Kompas, Senin, 16 Oktober 2006 Internasional Irak, Potret Tragedi Kemanusiaan
Trias Kuncahyono Irak adalah ladang pembantaian. Ratusan ribu orang harus menemui ajal secara sia-sia. Ada yang ditembak oleh penembak gelap. Ada yang meninggal karena kena bom. Ada yang tewas karena disiksa. Ada yang menjadi korban perang, dan banyak lagi yang meninggal karena sebab-sebab lain. Hasil penelitian yang dilakukan oleh tim kesehatan dari John Hopkins Bloomberg School of Public Health membuktikan semua itu. Menurut penelitian itu, lebih dari 655.000 warga sipil Irak tewas sejak invasi AS, Rabu (19/3/2003). Artinya, dalam satu bulan ada 15.500 orang tewas atau dalam satu hari 514 orang tewas. Hasil penelitian itu dipublikasikan oleh jurnal kesehatan Inggris, The Lencet (Kompas, 12/10). Harian The Washington Post (11/10) menulis, jumlah korban tewas itu 20 kali lebih besar dari perkiraan Presiden AS George W Bush. Bush dalam sebuah pidatonya bulan Desember 2005 mengatakan, jumlah penduduk sipil Irak yang tewas sekitar 30.000 orang. Hasil penelitian terakhir itu juga memperkirakan jumlah korban tewas 10 kali lebih besar dari perkiraan kelompok riset Iraq Body Count yang berpusat di Inggris. Lembaga ini memperkirakan jumlah korban tewas 50.000 orang. Tahun 2004 John Hopkins Bloomberg School of Public Health memperkirakan jumlah korban tewas selama 18 bulan sejak invasi mencapai 100.000 orang. Ketika itu, hasil perkiraan tersebut dinilai terlalu tinggi dibanding yang diharapkan dan dinilai kontroversial. Sekadar sebagai perbandingan: Perang Dunia II (1939-1945) menewaskan 62 juta orang; Perang Vietnam, fase AS (1960-1973) menelan korban 1,75 juta-2,1 juta jiwa, jumlah tersebut belum termasuk korban tewas dalam fase Perang Rahasia (1962-1975) yang mencapai 175.000-1,15 juta orang dan fase akhir (1973-1975) yakni 170.000 orang; Perang Afganistan (1979-2001) menewaskan 1,5 juta-2 juta orang; Perang Irak-Iran (1980-1988) menewaskan 1 juta orang; Perang Teluk (1991) menelan 100.000 korban jiwa. Dosa Washington Siapa yang harus bertanggung jawab? Tragedi itu bermula dari invasi militer yang dilancarkan Amerika Serikat (AS) dan konco-konconya. Tidak ada satu alasan pun yang dapat membenarkan invasi militer AS atas Irak itu. Semula AS selalu menyatakan bahwa Irak harus dihukum karena memiliki senjata pemusnah massal. Akan tetapi, alasan sekaligus tuduhan itu tidak pernah bisa dibuktikan. Demikian pula, motif sebenarnya yang melatari penggulingan Saddam Hussein pun pada akhirnya tidak beralasan. Sangkaan Washington bahwa Saddam mempunyai hubungan atau sekurang-kurangnya memberi tempat pada Al Qaeda tak terbukti pula. Berapa pun jumlah korban tewas akibat invasi pimpinan AS, yang oleh Presiden AS George W Bush dianggap sebagai "dilebih-lebihkan dan tidak akurat", sudah cukup memberikan gambaran bahwa apa yang disebut "Operasi Pembebasan Irak" oleh AS tidak memberikan hasil kecuali tragedi kemanusiaan. Invasi militer AS sama sekali tidak menghasilkan perdamaian dan kedamaian di Irak. Penyingkiran Saddam tidak memberikan kedamaian, ketenteraman, keamanan, dan kenyamanan hidup (Bulan Sabit di Atas Baghdad, Penerbit Kompas). Sejak Saddam tersingkir hingga kini, Irak tidak pernah sepi dari pertumpahan darah. Situasi dan keadaan Irak justru lebih pelik, lebih kompleks. Yang terjadi bukan hanya konflik senjata antara pasukan gabungan pimpinan AS dan kelompok nasionalis, melainkan juga antar-anak bangsa. Setiap hari selalu muncul berita tentang penembakan atau peledakan bom di Irak. Hari-hari setelah tragedi pengeboman