh anak sedang dalam keadaan baik. RADANG OTAK BISA BERAKIBAT FATAL Tergolong penyakit berat karena menyerang jaringan otak. Bagaimana mengatasinya? Ibu Syam panik ketika putri semata wayangnya mengalami panas tubuh tinggi. Tak mau ambil risiko, ia segera membawa permata hatinya ke rumah sakit. Di perjalanan, si kecil mengalami kejang-kejang. Bahkan juga mengalami penurunan kesadaran. Hal tersebut tentu saja membuat nyali Ibu Syam makin menciut. Apalagi ketika putrinya langsung dirawat di ICU dan dokter yang menangani mengatakan si kecil terkena ensefalitis. Penyakit apa ini? "Ensefalitis atau radang otak adalah infeksi pada jaringan otak," terang Dr. Dwi Putro Widodo, Sp.A(K), MMed, dari Sub Bagian Neurologi Anak Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM. Sebetulnya diagnosis ensefalitis, terang Dwi Putro, ditegakkan hanya melalui pemeriksaan mikroskopis jaringan otak. Tapi, pada prakteknya diagnosis dibuat berdasarkan gejala neurologis, seperti kejang demam dan penurunan kesadaran seperti yang dialami putri Ibu Syam. MENYERANG JARINGAN OTAK Bagaimana proses terjadinya peradangan otak tersebut? Yang penting terlebih dulu diketahui, penyebab ensefalitis bisa berbagai macam mikroorganisme, seperti virus, bakteri, jamur, cacing, protozoa, dan sebagainya. "Yang terpenting dan tersering adalah virus. Berbagai jenis virus dapat menyebabkan ensefalitis dengan gejala klinis sama," ujar Dwi Putro. Anak yang terkena infeksi lain, seperti cacar, gondongan, campak, atau TB, kemungkinan akan pula terkena ensefalitis. "Setelah masuk ke dalam tubuh, virus atau kuman akan berkembang biak dan menyebar ke seluruh tubuh. Jika akhirnya virus menyerang jaringan otak, maka akan terjadi kerusakan otak." Sementara sel-sel syaraf termasuk sel otak sangat sulit beregenerasi. Akibatnya daya kemampuan otak pun berkurang. Nah, karena merusak jaringan otak, tingkat keparahan penyakit tergantung bagian otak mana yang terkena. "Ensefalitis termasuk penyakit gawat dan mengenai susunan syaraf pusat, sehingga angka kematiannya cukup tinggi. Kalaupun sembuh, angka kecacatannya juga cukup tinggi," ujar Dwi. Angka kematian penderita ensefalitis 30-50 persen. "Sisanya bisa selamat. Tapi dari yang selamat, 20 sampai 40 persen diantaranya akan mengalami kecacatan." Cacatnya bisa macam-macam, dari gangguan pendengaran, gangguan penglihatan, kelumpuhan, anak jadi kurang cerdas, gangguan emosi, gangguan tingkah laku, dan sebagainya. Ini sangat tergantung pada bagian yang mengalami kerusakan. Artinya jika bagian pusat pendengaran yang terkena, kemungkinan akan mengalami gangguan pendengaran. Seberapa besar parahnya pun tergantung pada kerusakannya. TIGA GEJALA UMUM Ensefalitis memang paling sering menyerang anak usia 2 bulan sampai 2 tahun. Tapi, bukan tidak mungkin menyerang anak yang lebih besar. Terbukti, di beberapa rumah sakit besar, seperti RSCM cukup sering menangani kasus ensefalitis pada anak di atas usia balita. Yang penting diketahui, Bu- Pak, gejala ensefalitis yang umum ada tiga (trias), antara lain infeksi, baik akut maupun sub akut, kejang-kejang, dan kesadaran menurun. Memang tidak ada waktu tertentu kapan anak akan mengalami gejala trias tadi. Pada beberapa anak mungkin mula-mula hanya mengalami gangguan ringan, tapi kemudian mengalami koma. Pada anak lain mungkin diawali dengan demam tinggi, kejang-kejang hebat diselingi gerakan-gerakan aneh. "Kadang-kadang ada anak yang langsung panas tinggi, tetapi ada yang baru pada hari kedua mengalami panas