Yth. Netter Sekalian

Berikut saya lampirkan artikel tentang Dukun Urut Bayi yang pernah dimuat di Tabloid 
IBU&ANAK edisi 47/Th. II. Semoga bisa berguna bagi para netter yang punya bayi/balita. 
Mohon jangan dianggap sebagai upaya promosi. Ini semata-mata karena kami yakin artikel 
ini akan berguna bagi para netter sekalian. Terima kasih.

Teguh Sudarisman
Redaktur


BERANDA I&A Edisi 47, hal. 26-27

Tangan-tangan 'Ajaib'

<I>Si kecil tak juga bisa jalan, keseleo, susah makan, susah disapih, bahkan... 
kesurupan? Atau, ibu sendiri susah punya momongan? Tenang. Banyak dukun urut yang bisa 
mengatasi problem itu.<I> 

"Ibu sudah berapa kali datang ke sini?"  
"Wah, saya sih sering sekali. Sejak si kecil berumur sebulan, sudah dipijit di sini. 
Istilah Bu Haji, <I>didadah<I>, biar badan anak saya cepat gemuk. Sampai umur 2 tahun, 
hampir sebulan sekali saya ke sini. Alhamdulillah, setelah rutin dipijit, anak nggak 
cepat sakit dan makannya banyak." 
"Kalau saya, Mbak, tahunya dari orangtua. Soalnya seluruh anak ibu saya kalau keseleo 
atau masuk angin, selalu dibawa ke sini. Anak saya nomor dua juga bisa jalan karena 
dipijit di sini...."

***

Ketiga wanita itu pun lalu asyik <I>ngerumpi<I> soal perkembangan anak-anak mereka. 
Yang memanggil Mbak, kira-kira berumur 30 tahun, sedangkan kedua teman bicaranya 
tampak sedikit lebih muda. Ketiganya berdiri di depan kamar pijat sambil menggendong 
anaknya, menunggu giliran.  
Suasana di ruang pijat bercat putih berukuran 2,5 x 2,5 meter itu lain lagi. Di ruang 
yang adem  dan bersih ini, ada satu ranjang besi model kuno warna biru muda, yang 
digunakan untuk memijat. Di tengah ruangan ada dua kursi rotan, dan sebuah meja yang 
penuh stoples berisi aneka kue khas betawi, seperti kue semprong, kue satu, dan kacang 
tojin. Di pojok, ada almari kayu yang tinggi dan tanpa tutup, berisi ramuan-ramuan 
obat yang sudah jadi.
Di kursi rotan itu, Ibu Siti Aminah, dukun pijit yang lebih akrab dipanggil Haji Itih, 
sedang <I>ngobrol<I> dengan sepasang suami-istri yang membawa anak kecil. Nenek 
berumur 65 tahun tapi masih terlihat segar itu memakai kebaya yang digulung sampai ke 
siku, sarung warna cokelat, dan selendang warna merah muda. 
"Gini lho, Nyak Haji. Dari kemarin sore Si Abduh nggak mau makan nasi. Maunya cuma teh 
manis. Terus malamnya tidurnya rewel sekali. Kenapa, ya?" tanya Siska, ibu muda itu, 
yang mengenakan baju motif kembang. Sang suami membopong si cilik berumur 2 tahun, 
yang terlihat lesu. Melihat wajah dan logatnya, kelihatannya pasangan suami-istri itu 
berasal dari Jawa.    
"Oh... begitu. Ya udah, buka deh baju anaknya. Entar Ibu pijit." Bu Haji menepuk 
bantal dan meletakkannya di atas pahanya. Setelah Abduh diletakan di atas bantal yang 
dilapisi kain panjang, mulailah Haji Itih mengurut tubuh anak itu dengan minyak yang 
ia usap dari alas cangkir. Sebelumnya, ia komat-kamit mengucapkan beberapa bacaan dari 
Alquran.  
"Wah, ini <I>mah<I>, masuk angin. Kebanyakan  main sore yaa?" komentar Bu Haji,  yang 
mempelajari teknik urut dari orangtuanya, begitu melihat punggung si Abduh jadi merah. 
Ia tidak mengerok, cuma memijit biasa. 
Selama dipijit, tangis Abduh melengking. Tapi itu tak lama. Setelah angin di badannya 
keluar, Abduh langsung diam, mungkin merasa enak. Tak sampai 10 menit, pijit pun 
selesai. Begitu keluar kamar pijit, wajah Abduh sudah kembali sumringah. Ia sudah bisa 
tertawa-tawa dengan para pengunjung kecil lain yang menunggu giliran pijit. 

