Dialog Tentang Pancasila Sebagai Ideologi Bangsa 

sumber, http://mubarok-institute.blogspot.com

Pada tulisan yang lalu dengan judul "Aktualisasi Panca Sila Sebagai
Ideologi Bangsa" salahsatu pembaca Blog Prof. Dr Achmad Mubarok yang
berkenan memberikan tanggapan yang patut kita simak bersama.

Dear Prof. Dr. Ahmad Mubarok,

Saya beranikan diri untuk mengirim email kepada Bpk, setelah membaca
artikel bapak yang berjudul "Aktualisasi Panca Sila Sebagai Ideologi
Bangsa".

Dari artikel itu, saya melihat pandangan Bapak terhadap pancasila
sangat tinggi, Bapak sangat mensyakralkan dan mengagungkan pancasila.
Lebih-lebih statement Bapak yang mengatakan "Ideolog Islamisme tidak
lagi perlu menyuarakan gerakan pemberlakuan syariat Islam, karena
disamping kontraproduktip, sesungguhnya nilai itu sudah tertampung
dalam dekrit Presiden 5 Juli 1959, yakni Piagam Jakarta menjiwai
seluruh batang tubuh UUD 45."

Dari situ telihat jelas bahwa Bapak sangat mengagungkan pancasila dan
menolak Islam. Kita sebagai umat Islam, tidak seharusnya mengeluarkan
statement seperti itu, apalagi orang sekelas Bapak yang mempunyai
banyak massa.

Tolong Bapak lebih berhati-hati dalam mengeluarkan statement, jangan
sampai statement yang bapak keluarkan nantinya akan membawa Bapak
masuk ke dalam Neraka Alloh... (dan mungkin itulah syurga-nya pancasila)
Mohon maaf kalo tidak berkenan...



Jawaban Prof. Dr. Achmad Mubarok


Panca Sila itu kebudayaan, tidak sakral, ia bisa berubah, negara NKRI
juga kebudayaan, tidak sakral, bisa berubah menjadi kerajaan bisa
menjadi federal, bisa dijajah. Agama Islam ada sisi yang bersifat
mahdlah, murni, tak boleh diubah, tidak ada ruang kreatifitas. Tetapi
kebudayaan Islam itu hasil pemikiran manusia yang diilhami oleh ajaran
Islam,maka karena kebudayaan itu ruang kreatifitas maka kebudayaan
Islam bisa berubah, bisa berbeda-beda pandangan, berbeda mazhab.

Mengetrapkan syariat Islam ke dalam kehidupan bernegara adalah proses
pembudayaan, karena negara dan Panca Sila itu kebudayaan, maka
prosesnya antara lain melalui Piagam Jakarta yang berbunyi, negara
berdasarkan ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syari'at Islam bagi
pemeluknya (Piagam jakarta juga kebudayaan). Konstitusi kita sudah
memberi peluang untukmemasukkan nilai-nilai syariat Islam ke dalam
Undang-Undang, maka sudah ada Undang2 Haji, Undang2 Perkawinan,UU
wakaf,UU Zakat, dan silahkan UU apa lagi yang berisi nilai-nilai
syari'at Islam boleh diusulkan dan diperjuangkan melalui parlemen.UU
sisdiknas pun sudah memasukkan akhlakmulia sebagai bagian dari sistem.

Tetapi kalau kita langsung berteriak dengan gerakan pemberlakuan
syariat Islam maka kita akan berhadapan dengan lawan yang sesungguhnya
tidak diperlukan, dari non muslim dan orang Islam awam, karena tidak
semua penganut Islam mempunyai visi yang sama (Piagam Jakarta ditolak
oleh sidang Konstituante tahun 1955,padahalmayoritas anggauta
konstituate beragama Islam). Anda tahu kan,di awal reformasi Prof
Deliar Noor membikin PartaiUmmat Islam (PUI), mestinya di negara yang
mayoritasnya umat Islam kan PUI menang, tetapi nyatanya tak satu
kursipun diperoleh, karena identitas ummat belum menjadi identitas
politik dan identitas budaya.

Hidayat Nur Wahid juga tidak membuat Partai Islam, tapi Partai
Keadilan Sejahtera,karena keadilan dan kesejahteraan adalah
nilai-nilai syari`at Islam. Amin Rais tidak membuat Partai Islam
tetapiPartai Amanat Nasional, karena amanat adalah nilai syari'at
Islam. Kelemahan orang seperti anda, anda mencampur adukkan kebudayaan
dengan agama mahdloh, sehingga anda menganggap saya menolak Islam dan
anda mencancam saya akan masuk neraka, sepertinya sorga milik anda.
Coba anda tengok semua negara Islam, di Malaisia,Mesir, Saudi,Sudan,
Libia, Suriah, Turki,Emirat,Pakistan, Yaman dan mana lagi.

Ummat Islam Indonesia lebih membutuhkan orang yang mampu secara cerdas
memasukkan nilai-nilai syari'at Islam ke dalam kehidupan bangsa
Indonesia. Berteriak-teriak takbir di jalanan sambil mengusung bendera
syariat Islam sambil juga mengkafirkan muslim lain yang berbeda
pandangan memang meriah, tetapi tidak strategis. Kalau Iran memang
bisa karena memiliki tokoh sekaliber Imam Khumaini dengan konsep
wilayatul faqih nya dan masyarakat Syi`ah secara sosiologis adalah
masyarakat yang sangat patuh kepada pimpinan mullah-mullah dibawah
ayatullah al uzma.

Indonesia muslimnya Sunni, ulamanya tidak terorganisir seperti
mullah-mullah, dan tiap kelompok mempunyai ulama sendiri-sendiri. Jika
Iran efektip dipimpin oleh kesatuan imamah, Indonesia membutuhkan
kemampuan meminij keragaman. OK, saya senang anda jujur, dan kita bisa
lebih banyak belajar lagi, syukur-syukur mau ketemu saya,mudah-mudahan
nanti kita bersama-sama di sorga yang sama.. 


sumber, http://mubarok-institute.blogspot.com


Salam Cinta,
agussyafii

Sekiranya berkenan mohon kirimkan komentar anda melalui
[EMAIL PROTECTED] atau http://mubarok-institute.blogspot.com



Kirim email ke