tinggi," ujar Dwi. Umumnya gejala-gejala awal penyakit ini, seperti diutarakan Dwi menyerupai penyakit sistemis akut yang sukar dibedakan. Selain panas tinggi, biasanya anak cenderung rewel, enggak mau menyusu atau makan, kadang-kadang dibarengi mual dan muntah. Pada anak yang lebih besar kadang-kadang timbul sakit kepala. Yang sulit diketahui adalah saat masuknya virus ke dalam jaringan otak tersebut. Sesungguhnya, terang Dwi, begitu masuk ke dalam tubuh, virus akan berantem dulu dengan tubuh. "Kalau tubuh kalah, maka virus akan berkembang biak dengan cepat, termasuk ke jaringan otak. Nggak sampai satu hari bisa timbul panas tinggi dan kejang-kejang, dan dalam beberapa jam sudah bisa terjadi penurunan kesadaran." Jadi, memang sebaiknya Bapak dan Ibu selalu waspada jika putra-putrinya mengalami panas tinggi. Apalagi jika gejala trias muncul; panas tinggi, kejang-kejang dan penurunan kesadaran. Jangan ambil risiko, segeralah bawa anak ke rumah sakit untuk dirawat. "Tak bisa ditawar. Bahkan, sebaiknya anak dirawat di ICU," tegas Dwi. Tapi, ingat ya Bu-Pak, tindakan tersebut tidak berarti sama sekali bisa mencegah serangan penyakit ensefalitis. Hanya saja, mengingat gejala ensefalitis yang berlangsung demikian cepat, tentu akan memudahkan penanganan sehingga bisa meminimalkan keparahan yang akan terjadi. "Umumnya yang datang ke rumah sakit sudah berstadium berat karena pasien datang terlambat. Mungkin saat ada keluhan demam dan kejang, anak belum dibawa ke dokter. Baru ketika mengalami penurunan kesadaran, anak dibawa ke dokter." Sementara penanganan penderita ensefalitis memang sangat tergantung stadiumnya. "Jika masih ringan dan kondisi fisik anak bagus, mungkin bisa sembuh." Jadi, tegas Dwi, jika ketiga gejala ini muncul, sebaiknya harus dipikirkan kemungkinan ensefalitis. Barangkali bila anak hanya demam dan kejang, orang tua masih boleh menduga anak hanya kejang demam saja; mungkin belum perlu memikirkan ke arah proses di serebral (otak). "Tapi jika sudah sampai terjadi penurunan kesadaran, kita harus memikirkan kemungkinan radang otak maupun radang selaput otak." Memang gejala trias tadi tidak mutlak berarti ensefalitis. Penyakit lain yang memiliki gejala sama adalah meningitis (radang selaput otak). "Karena itu anak harus segera dirawat, diperiksa, dan diobservasi apakah ia terserang radang, radang selaput otak atau penyakit lain." RANGKAIAN PEMERIKSAAN Selama dirawat, baik saat di ICU atau rawat inap biasa, anak akan menjalani berbagai pemeriksaan antara lain dengan lumbalfungsi (mengambil cairan dari sumsum tulang belakang). Kemudian dilakukan pemeriksaan darah. "Darah diambil dan dilakukan biak atau kultur darah untuk melihat penyebabnya. Sayangnya, virus di dalam darah tersebut cepat hilang, sehingga sulit mendapatkan virus atau kumannya." Padahal dengan mengetahui penyebabnya akan sangat memudahkan penanganan selanjutnya. "Sayangnya kebanyakan virus sulit diidentifikasi, bahkan lebih dari 50 persen kasus ensefalitis tak diketahui penyebabnya. Karena itu secara umum pengobatan ensefalitis dilakukan secara symptomatic," lanjut Dwi. Artinya, jika penyebabnya kuman TB, kita obati TB-nya. Kalau penyebabnya virus yang lain, penanganannya lain lagi. Kecuali itu, anak pun akan mengalami pemeriksaan dengan elektroensefalografi (EEG); dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya gangguan fungsi neuron. Biasanya perlu juga dilakukan CT Scan untuk mengetahui kerusakan di otak. Bahkan pemeriksaan-pemeriksaan lebih lanjut akan terus