Dari Mulut ke Mulut

Setiap hari, suara tangis bayi dan anak memang tak pernah berhenti dari rumah dukun 
pijit Haji Itih, yang ada di daerah Kerambat, Tebet, Jakarta Selatan.  Menurut Ibu 
Aas, yang saat itu membawa  kedua anaknya, rumah Bu Itih sudah ramai sejak pukul 6.30 
pagi oleh ibu-ibu dari Tebet dan sekitarnya  yang membawa anak-anaknya ke sini. Meski 
letaknya di gang, rumah Haji Itih di Jl. Tebet Timur Dalam VII, Jakarta Selatan ini 
mudah dicari, karena nama Haji Itih  sangat dikenal, terutama oleh tukang ojek. 
Pasien yang dipijit di sini umumnya tahu Bu Itih dari mulut ke mulut. Yang datang juga 
beragam, dari berbagai kalangan dan golongan usia. Dari pasangan yang baru menikah, 
ibu hamil, baru melahirkan, sampai ibu yang minta anaknya disapih. "Kebanyakan yang  
datang ke sini minta anaknya dipijit karena keseleo atau nggak mau makan," jelas Bu 
Haji, yang sudah menekuni profesinya selama 45 tahun. Padahal, menurut ibu 7 anak ini, 
ia tak cuma bisa urut keseleo anak kecil dan orang dewasa. Ibu yang ingin hamil, mau 
melahirkan, mendadah atau menyapih anak, sampai memperlancar dan memperbanyak ASI, 
juga bisa ia bantu. 
Di rumahnya, pasien yang menunggu giliran pijit berdiri atau duduk di bangku taman. 
Atau, mengajak si anak jalan-jalan ke depan gang atau menunggu di mobil yang diparkir 
di depan  gang, agak jauh dari ruang pijit. Mungkin, supaya anak-anak tak ketakutan 
karena mendengar suara tangisan bayi dan balita yang sedang dipijit.
Teknik Haji Itih untuk menyembuhkan pasiennya bermacam-macam. Pada anak yang keselo, 
setelah diurut, pasien dibacakan doa cepat sembuh dari keseleo. Pulangnya, ibu yang 
masih aktif ikut pengajian di daerahnya itu memberi obat borehan  beras kencur, serta 
memberitahu makanan yang harus dipantang. "Biar keseleonya cepat hilang, saya selalu  
minta pasien berpantang makan ayam dan emping." 
Untuk anak yang terlambat jalan, Haji Itih mengurut telapak kaki si anak sambil 
membacakan ayat Alquran.  "Bener lho. Setelah dipijit sekali, dua hari kemudian  Aji, 
anak saya, bisa jalan!" sumringah Bu Ina dari Cikoko, Jakarta Selatan. Sekarang, ia 
datang lagi untuk menyapih si kecil.

Pijit Hamil 

Bagi pasangan yang ingin punya momongan, coba saja ke Haji Itih. Menurutnya, cara 
memijit pasangan yang ingin hamil berbeda. Selain suami dan istri  harus dipijit, ada 
tanda khusus yang dapat ia ketahui, masih besarkah peluang pasangan ini punya 
keturunan. "Untuk suami, kalau tidak ada masalah sama sperma (encer), biasanya masih 
bisa punya anak. Kalau wanita, untuk  melihat tingkat kesuburannya, setelah 
<I>dibacain<I> doa, pusar wanita itu saya  tekan. Kalau bergetar, berarti  wanita itu 
masih subur. Kemungkinan punya anaknya juga masih tinggi," Bu Haji menjelaskan 
rahasianya.
Ny.  Latifah, yang saat itu tengah antre untuk mengucapkan terima kasih, adalah salah 
satu pasien yang merasakan 'keajaiban' tangan Bu Itih. "Dua belas tahun saya tak punya 
anak. Percaya nggak percaya nih, setelah  dipijit Bu Itih, beliau bilang saya masih 
mungkin hamil, karena pusar saya masih bergetar saat ditekan. Alhamdulillah, sebulan 
setelah itu doa saya dikabulkan Allah." 
Karena tidak semua orang subur, supaya pasiennya tak kecewa, sebelum mengurut Bu Haji 
selalu memberi penjelasan, kalau diberi anak atau tidak itu bukan karena  tangannya, 
tapi karena kehendak Tuhan. Berapa kali pasien mesti datang pun  tergantung kondisi si 
pasien. Ada pasien yang harus dua kali pijit, ada juga yang cukup sekali langsung 
<I>tokcer<I>. Bagaimana kalau si pasien tidak sembuh atau malahan semakin parah 
sakitnya? "Alhamdulillah," senyum Bu Haji, selama jadi tukang pijit, saya belum pernah 
diprotes  sama pasien karena salah pijit atau jadi tambah parah." 

