http://www.suarapembaruan.com/News/2007/07/05/index.html

SUARA PEMBARUAN DAILY 

Meningkat, Pelanggaran HAM di Pegunungan Tengah Papua

 

[JAKARTA] Human Rights Watch (HRW) dalam laporan hasil penelitian hak asasi 
manusia (HAM) di Papua menemukan adanya peningkatakan pelanggaran HAM yang 
dilakukan aparat keamanan dalam bentuk eksekusi di luar proses hukum, 
penyiksaan hingga pemerkosaan yang dilakukan terus-menerus. 

Pelanggaran HAM itu masih dilakukan oleh polisi, yang mengakibatkan tingkat 
kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah pusat menurun dan berpotensi 
menyulut ketegangan-ketegangan separatis. Laporan HRW itu disampaikan oleh 
Joseph Saunders, Deputi Direktur Program HRW di Jakarta, Kamis (5/7). 

Menurut dia, laporan setebal 93 halaman yang berjudul "Out of Sight: Endemic 
Abuse and Impunity in Papua's Central Highlands" tersebut merupakan hasil 
penelitian selama lebih dari satu tahun. Berbagai bentuk pelanggaran yang 
dilakukan sehari-harinya oleh aparat kepolisian dan pasukan keamanan lain di 
Pegunungan Tengah Papua didokumentasikan di dalam laporan tersebut. Pegunungan 
Tengah Papua, yang mencakupi sejumlah kabupaten mulai Kabupaten Paniai, Jaya 
Wijaya, Yahukimo, Tolikara, Bintang, serta Mimika, merupakan wilayah 
bergunung-gunung dan terisolasi. 

Temuan kunci dalam laporan ini menyebutkan, polisi khususnya aparat Brigade 
Mobil (Brimob) bertanggung jawab atas sebagian besar pelanggaran berat HAM di 
wilayah Pegunungan Tengah Papua saat ini, kendati sejumlah laporan tentang 
perlakuan brutal oleh TNI masih terus bermunculan. 

Untuk menyusun laporan ini, kata Joseph Saunders, HRW melakukan investigasi 
atas 14 kasus dugaan pelanggaran HAM di wilayah Pegunungan Tengah Papua, 
mewawancarai lebih dari 50 korban, saksi mata, serta keluarga korban. Meskipun 
dihadang kendala lokasi yang sulit dijangkau, namun peneliti HRW berhasil 
melakukan wawancara mendalam terhadap 56 saksi mata, korban dan keluarga 
korban, dengan difokuskan pada kasus-kasus yang terjadi pada 2005 dan 2006. 

"Gigi saya copot. Darah mengalir. Saya ditinju. Saya ditendang di bagian 
hidung, mulut, dan gigi. Saya tidak dapat menghitung berapa kali itu terjadi. 
Saya melihat seluruh teman saya mendapat perlakuan yang sama. Darah mengalir 
dari tubuh mereka," kata pria yang tidak disebutkan identitasnya dalam laporan 
itu. 


Tertutup 

HRW kemudian mengirimkan surat kepada pimpinan polisi maupun militer di Papua 
untuk meminta penjelasan atas seluruh kasus yang terdokumentasikan di dalam 
laporan "Out of Sight", namun tidak ada tanggapan. Pada Mei 2007, surat dikirim 
lagi meminta klarifikasi dan respons atas kasus-kasus spesifik yang diangkat 
dalam laporan ini. Tetapi sampai sekarang tidak ada jawaban. 

Provinsi Papua dan Papua Barat, kata Joseph Saunders, sejauh ini tertutup bagi 
kedatangan para pemantau HAM asing. Akses bagi para jurnalis juga benar-benar 
terbatas. Banyak diplomat mengatakan kepada HRW, mereka tidak punya pemahaman 
yang memadai tentang dua provinsi di ujung timur Indonesia tersebut karena 
tidak banyak laporan independen tentang kondisi di wilayah itu yang bisa 
diperoleh. 

Selain mendesak dibukanya akses tak terbatas kepada para diplomat, jurnalis, 
dan organisasi-organisasi HAM di Papua, HRW dalam laporan itu merekomendasikan 
digelarnya penyelidikan atas semua kasus pelanggaran HAM di Pegunungan Tengah 
Papua yang melibatkan polisi atau tentara. Kasus-kasus itu juga hendaknya dapat 
diadili di pengadilan sipil mengacu KUHP dan tidak dianggap semata-mata sebagai 
pelanggaran disipliner untuk diselesaikan melalui mekanisme internal Polri 
maupun TNI. Aparat kepolisian yang sedang diperiksa atas dugaan pelanggaran HAM 
juga diusulkan untuk dibebastugaskan. Bahkan, mereka yang terbukti bertanggung 
jawab atas kasus pelanggaran HAM seharusnya dipecat. [E-9] 



--------------------------------------------------------------------------------

Last modified: 5/7/07 

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke