Alasan Politiklah Sebabnya Meski kajian Linguistik menyatakan bahasa Cirebon ”hanyalah” dialek, sampai saat ini Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 5 Tahun 2003 masih tetap mengakui Cirebon sebagai bahasa. Dengan kata lain, belum ada revisi terhadap perda tersebut.
Menurut Kepala Balai Bahasa Bandung Muh. Abdul Khak, hal itu sah-sah saja karena perda adalah kajian politik. Dalam dunia kebahasaan menurut dia, satu bahasa bisa diakui atas dasar tiga hal. Pertama, bahasa atas dasar pengakuan oleh penuturnya, kedua atas dasar politik, dan ketiga atas dasar Linguistik. Bahasa atas dasar politik, contoh lainnya bisa dilihat dari sejarah bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia yang sebenarnya berakar dari bahasa Melayu, seharusnya dinamakan bahasa Melayu dialek Indonesia. Namun, atas dasar kepentingan politik, akhirnya bahasa Melayu yang berkembang di negara Indonesia --oleh pemerintah Indonesia-- dinamakan dan diklaim sebagai bahasa Indonesia. Selain alasan politik, pengakuan Cirebon sebagai bahasa juga bisa ditinjau dari batasan wilayah geografis dalam perda itu. Abdul Khak mengatakan, Cirebon disebut sebagai dialek jika dilihat secara nasional dengan melibatkan bahasa Jawa. Artinya, ketika perda dibuat hanya dalam lingkup wilayah Jabar, Cirebon tidak memiliki pembanding kuat yaitu bahasa Jawa. Apalagi, dibandingkan dengan bahasa Melayu Betawi dan Sunda, Cirebon memang berbeda. ”Jadi, kajian kami berdasarkan linguistik secara nasional, sementara perda lebih menilai Cirebon sebagai bahasa dari konteks politis Jabar. Dengan demikian, wajar jika berbeda,” katanya. ** Revisi perda, sebenarnya memungkinkan dengan berbagai argumen linguistik. Namun, kepentingan terbesar yang dipertimbangkan dari sisi politik bisa jadi adalah penutur bahasa Cirebon, yang tidak mau disebut orang Jawa maupun orang Sunda. Ketua Lembaga Basa lan Sastra Cirebon Nurdin M. Noer mengatakan, bahasa Cirebon adalah persilangan bahasa Jawa dan Sunda. Meskipun dalam percakapan orang Cirebon masih bisa memahami sebagian bahasa Jawa, dia mengatakan kosa kata bahasa Cirebon terus berkembang tidak hanya ”mengandalkan” kosa kata dari bahasa Jawa maupun Sunda. ”Selain itu, bahasa Cirebon sudah punya banyak dialek. Contohnya saja dialek Plered, Jaware, dan Dermayon,” ujarnya. Jika akan dilakukan revisi atas perda tadi, kemungkinan besar masyarakat bahasa Cirebon akan memprotes. Pakar Linguistik Chaedar Al Wasilah pun menilai, dengan melihat kondisi penutur yang demikian kuat, revisi tidak harus dilakukan. Justru yang perlu dilakukan adalah melindungi bahasa Cirebon dari kepunahan. Apalagi, setiap tahun jumlah penutur bahasa di daerah perbatasan cenderung berkurang, tak terkecuali bahasa Sunda. ** Berdasarkan hasil penelitian Balai Bahasa Bandung yang dipublikasikan dalam peringatan Hari Bahasa Ibu pada Februari 2010, menurunnya penutur bahasa Sunda secara signifikan terjadi di tiga wilayah heterogen (ada banyak bahasa) di Jawa Barat yaitu Depok, Bekasi, dan Bogor. Sayangnya, penurunan itu juga terjadi di daerah lain seperti Garut, Sukabumi, serta Majalengka (wilayah homogen) dan Bandung, Cianjur, serta Purwakarta (semiheterogen). Dari 882 responden yang terdiri dari pasangan suami istri pituin Sunda, diperoleh hasil bahwa jumlah generasi ketiga (anak responden) yang tidak bisa berbahasa Sunda selalu lebih tinggi daripada generasi responden. Jumlah generasi responden pun relatif lebih sedikit, yang bisa berbahasa Sunda daripada generasi sebelumnya. Mereka memilih menggunakan bahasa Indonesia. Pergeseran bahasa dari Sunda menjadi Indonesia, dipengaruhi oleh semakin tingginya pendidikan, kelas tempat tinggal, pekerjaan, dan penghasilan. ”Semakin tinggi pendidikan, kecenderungannya semakin baik pekerjaan, semakin tinggi pendapatan, dan perumahan. Hidup mereka menjadi kosmopolitan dan membuka peluang lingkungan komunikasi interetnik,” ujarnya Chaedar Al Wasilah. Penurunan tanpa upaya pelestarian, menurut dia, memungkinkan terjadinya kepunahan bahasa. Saat ini, Indonesia memiliki 462 bahasa daerah (minus Papua Barat dan Maluku). Indonesia telah kehilangan sepuluh bahasa daerah. Sembilan di Papua dan satu di Maluku. (Amaliya/”PR”)*** Web: 2010/3/15 mh <khs...@gmail.com>: > Bahasa > Menimbang-nimbang Bahasa Cirebon > > Selain bahasa Sunda, Jawa Barat (Jabar) memiliki dua bahasa daerah > lain yang hingga saat ini masih dipelihara oleh penuturnya. Kedua > bahasa tersebut adalah bahasa Melayu Betawi (penutur dekat dengan > Jakarta seperti Bekasi dan Depok) dan bahasa Cirebon (di > Kota/Kabupaten Cirebon). Ketiga bahasa daerah itu diakui Pemerintah > Provinsi Jabar melalui Peraturan Daerah (Perda) Nomor 5 Tahun 2003. >