Terima kasih atas artikelnya yang begitu bermakna, Pak Made...
   
  Sering-sering ngirim hikayat filosofis seperti ini ya pak?
   
  Salaam Manfaat,
   
   
  Ahmad Arafat

Made Teddy Artiana <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
               
  Hikayat Batu Dan Pohon Ara
By MTA (Made Teddy Artiana)
http://semarbagongpetrukgareng.blogspot.com/
  

Alkisah pada suatu saat di sebuah negeri di timur tengah sana. Seorang saudagar 
yang sangat kaya raya tengah mengadakan perjalanan bersama kafilahnya. Diantara 
debu dan bebatuan, derik kereta diselingi dengus kuda terdengar bergantian. 
Sesekali terdengar lecutan cambuk sais di udara. Tepat di tengah rombongan itu 
tampaklah pria berjanggut, berkain panjang dan bersorban ditemani seorang anak 
usia belasan tahun. Kedua berpakaian indah menawan. Dialah Sang Saudagar 
bersama anak semata wayang nya. Mereka duduk pada sebuah kereta yang mewah 
berhiaskan kayu gofir dan permata yaspis. Semerbak harum bau mur tersebar 
dimana-mana. Sungguh kereta yang mahal.
  
Iring-iringan barang, orang dan hewan yang panjang itu berjalan perlahan, dalam 
kawalan ketat para pengawal.Rombongan itu bergerak terus hingga pada suatu saat 
mereka berada di sebuah tanah lapang berpasir. Bebatuan tampak diletakkan 
teratur di beberapa tempat. Pemandangan ini menarik bagi sang anak sehingga ia 
merasa perlu untuk bertanya pada ayahnya.
  
"Bapa, mengapa tampak oleh ku bebatuan dengan teratur tersebar di sekitar 
daerah ini. Apakah gerangan semua itu ?".
  
"Baik pengamatan mu, anak ku", jawab Ayahnya,"bagi orang biasa itu hanyalah 
batu, tetapi bagi mereka yang memiliki hikmat, semua itu akan tampak berbeda".
  
"Apakah yang dilihat oleh kaum cerdik cendikia itu, Bapa ?", tanya anaknya 
kembali.
  
"Mereka akan melihat itu sebagai mutiara hikmat yang tersebar, memang hikmat 
berseru-seru dipinggir jalan, mengundang orang untuk singgah, tetapi sedikit 
dari kita yang menggubris ajakan itu.".
  
"Apakah Bapa akan menjelaskan perkara itu pada ku?"
  
"Tentu buah hatiku", sahut Sang Saudagar sambil mengelus kepala anaknya.
  
"Dahulu, ketika aku masih belia, hal ini pun menjadi pertanyaan di hati ku. Dan 
kakek mu, menerangkan perkara yang sama, seperti saat ini aku menjelaskan 
kepadamu. Pandanglah batu-batu itu dengan seksama. Di balik batu itu ada sebuah 
kehidupan. Masing-masing batu yang tampak oleh mu sebenarnya sedang menindih 
sebuah biji pohon ara."
  
"Tidakkah benih pohon ara itu akan mati karena tertindih batu sebesar itu Bapa 
?"
  
"Tidak anak ku. Sepintas lalu memang batu itu tampak sebagai beban yang akan 
mematikan benih pohon ara. Tetapi justru batu yang besar itulah yang membuat 
pohon ara itu sanggup bertahan hidup dan berkembang sebesar yang kau lihat di 
tepi jalan kemarin".
"Bilakah hal itu terjadi Bapa ?"
  
"Batu yang besar itu sengaja diletakkan oleh penanamnya menindih benih pohon 
ara. Mereka melakukan itu sehingga benih itu tersembunyi terhadap hembusan 
angin dan dari mata segala hewan. Samapai beberapa waktu kemudian benih itu 
akan berakar, semakin banyak dan semakin kuat. Walau tidak tampak kehidupan di 
atas permukaannya, tetapi dibawah, akarnya terus menjalar. Setelah dirasa cukup 
barulah tunas nya akan muncul perlahan. Pohon ara itu akan tumbuh semakin besar 
dan kuat hingga akhirnya akan sanggup menggulingkan batu yang menindihnya. 
Demikianlah pohon ara itu hidup. Dan hampir di setiap pohon ara akan kau temui, 
sebuah batu, seolah menjadi peringatan bahwa batu yang pernah menindih benih 
pohon ara itu tidak akan membinasakannya. Selanjutnya benih itu menjadi pohon 
besar yang mampu menaungi segala mahluk yang berlindung dari terik matahari 
yang membakar."
  
"Apakah itu semua tentang kehidupan ini Bapa ?", tanya anaknya.
  
Sang Saudagar menatap anaknya lekat-lekat sambil tersenyum, kemudian meneruskan 
penjelasannya.
  
"Benar anak ku. Jika suatu saat engkau di dalam masa-masa hidupmu, merasakan 
terhimpit suatu beban yang sangat berat ingatlah pelajaran tentang batu dan 
pohon ara itu. Segala kesulitan yang menindihmu, sebenarnya merupakan sebuah 
kesempatan bagi mu untuk berakar, semakin kuat, bertumbuh dan akhirnya tampil 
sebagai pemenang. Camkanlah, belum ada hingga saat ini benih pohon ara yang 
tertindih mati oleh bebatuan itu. Jadi jika benih pohon ara yang demikian kecil 
saja diberikan kekuatan oleh Sang Khalik untuk dapat menyingkirkan batu 
diatasnya, bagaimana dengan kita ini. Dzat Yang Maha Perkasa itu bahkan sudah 
menanamkan keilahian-Nya pada diri-diri kita. Dan menjadikan kita, manusia ini 
jauh melebihi segala mahluk dimuka bumi ini. Perhatikanlah kata-kata ini anak 
ku. Pahatkan pada loh-loh batu hatimu, sehingga engkau menjadi bijak dan tidak 
dipermainkan oleh hidup ini. Karena memang kita ditakdirkan menjadi tuan atas 
hidup kita."

***
  

                           

       

Kirim email ke