Bawa Air atau Kue

Tukang pijit lain yang ramai  dikunjungi para ibu adalah Haji Encop, di Jl. Tebet 
Barat  III C No. 3, Jakarta Selatan. Bu Haji berumur 63 tahun ini adalah spesialis 
pijit  bayi dan  balita. Pasiennya sudah berjubel sejak subuh. Saking banyaknya para 
ibu yang ingin anaknya dipijit, anak Haji Encop membuatkan jadwal pijit, yang 
digantung pada selembar kertas laminating di jendela sebelum masuk ruang pijit.
Jam buka Bu Encop dari hari Senin sampai Minggu, dengan waktu yang berbeda. Senin, 
Selasa, Kamis dan Sabtu, Haji Encop hanya praktik dari pukul 07.00-15.00. Rabu dan 
Jumat -- yang paling ramai -- pukul 06.00-12.00. Minggu, cuma dari pukul 12.00-15.00. 
Selain jadwal itu, ia tidak menerima pasien. 
Bu Encop yang berusia 63 tahun tapi masih terlihat awet muda dan segar ini belajar 
pijat dari neneknya.  
Meski menspesialisasikan diri pada pijit balita dan bayi, Bu Haji yang belajar pijit 
dari neneknya ini juga ahli memijit orang dewasa, khususnya wanita, serta membuat anak 
mau disapih.  
Untuk menyapih, nenek yang awet muda dan segar ini hanya perlu media air atau makanan 
kesukaan si anak. Sebelum membacakan doa menyapih anak, Bu Encop menanyakan nama dan 
tanggal lahir anak yang ingin disapih. Tak sampai semenit berdoa, Bu Haji pun lalu 
berpesan untuk memberikan air atau kue itu saat malam hari.
"Saya tadinya nggak percaya kalau air dari  Bu Encop bisa bikin Agung emoh mimik sama 
saya," Bu Faiza, dari Pengadegan, menceritakan anaknya. "Tapi setelah minta air sama 
Bu Encop, besoknya si kecil mau disapih." Botol Aqua dan biskuit di tangannya baru 
saja diberi doa oleh Bu Haji, untuk anak kakaknya yang sudah berumur 2,5 tahun tapi 
susah disapih.
 