sebuah masjid milik komunitas Syiah di Samarra terjadi rangkaian saling serang, saling bunuh, antara komunitas Syiah dan Sunni. Harian The Washington Post yang dikutip The Wall Street Journal (10-12 Maret) memberitakan lebih dari 1.300 orang tewas menjadi korban penembakan hanya dalam tempo enam hari setelah tragedi Samarra yang menewaskan lebih dari 500 orang. Dengan kata lain, tumbangnya Presiden Irak Saddam Hussein juga tidak membawa negeri itu ke keadaan yang lebih baik. Bahkan sebaliknya, Irak makin terpecah-belah dan terseret pada perang saudara. Perseteruan dan pertarungan antara kaum Sunni dan Syiah makin terang-terangan terjadi dan makin sengit. Saling balas menyerang di antara mereka tidak pernah henti. Ibaratnya, di Irak berlaku hukum seperti di zaman Hammurabi berkuasa Babilonia dahulu: Codex Hammurabi yang salah satu hukumnya menyatakan "utang mata ganti mata". Gilbert Burnham, pemimpin penelitian, mengatakan ia menemui dan menyaksikan kematian di seluruh Irak. Baghdad merupakan wilayah kekerasan di Irak. Provinsi Diyala dan Salahuddin, sebelah utara Baghdad, dan Anbar sebelah barat Baghdad, tercatat sebagai tempat yang paling berbahaya dibanding ibu kota Irak (International Herald Tribune, 12/10). Vietnamisasi ke Irakisasi Lalu, di mana "pembebasan" itu? Irak dibebaskan dari apa? Impian AS untuk menjadikan Irak sebagai negara demokrasi di kawasan itu, yang pada akhirnya akan memberikan angin pembaruan di seluruh kawasan, juga tidak membuahkan hasil. Stephen Biddle dalam Foreign Affairs, Maret/April 2006, menyatakan strategi AS di Irak saat ini sama dengan yang diterapkan di Vietnam dahulu yang disebut "Vietnamisasi". Strategi ini yang berujung pada penarikan seluruh Angkatan Darat AS dari Vietnam pada tahun 1973. Untuk memenangi perang, Bush menyarankan agar ditempuh tiga strategi paralel: politik, ekonomi, dan keamanan. Dua yang pertama adalah reformasi demokrasi dan rekonstruksi ekonomi. Tujuannya adalah membujuk rakyat agar berpihak kepada pemerintah baru di Baghdad dukungan AS. Yang ketiga adalah pembangunan kembali militer dan polisi yang tujuannya adalah untuk menghadapi para "pemberontak". Proyek inilah yang disebut "Irakisasi". Akan tetapi, Washington mengulangi lagi kesalahan. Sama seperti Vietnamisasi, Irakisasi juga tidak memberikan hasil seperti diharapkan. Misalnya, pemerintahan baru dukungan AS juga tidak sepenuhnya mendapat dukungan, terutama dari kelompok Sunni. Polisi juga kerap menjadi sasaran penyerangan kelompok-kelompok bersenjata. Ribuan polisi tewas. Dan keamanan semakin tak bisa dikontrol. Pada akhirnya, AS harus berani mengakui bahwa "misi" mereka gagal. Dan, AS harus angkat kaki. Sementara itu, kondisi Irak semakin kusut. Sulit diurai dan ancaman perang saudara semakin nyata. Inilah hasil invasi AS ke Irak tahun 2003! ===== Lalampahan rewuan mil, cukup dimimitian ku salengkah. __________________________________________________ Do You Yahoo!? Tired of spam? Yahoo! Mail has the best spam protection around http://mail.yahoo.com http://groups.yahoo.com/group/baraya_sunda/ http://barayasunda.servertalk.in/index.php?mforum=barayasunda [Ti urang, nu urang, ku urang jeung keur urang balarea] Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/Baraya_Sunda/ <*> Your email settings: Individual Email | Traditional <*> To change settings online go to: http://groups.yahoo.com/group/Baraya_Sunda/join (Yahoo! ID required) <*> To change settings via email: mailto:[EMAIL PROTECTED] mailto:[EMAIL PROTECTED] <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/