IRONI DI MASJID “KUBAH EMAS” DEPOK
  Kegundahan seorang Ayah   
   
  Hari minggu tgl 14 Januari 2007, kami sekeluarga (istri dan kedua anak saya 
masing-masing berumur 9 dan 5 tahun) bermaksud pergi ke untuk sholat ashar di 
Masjid “Kubah Emas” (kalau tidak salah namanya Masjid Dian Al 
Mahri), Istri dan kedua anak saya begitu bersemangat untuk sholat di Masjid 
yang terletak daerah Meruyung, Depok tsb, Selain sholat saya juga ingin 
memberikan alternatif wisata rohani yang positif pada anak saya. Namun saat 
kami hendak masuk ke pintu gerbang Masjid, satpam penjaga melarang anak saya 
masuk dengan alasan masih di bawah 10 tahun (begitupula nasib sama dialami 
pengunjung lainnya). Saya melihat pengumuman yang memang menuliskan  melarang 
anak usia dibawah 10 tahun masuk ke areal masjid dengan alasan untuk menjaga 
kebersihan, ketertiban, dan kekhusuan ibadah. Saya langsung terhentak kaget, 
kecewa karena seumur hidup saya baru kali ini  saya menemui sebuah Masjid yang 
membuat larangan anak kecil masuk, bahkan ke halamannya saja tidak
 boleh. Yang semakin menusuk hati saya adalah kekecewaan yang begitu terlihat 
dari ekspresi anak saya terutama anak laki-laki saya yang berusia 5 tahun, dia 
heran dan bertanya “kenapa yah, aku tidak boleh masuk?, emangnya yang 
punya mesjid tidak suka anak kecil yah?”.   Saat itu saya tidak bisa 
menjawab apapun,  jawaban seperti apa yang harus saya berikan pada anak saya?. 
Selama ini saya berusaha untuk selalu membiasakan anak saya sholat di masjid 
sebelah rumah. Namun saat ia begitu antusias untuk melihat Masjid yang begitu 
tersohor dan indah justru ia tidak bisa masuk. Akhirnya kami sholat Ashar di 
Mushola dekat pintu gerbang Masjid “Kubah Emas”. Mushola yang 
–maaf- tempat wudhunya tidak terawat dan kotor namun welcome kepada kami 
termasuk anak-anak saya.
   
  Setelah sholat saya berpikir mengapa pemilik Masjid itu menerapkan sebuah 
aturan yang bahkan melebihi aturan di Masjidilharam? dimana  ada orang yang 
thawaf  terlihat membawa bayi dan tidak dilarang oleh Asykar (polisi kerajaan). 
Saya tidak pernah mendengar atau membaca sebuah ayat atau hadits yang melarang 
anak dibawah 10 tahun  tidak diperbolehkan pergi ke Masjid. Yang saya tahu 
memang Rasulullah melarang anak kecil sholat di shaff terdepan bukan melarang 
datang sholat ke Masjid.  Saya khawatir aturan di Masjid “Kubah 
Emas” ini melewati apa yang digariskan Rasulullah.
   
  Secara Psikologis , pelarangan ini tentu menjadi kontraproduktif dengan 
proses pengenalan dan pembiasaan dini agar anak dekat dengan Masjid dan mau ke 
Masjid. Bayangkan jika semua Masjid melarang anak dibawah usia10 tahun sholat 
di Masjid, maka Masjid akan kehilangan jama’ahnya sebab generasi mudanya 
tidak pernah dibiasakan pergi ke Mesjid. Generasi muda Islam akan semakin jauh 
dari tempat sujud ke Tuhannya dan mungkin mereka akan “phobia” 
dengan Masjid.
   
  Jika memang pemilik Masjid Kubah “Emas” ingin membatasi segmen 
pengunjung maka seharusnya jangan disebut Masjid, sebut saja “ini adalah 
tempat sholat pribadi kami yang berada di areal pribadi, setiap yang ingin 
sholat harus ikut peraturan keluarga kami”. Sebab jika disebut Masjid  
maka sudah memasuki dimensi publik dimana semua muslim berhak sholat di Masjid 
manapun termasuk dengan anak-anaknya. Tentu setiap orang tua harus menjaga 
anaknya agar tertib.
   
  Terakhir saya berharap “pemilik” Masjid “Kubah Emas” 
(juga ke masjid manapun) mau meninjau kebijakannya. Anak adalah harapan masa 
depan Islam, mereka harus didik dekat dan cinta Masjid sejak dini, kalau tidak 
mereka akan lebih dekat pada “tempat” lain yang belum tentu membawa 
kebajikan bagi mereka.. Saya berharap pula, Masjid yang begitu megah, mewah dan 
konon menelan biaya ratusan milyar rupiah lebih ramai dengan kegiatan lainnya 
selain tempat sholat, seperti pengajian dan pengkajian dan seminar Islam, 
mentoring/pengajian bagi anak-anak yang pasti akan tertarik karena halamannya 
luas dan indah. Betapa mubazirnya Masjid ini jika hanya dipakai 
“hanya” untuk sholat dan itu pun dibatasi. Kita bisa berkaca pada 
Masjid Nabawi pada awalnya dijaman Rasulullah masih hidup, dibangun  secara 
sederhana, dengan atap dari pelepah kurma, dinding dari lumpur yang dikeraskan. 
Namun Masjid itu begitu kaya dengan aktivitas, menjadi tempat
 Rasulullah membina ummatnya, bermusyawarah tentang masalah ummat Islam, 
mengatur strategi, menimba ilmu dan disitulah peradaban Islam mulai dibangun. 
   
  Saya pribadi   masih punya PR untuk menjelaskan kepada anak laki-laki saya 
agar ia tidak salah “belajar”, jangan sampai ia punya persepsi 
bahwa Masjid bukan tempat anak-anak untuk dekat sama Tuhannya……, 
naudzubillah minzalik.
   
   
  Hilmy Wahdi.
  Psikolog Alumnus UI
  Mahasiswa Program Doktor UNJ
  Dosen tidak tetap di FE UI ekstension
  Ayah dari dua anak yang sedang belajar untuk dekat dengan Tuhannya.
   

 

Kirim email ke