Antre 5 Jam 

Kalau mau yang sedikit repot, cobalah pijit ke rumah Haji Encang, yang sangat 
<I>ngetop<I> di daerah Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Tepatnya di Jl. Kalibata Utara 
II No. 33. Saking larisnya, pasien yang datang setiap hari mencapai ratusan orang, dan 
antrean sudah dimulai sejak pukul... 3 pagi. 
Makanya, Ny. Dwi, yang mengaku sudah 5 jam menunggu giliran pijit, memberi saran. 
"Kalau mau pijit ke sini, jangan lupa bawa peralatan 'perang'. Kayak mau piknik, 
begitulah. Semua perlengkapan anak, dari pakaian, makanan, minuman, harus bawa lebih 
banyak. Kalau nggak begitu, anak bisa kelaparan." 
Saran Ny. Dwi masuk akal juga. Sebab meski di samping rumah Bu Encang yang berbentuk 
huruf L itu ada toko kelontong, dan di halamannya banyak pedagang, yang dijual 
kebanyakan makanan untuk orang dewasa, seperti rujak dan bakso.  
Supaya waktu pijit tak bertabrakan, Haji Encang membuat jadwal. Menurut Ny. Dewi (23 
tahun) yang hampir sebulan sekali memijitkan anaknya, pagi sampai sore khusus pijit 
anak-anak. Setelah pukul 6 sore sampai menjelang isya, untuk melayani orang dewasa. 
Selain bisa memijit keseleo, anak susah makan, susah jalan, susah pup, pilek, batuk, 
atau campak, Haji Encang juga bisa menyembuhkan anak yang <I>sawan<I> atau kesurupan.  
Menurut Ny. Ratna, yang datang dari Bekasi, Jumat adalah yang paling ramai. "Haji 
Encang pernah bilang, Jumat itu hari yang baik buat anak dipijit. Makanya, dulu, waktu 
Rio anak saya susah jalan, beliau menyarankan supaya dipijit setiap Jumat." Tak heran 
kalau  di hari itu, ruangan  pijit yang cuma bisa menampung  25 orang jadi terasa 
lebih panas karena lebih banyak orang duduk di situ. 
Tapi, berbeda dengan di Haji Itih dan Haji Encop, meskipun pasien berjubel, tidak ada 
yang main serobot, meski tidak ada yang mencatat siapa yang masuk dulu untuk dipijit. 
Semua pasien yang baru datang harus bertanya siapa yang terakhir datang dan harus 
mematuhi gilirannya. "Pernah ada ibu yang <I>nyerobot<I>, eh... Bu Encang tahu, lho!" 
terang Ny. Dwi. "Dan biasaya, mijitya jadi nggak manjur." 
Kalau ada ibu yang marah-marah sama pasien lainya, biasanya  Haji Encang juga langsug 
<I>ngambek<I>, masuk ke dalam, nggak mau mijit. "Sepertinya Bu Encang itu punya indera 
keenam deh. Soalnya sekali pegang aja beliau tahu kalau anak itu keseleo atau 
kemasukan (setan)," terang Ny. Dwi lagi. Kalau penyakit yang diderita anak agak parah, 
misalnya sudah setahun tak bisa duduk, biasaya Haji Encang membaca doanya sampai 
menunduk dan sangat lama. Baru kemudian ia melumuri si anak dengan minyak yang ia 
tampung di wadah besar, bekas akuarium. 

Ramuan Habis Bersalin

Kalau tidak ingin antre kelamaan saat Jumat, bisa juga ke rumah Haji Komariah, yang 
ada di Jl. Guru Alip No. 23, Duren Tiga, Jakarta Selatan. Bu Haji yang mendapat 
keahlian mijat berkat  karomah (yakni...... ) juga laris didatangi para ibu, terutama 
dari daerah Mampang dan Warung Buncit.  Jam bukanya, setiap hari kecuali hari Minggu, 
pukul 08.00-11.00 dan sore pukul 16.00-17.00.
Selain bisa membantu mengatasi aneka problem si kecil dengan memijit, Bu Haji beranak 
9 yang murah senyum ini juga sering dimintai nasihat oleh ibu yang sedang hamil maupun 
habis melahirkan. Bahkan, Bu Haji yang berbadan besar ini menyediakan ramuan jamu 
untuk menguatkan otot-otot rahim, menghilangkan lemak, serta memulihkan otot-otot 
sehabis persalinan. 
"Kadang ada pasien yang minta nasihat ke sini karena harus operasi cesar," papar Upi, 
salah satu dari kesembilan anaknya. "Setelah dipijit Ibu, ternyata bisa kok, nggak 
usah operasi."
Meski sudah memiliki banyak langganan -- malah ada yang dari luar negeri -- para ahli 
pijit tidak pernah mematok harga pijit, lho. "Saya  menerima ongkos seikhlas orang 
yang memberi saja," terang  Haji Itih. Begitu juga ketiga Ibu Haji lainnya. 
Kalau dipanggil ke rumah? Menurut Bu Itih, beberapa tahun belakangan ini ia tak pernah 
menerima pangilan untuk mijit di rumah pasien. "Kalau ada pangilan pijit, saya 
menyuruh anak lelaki saya  yang sudah saya  ajari memijit sejak kecil untuk  
<I>nggantiin<I> saya. Bu Haji Encop, Haji Encang, dan Haji Komariah juga tidak 
melayani panggilan ke rumah. Sebabnya ya itu, banyaknya jumlah pasien yang ingin 
dipijit. Apa boleh buat, antre. Yang penting, anak sehat 'kan?  b Andesi

Copyright
Tabloid IBU&ANAK
2000

Kirim email ke