Wa'alaikum salam wa rahmatullah wa barakatuh ...

Setelah seseorang shalat istrikharah, tidak perlu menunggu nunggu datangnya
mimpi agar seseorang melaksanakan pilihannya. Karena dalam hadits tidak
disebut sebut datangnya mimpi setelah seseorang melaksanakan shalat
istrikharah.
Karena setelah kita shalat istikharah maka pada hakekatnya kita telah
menyerahkan pilihannya kepada Allah. Maka baiknya kita lakukan saja pilihan
kita tersebut meski masih ada rasa tidak suka, tidak mantap, ragu, dll di
hati kita. Tidak perlu menunggu nunggu kemantapan hati.

Dan juga tidak perlu mengulang ulang shalat istikharah sampai beberapa kali.
Cukup sekali saja.

Lebih jelasnya lihat pembahasan tentang masalah ini di Keutamaan Shalat
Sunat Istikharah pada Al Masaa il Jilid 4 karya Ustadz Abdul Hakim bin Amir
Abdat. Penerbit Darul Qalam Jakarta.


Wassalamu'alaikum


Abu Isa Hasan Cilandak
al Faqir ila Allah

----- Original Message ----- 
  1a. Re: Pasangan Jiwa
  Posted by: "suci" [EMAIL PROTECTED]   suciyulianti
  Tue May 1, 2007 8:55 pm (PST)
  Assalamu'alaikum...

  Mo tanya, cerita ini kisah nyata atau hanya fiksi? Dalam cerita ini
seorang Andri mendapat petunjuk melalui mimpi setelah melaksanakan shalat
istikharah. Yang ingin saya tanyakan, apakah petunjuk selalu datang lewat
mimpi? Sejauh apa kita harus percaya bahwa mimpi itu adalah sebuah petunjuk?
Lalu bagaimana membedakan mimpi yang hanya bunga tidur dan mimpi yang
merupakan petunjuk?

  ----- Original Message ----- 
  From: suryati
  To:
  Sent: Thursday, April 26, 2007 4:40 PM
  Subject: [tentang-pernikahan] Pasangan Jiwa

  Pasangan Jiwa

  Sumber : dudung.net


  Andri telah beranjak dewasa. Sudah saatnya ia mencari gadis yang baik
untuk dijadikan istri. Tapi sampai saat ini, ia belum juga berhasil. Bukan
suatu hal yang aneh. Ia memang terlalu mempertimbangkan bibit-bebet-bobot
calon istrinya. Maka, saat musim panas mulai bertiup, Andri melakukan
perjalanan ke Yogya. Di tengah perjalanan, Andri memutuskan untuk
beristirahat di sebuah rumah penginapan yang berada di Sekitar Malioboro.
Kebetulan ia bertemu dengan teman sekolahnya dulu. Maka Andri tak segan
untuk menceritakan maksud perjalanannya itu. Seperti gay ung bersambut,
temannya menyarankan Andri untuk mencoba melamar anak gadis keluarga Surya.
Menurut temannya itu, keluarga Surya adalah keluarga yang status sosial
ekonominya sederajat dengan
  Andri. Lagipula, gadis itu sangat cantik dan terpelajar. Andri girang
bukan main. Sebelum berpisah, teman Andri berjanji untuk mempertemukannya
dengan
  'Pak Comblang' dari keluarga Surya, esok pagi. Pak Comblang inilah yang
akan meneruskan data pribadi Andri kepada gadis tersebut. Bila keluarga itu
berkenan menerimanya, maka Andri akan segera berkenalan, sebelum lamaran
resmi atau khitbah diajukan. Kegembiraan yang meluap-luap memenuhi rongga
dada Andri. Dibentangkannya sajadah, lalu ia mulai sholat istikhoroh. Baru
kali ini Andri merasa melakukannya dengan sepenuh hati, dengan kepasrahan
yang murni... Ah... Tak terasa air mata Andri berjatuhan. Diam-diam
menyelinap suatu penyesalan. Mengapa ia baru bisa khusyu' dan dapat
merasakan ikatan yang erat dengan Allah, ketika ada masalah berat dan serius
yang harus ia hadapi? .....
  Waktu subuh belum lama berlalu, namun Andri telah bersiap untuk pergi
menemui Pak Comblang. Makin cepat makin baik, pikirnya... Di bawah sinar
bulan sabit yang kepucatan, Andri bergegas menuju tempat itu. Fajar belum
juga merekah ketika Andri sampai di tempat yang dijanjikan. Sepi sekali...
Nyanyian jangkrik perlahan menghilang. Andri benar-benar sendirian. Di
tengah kegamangan hatinya, Andri mencoba mengitari bangunan itu. Seperti
sebuah musholla kecil. Cahaya lilin yang memantul di sela-sela kaca jendela,
membangkitkan rasa ingin tahunya. Andri berjingkat ke arah jendela.
Ditempelkan matanya ke celah-celah...
  "Hei, masuklah!" "Jangan mengintip seperti itu!" Andri tersentak. Rasa
malu, kaget dan takut berbaur menjadi satu. "Ayo, masuklah. Jangan takut!"
Suaranya lebih lembut namun tetap berwibawa. Andri ragu-ragu. Tetapi rasa
ingin tahu sedemikian menyerbunya. Akhirnya ia memberanikan diri melangkah
ke dalam. "Kemarilah!" ajaknya tanpa melihat muka Andri. Andri memperhatikan
dengan penuh seksama. Laki-laki itu belum terlalu tua, tapi wajahnya
memancarkan kebaikan yang seolah-olah bersumber dari seluruh aliran
darahnya. Bijak, arif, lembut namun tegas. Tentulah ia pengemban amanah yang
luar biasa, pikir Andri.

-- cut --

Kirim email ke