dilakukan tergantung pada gangguan yang kemudian ditimbulkan. Semisal, dari hasil CT Scan menunjukkan adanya gangguan pada pusat pendengaran. Nah, untuk mengetahui seberapa jauh gangguannya dilakukan pemeriksaan Brain Evoked Response Audiometry (BERA). MEMINIMALKAN GEJALA SISA Mengingat gejala sisa yang tidak kecil dari ensefalitis, pencegahan perlu dilakukan sedini mungkin. Salah satunya dengan imunisasi, seperti MMR atau HiB. "Selain itu bisa dicegah dengan menjaga kondisi tubuh. Status gizi harus baik, sehingga daya tahan tubuh akan bisa mengantisipasi kemungkinan ensefalitis." Tapi, tentu saja tingkat keberhasilannya tidaklah 100 persen karena serangan virus bisa berulang. "Penyebabnya mungkin saja jenis virus yang menyerang berbeda dari sebelumnya, atau virusnya lebih ganas. Bisa juga saat virus menyerang, daya tahan tubuh sedang lemah." Tapi, justru jangan diartikan orang tua lantas menyerah begitu saja bila anak terkena ensefalitis. Berbagai terapi "penyembuhan" berikutnya justru harus diupayakan. Caranya, lanjut Dwi, dengan mengidentifikasi kemungkinan cacat yang akan ditimbulkan. Angka kecacatannya kan cukup tinggi. "Penanganannya dengan rehabilitasi. Karena yang diserang otak, maka prinsipnya tergantung bagian otak mana yang rusak." Bila bagian pendengaran yang terkena, mungkin proses pendengarannya yang terganggu; bisa salah satu atau kedua telinga; bisa rendah atau parah. Bila bagian motorik yang kena, mungkin saja anak jadi lumpuh. "Bisa juga mengenai pendengaran, motorik, dan penglihatan sekaligus, misalnya." Dengan adanya kemungkinan gangguan pertumbuhan fisik maupun mental, orang tua kiranya perlu bersabar menghadapinya. Karena, Bu-Pak, kunci keberhasilan justru di tangan Bapak dan Ibu dalam merawat anak yang memiliki kelainan tersebut. TERAPI ANAK "ISTIMEWA" Ada beberapa terapi yang harus dijalani anak-anak yang terkena ensefalitis. Tapi, pelaksanaan terapi tergantung pada gejala sisa yang timbul. Yang jelas, terang dr. Dwi Putro, Sp.A(K), MMed., semua usaha diarahkan untuk mengarahkan dan melatih kemampuan otaknya supaya bisa mendekati kemampuan anak normal yang sebaya. Bisa jadi semuanya harus dijalani, bisa jadi hanya sebagian. Sebaiknya orang tua mengkonsultasikan hal ini dengan dokter yang menangani anak. Yang jelas, berbagai terapi yang menstimulasi otak diharapkan dapat mengurangi kecacatan yang mungkin timbul. Semisal, fisioterapi, terapi okupasi, terapi wicara, dan sebagainya. ----- Original Message ----- From: "Hidayat" <[EMAIL PROTECTED]> To: <[EMAIL PROTECTED]> Sent: Thursday, July 08, 2004 8:56 AM Subject: [balita-anda] Imunisasi HIB > Salam, > Mohon informasi rekan2 tentang imunisasi HIB. Apa manfaatnya, kapan > diberikan, dan apakah imunisasi tsb ada risiko yang membahayakan bayi > (seperti pada MMR)?. Bagaimana pengalaman Bapak/Ibu? > > Terima kasih sebelumnya. > Dayat. > > > --------------------------------------------------------------------- > >> Kirim bunga, buket balon atau cake, klik,http://www.indokado.com/ > >> Info balita, http://www.balita-anda.com > >> Stop berlangganan, e-mail ke: [EMAIL PROTECTED] > --- Outgoing mail is certified Virus Free. Checked by AVG anti-virus system (http://www.grisoft.com). Version: 6.0.707 / Virus Database: 463 - Release Date: 6/15/04 --------------------------------------------------------------------- >> Kirim bunga, buket balon atau cake, klik,http://www.indokado.com/ >> Info balita, http://www.balita-anda.com >> Stop berlangganan, e-mail ke: [EMAIL PROTECTED]