Kebudayaan Lokal Jangan Dimarjinalkan Jakarta, Kompas - Orientasi politik dan strategi kebudayaan yang bersifat nasionalis- integralistik telah mengesampingkan keragaman budaya yang ada pada berbagai kebudayaan lokal. Keragaman dan perbedaan- perbedaan yang ada sering kali diposisikan sebagai ancaman potensial terhadap persatuan dan kesatuan bangsa.
Orientasi politik kebudayaan nasional yang menekankan suatu jati diri bangsa Indonesia telah meminimalkan upaya yang sungguh-sungguh untuk membina kebudayaan-kebudayaan lokal yang dianggap marjinal. Kebudayaan daerah hanya dibina sejauh ada unsur-unsur yang menguatkan persatuan-kesatuan bangsa dan rasa nasionalisme Indonesia. Kebudayaan daerah tidak dibina sebagai suatu totalitas yang utuh. Inilah permasalahan yang terungkap dalam temu budaya daerah Papua tahun 2002 lalu, yang dipaparkan dalam Dialog Budaya Nasional di Jakarta, Rabu (21/12). Dialog yang dibuka oleh Direktur Jenderal Nilai Budaya, Seni dan Film Sri Hastanto diikuti oleh 11 Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional (BKSNT). Juga dipaparkan bahwa perubahan-perubahan struktur kelembagaan dalam kerangka pelaksanaan otonomi daerah di Papua telah membawa berbagai dampak. Di antaranya tidak berfungsi dengan baiknya instansi-instansi pembina kebudayaan di daerah, terutama dalam hal koordinasi dan kerja sama serta pengendalian kegiatan-kegiatan pembinaan kebudayaan. Pelaksanaan otonomi daerah tidak diikuti oleh peraturan pemerintah yang mengatur mengenai mekanisme tata hubungan kerja antara instansi-instansi di tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten. Alhasil, tidak ada koordinasi baik dalam rangka perencanaan maupun pelaksanaan program pembinaan. "Kebudayaan itu dinomorduakan dalam segala kebijakan pembangunan daerah. Pengambil kebijakan lebih mengutamakan pembangunan fisik, sehingga kebudayaan dikesampingkan karena kebudayaan tidak tampak secara fisik," kata Ketua BKSNT Jayapura, Apolos Marisan. Masalah sumber daya manusia di bidang kebudayaan, sejak dahulu sampai sekarang, tidak serius ditangani. Tenaga peneliti kebudayaan, tenaga teknis konservasi, kurator museum, penyuluh-penyuluh kebudayaan (pamong budaya), dan sebagainya masih sangat kurang baik jumlah maupun kualifikasinya. Otonomi daerah, menurut Apolos Marisan, telah diterjemahkan secara sempit sehingga tidak memberikan peluang pada orang-orang yang sebenarnya mempunyai potensi dan harus dikembangkan. "Dengan demikian, dalam penentuan posisi di daerah cenderung mengutamakan putra daerah. Itu memang tidak salah. Tetapi, kita sebagai negara yang bersatu dan berdaulat harus jeli melihat bahwa bukan saya saja yang harus membangun daerah saya," kata Apolos Marisan. (LOK) ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> Help the victims of the Pakistan/India earthquake rebuild their lives. http://us.click.yahoo.com/it0YpD/leGMAA/E2hLAA/BRUplB/TM --------------------------------------------------------------------~-> http://groups.yahoo.com/group/baraya_sunda/ [Ti urang, nu urang, ku urang jeung keur urang balarea] Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/Baraya_Sunda/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/