Cerita Si Murid 
Suatu ketika di ruang kelas sekolah menengah, terlihat suatu percakapan yang 
menarik.
Seorang Pak Guru, dengan buku di tangan, tampak menanyakan sesuatu kepada 
murid-muridnya di depan kelas.
Sementara itu, dari mulutnya keluar sebuah pertanyaan.

" Anak-anak, kita sudah hampir memasuki saat-saat terakhir bersekolah disini.
Setelah 3 tahun, pencapaian terbesar apa yang membuat kalian bahagia ?
Adakah hal-hal besar yang kalian peroleh selama ini ?"

Murid-murid tampak saling pandang.
Terdengar suara lagi dari Pak Guru,
" Ya, ceritakanlah satu hal terbesar yang terjadi dalam hidup kalian ..."

Lagi-lagi semua murid saling pandang, hingga kemudian tangan Pak Guru itu 
menunjuk pada seorang murid.
" Nah, kamu yang berkacamata, adakah hal besar yang kamu temui ?
Berbagilah dengan teman-temanmu ..."

Sesaat, terlontar sebuah cerita dari si murid,
" Seminggu yang lalu, adalah saat-saat yang sangat besar buat saya.
Orang tua saya, baru saja membelikan sebuah motor, persis seperti yang saya 
impikan selama ini."

Matanya berbinar, tangannya tampak seperti sedang menunggang sesuatu.
" Motor sport dengan lampu yang berkilat, pasti tak ada yang bisa mengalahkan 
kebahagiaan itu !"

Pak Guru tersenyum.
Tangannya menunjuk beberapa murid lainnya.
Maka, terdengarlah beragam cerita dari murid-murid yang hadir.

Ada anak yang baru saja mendapatkan sebuah mobil.
Ada pula yang baru dapat melewatkan liburan di luar negeri.
Sementara, ada murid yang bercerita tentang keberhasilannya mendaki gunung.

Semuanya bercerita tentang hal-hal besar yang mereka temui dan mereka dapatkan.
Hampir semua telah bicara,hingga terdengar suara dari arah belakang.
" Pak Guru ... Pak, saya belum bercerita."

Rupanya, ada seorang anak di pojok kanan yang luput dipanggil.
Matanya berbinar.
Mata yang sama seperti saat anak-anak lainnya bercerita tentang kisah besar 
yang mereka punya.

" Maaf, silahkan, ayo berbagi dengan kami semua,"
ujar Pak Guru kepada murid berambut lurus itu.

" Apa hal terbesar yang kamu dapatkan ?"
ujar Pak Guru mengulang pertanyaannya kembali.

" Keberhasilan terbesar buat saya, dan juga buat keluarga saya adalah ...
saat nama keluarga kami tercantum dalam Buku Telepon yang baru terbit 3 hari 
yang lalu."

Sesaat senyap.
Tak sedetik, terdengar tawa-tawa kecil yang memenuhi ruangan kelas itu.
Ada yang tersenyum simpul, terkikik-kikik, bahkan tertawa terbahak mendengar 
cerita itu.

Dari sudut kelas, ada yang berkomentar,
" Ha ? Saya sudah sejak lahir menemukan nama keluarga saya di Buku Telepon.
Buku Telepon ?
Betapa menyedihkan ... hahaha ..."

Dari sudut lain, ada pula yang menimpali,
" Apa tak ada hal besar lain yang kamu dapat selain hal yang lumrah semacam itu 
?"

Lagi-lagi terdengar derai-derai tawa kecil yang masih memenuhi ruangan.
Pak Guru berusaha menengahi situasi ini, sambil mengangkat tangan.

" Tenang sebentar anak-anak, kita belum mendengar cerita selanjutnya.
Silahkan teruskan, Nak ..."

Anak berambut lurus itu pun kembali angkat bicara.
" Ya, memang itulah kebahagiaan terbesar yang pernah saya dapatkan.
Dulu, Papa saya bukanlah orang baik-baik.
Karenanya, kami sering berpindah-pindah rumah.
Kami tak pernah menetap, karena selalu merasa di kejar polisi."

Matanya tampak menerawang.
Ada bias pantulan cermin dari kedua bola mata anak itu, dan ia melanjutkan.

" Tapi, kini Papa telah berubah.
Dia telah mau menjadi Papa yang baik buat keluarga saya.
Sayang, semua itu tidak butuh waktu dan usaha.

Tak pernah ada Bank dan Yayasan yang mau memberikan pinjaman modal buat bekerja.
Hingga setahun lalu, ada seseorang yang rela meminjamkan modal buat Papa saya.

Dan kini, Papa berhasil. (baca lebih lanjut)



Category Motivation, Story 

More Collections:
http://mywordscollections.blogspot.com/

Barnabas "jedhoed" Yudha

email:
barnabas.yu...@hotmail.com
barnabas.yu...@gmail.com

Kirim email ke