Keteladanan Pemimpin

By: Prof. Dr. Achmad Mubarok MA

Di dalam Bulan suci Ramadhan ini patutlah menjadi sebuah refleksi betapa 
penting sebuah keteladanan seorang pemimpin berbasis akhlak. Akhlak dalam 
kacamata Imam Al-Ghazali adalah keadaan batin yang menjadi sumber lahirnya 
suatu perbuatan di mana perbuatan itu lahir secara spontan, mudah, tanpa 
menghitung untung rugi. Orang yang berakhlak baik, ketika menjumpai orang lain 
yang perlu ditolong maka ia secara spontan menolongnya tanpa sempat memikirkan 
resiko. Demikian juga orang yang berakhlak buruk secara spontan melakukan 
kejahatan begitu peluang terbuka. Akhlak seseorang, di samping bermodal 
pembawaan sejak lahir, juga dibentuk oleh lingkungan dan perjalanan hidupnya.

Nilai-nilai akhlak Islam yang universal bersumber dari wahyu, disebut al-khair, 
sementara nilai akhlak regional bersumber dari budaya setempat, di sebut 
al-ma‘ruf, atau sesuatu yang secara umum diketahui masyarakat sebagai kebaikan 
dan kepatutan. Sedangkan akhlak yang bersifat lahir disebut adab, tatakrama, 
sopan santun atau etika. Akhlak universal berlaku untuk seluruh manusia 
sepanjang zaman. Demikian juga orang yang berakhlak buruk secara spontan 
melakukan kejahatan begitu peluang terbuka. Tetapi, sesuai dengan keragaman 
manusia, juga dikenal ada akhlak yang spesifik, misalnya akhlak anak kepada 
orang tua dan sebaliknya, akhlak murid kepada guru dan sebaliknya, akhlak 
pemimpin kepada yang dipimpin dan sebagainya.

Seseorang dapat menjadi pemimpin (imam) dari orang banyak manakala ia memiliki 
(a) kelebihan dibanding yang lain, yang oleh karena itu ia bisa memberi (b) 
memiliki keberanian dalam memutuskan sesuatu, dan (c) memiliki kejelian dalam 
memandang masalah sehingga ia bisa bertindak arif bijaksana. Secara sosial 
seorang pemimpin (imam) adalah penguasa, karena ia memiliki otoritas dalam 
memutuskan sesuatu yang mengikat orang banyak yang dipimpinnya. Akan tetapi 
menurut etika keagamaan, seorang pemimpin pada hakekatnya adalah pelayan dari 
orang banyak yang dipimpinnya (sayyid al-qaumi khodimuhum). Pemimpin yang 
akhlaknya rendah pada umumnya lebih menekankan dirinya sebagai penguasa, 
sementara pemimpin yang berakhlak baik lebih menekankan dirinya sebagai pelayan 
masyarakatnya.

Dampak dari keputusan seorang pemimpin akan sangat besar implikasinya pada 
rakyat yang dipimpin. Jika keputusannya tepat maka kebaikan akan merata kepada 
rakyatnya, tetapi jika keliru maka rakyat banyak akan menanggung derita 
karenanya. Oleh karena itu pemimpin yang baik disebut oleh Nabi dengan sebutan 
pemimpin yang adil (imamun ‘adilun) sementara pemimpin yang buruk digambarkan 
al-Qur’an, dan juga hadis, sebagai pemimpin yang zalim. Adil artinya 
menempatkan sesuatu pada tempatnya, sedangkan sebaliknya zalim artinya 
menempatkan sesuatu tidak pada tempatnya. 

Hadis Riwayat Bukhari menempatkan seorang Pemimpin yang adil dalam urutan 
pertama dari tujuh kelompok manusia utama. Hadis Riwayat Muslim menyebutkan 
bahwa pemimpin yang terbaik adalah pemimpin yang dicintai rakyatnya dan iapun 
mencintai rakyatnya. Sementara pemimpin yang terburuk menurut Nabi, adalah 
pemimpin yang dibenci rakyatnya dan iapun membenci rakyatnya, mereka saling 
melaknat satu sama lain. Hadis lain menyebutkan bahwa dua dari lima golongan 
yang dimurkai Tuhan adalah (1) penguasa (amir) yang hidupnya ditopang oleh 
rakyat (sekarang-pajak), tetapi ia tidak memberi manfaat kepada rakyatnya, dan 
bahkan tidak bisa melindungi keamanan rakyatnya. (2) Pemimpin kelompok (za‘im) 
yang dipatuhi pengikutnya tetapi ia melakukan diskriminasi terhadap kelompok 
kuat atas yang lemah, serta berbicara sekehendak hatinya (tidak mendengarkan 
aspirasi pengikutnya). Hadis Riwayat Dailami bahkan menyebut pemimpin yang 
sewenang-wenang (imam jair) sebagai membahayakan
 agama.

Kisah Al-Qur'an yang menyebut Nabi (Raja) Sulaiman yang memperhatikan suara 
semut mengandung pelajaran bahwa betapa pun seseorang menjadi pemimpin besar 
dari negeri besar, tetapi ia tidak boleh melupakan kepada rakyat kecil yang 
dimisalkan semut itu. (Q/27:16). Meneladani kepemimpinan Rasulullah, akhlak 
utama yang harus dimiliki seorang pemimpin adalah keteladanan yang baik (uswah 
hasanah), terutama dalam kehidupan pribadinya, seperti; hidup bersih, sederhana 
dan mengutamakan orang lain. Tentang betapa tingginya nilai keadilan pemimpin, 
Hadis Riwayat Tabrani menyebutkan bahwa waktu satu hari efektif dari seorang 
imam yang adil setara dengan ibadah tujuhpuluh tahun.

Sumber, http://mubarok-institute.blogspot.com

Wassalam,
agussyafii

---
Senyum menyambut ramadhan, senyum kemenangan adalah senyum amalia. Yuk, 
berkenan berbagi senyuman dalam sebuah program 'Senyum Amalia.' Kegiatan 
program 'Senyum Amalia' adalah Obrolan Puasa (Opus), Tadarus, Berbuka Puasa 
Bersama, Paket Bingkisan Senyum Amalia, akan diselenggarakan pada hari Ahad, 30 
Agustus 2009 di Rumah Amalia. Kirimkan dukungan dan senyuman anda di 
http://agussyafii.blogspot.com atau http://www.facebook.com/agussyafii atau sms 
di 087 8777 12431







      

Kirim email ke