BismillaaHir Rohmaanir Rohiim
Assalamu'alaykum wa RohmatulloHi wa BarokatuHu
 
B1 dan B2 Satu Dalam Warteg
        
        

Kawasan Cililitan, Cawang dan UKI di jalan Letjen Soetoyo, Jakarta,
merupakan kawasan yang cukup ramai. Sebagai salah satu pintu gerbang
Jakarta di bagian selatan, banyak warga pendatang yang masuk Jakarta
melalui kawasan ini. Hal itu juga ditandai dengan banyaknya agen bus
antar kota antar propinsi yang menjual tiket ke berbagai tujuan, baik di
Jawa maupun luar Jawa. 

Kawasan tersebut juga merupakan arus pertemuan antara jalur Jawa Barat
(Bogor, Sukabumi, Bandung) dan Jawa Tengah-Jawa Timur melalui jalan tol
Jagorawi dan jalan tol Cikampek. Tak heran jika di tempat itu selalu
ramai manusia yang lalu lalang, datang dan pergi silih berganti serta
bertukar kendaraan dari bus antar kota dengan metro mini atau mikrolet
dan sebaliknya. 

Sebagai konsekuensi ramainya kawasan tersebut, para pedagang pun sibuk
dengan dagangannya masing-masing, yang mengharap rizki dari orang-orang
yang lalu lalang tersebut. Ada yang jualan berbagai makanan, minuman,
buah-buahan, barang-barang kebutuhan sehari-hari hingga kaset dan CD.
Merekapun terlihat ramai pengunjung. Tetapi bagi Anda yang lewat dan
berjalan kaki di tempat tersebut harap hati-hati, karena selain
pedagang, tukang ojek dan calo, ada juga para pencopet yang siap merogoh
kantung siapa saja yang lengah. 

Apa yang ingin kami sampaikan bukan saja bahaya copet yang selalu
mengintip dan menunggu kita lengah, tetapi juga penjual makanan dan
minuman haram. Bukan rahasia lagi kalau di kawasan tersebut banyak
warung dan tempat makan yang menjual menu babi dengan berbagai
variasinya. Ada yang secara terus terang menyebutkan menu babinya, ada
pula yang masih malu-malu menyebutnya dengan berbagai kode. 

Terdapat beberapa warung yang menuliskan menu babinya, seperti 'sate
babi' dan 'babi panggang' dengan tulisan yang jelas dan mudah dibaca.
Dengan penulisan tulisan tersebut tentu saja sangat memudahkan bagi para
pengguna dan konsumen yang memang mencari menu tersebut, disamping juga
memudahkan konsumen muslim untuk menghindarinya dengan mudah pula. 

Di samping itu ada pula beberapa warung yang menggunakan kode-kode dalam
menunjukkan menu yang ditawarkannya. Sebut saja rumah makan Horas,
Pardede, Tao Hutagaol dan Betlehem, menuliskan menu-menu berkode B1 dan
B2 di depan warung mereka. Sebenarnya dari nama-nama rumah makan
tersebut orang sudah bisa menduga apa sebenarnya menu yang
dihidangkannya. Tidak ada salahnya ketika mereka menjual menu babi
ataupun anjing yang menurut keyakinan mereka dan konsumen khususnya
tidak bermasalah. 

Pertanyaannya adalah, mengapa harus digunakan kode-kode tersebut? Ketika
sebuah warung menjual ayam goreng, maka dengan tulisan 'ayam goreng'
secara besar-besar di depan warungnya, dengan mudah akan terbaca tanpa
penafsiran lain oleh semua konsumennya. Demikian juga dengan sop kaki
sapi, sate kambing, mie ayam dan sebagainya. Mengapa untuk yang dua
jenis ini harus menggunakan kode khusus? 

Penggunaan kode ini tentu saja mengundang penafsiran dan memerlukan
pengetahuan khusus untuk menelaah dan mengetahuinya. Kebanyakan orang
memang sudah maklum dan tahu bahwa B1 dan B2 itu adalah babi dan anjing.
Tetapi dalam kenyataannya masih ada juga masyarakat yang tidak mengerti
maksud di balik kode tersebut. Apalagi bagi konsumen yang baru tiba dari
daerah, baik dari Jawa maupun luar Jawa yang kenyataannya cukup banyak
terdapat di kawasan ini. 
Di sebuah warung, masih di kawasan yang sama, Jurnal Halal juga
menemukan adanya 'Warteg' yang menjual B1 dan B2. Penggunaan istilah
'Warteg' ini berkonotasi pada warung makan yang dikelola oleh masyarakat
yang berasal dari Tegal, sebuah kota di Jawa Tengah. Selama ini Warteg
dikenal luas oleh masyarakat sebagai warung makan yang menjual menu-menu
halal, atau setidaknya tidak ada unsur babi dan minuman keras.
Penggunaan istilah 'Warteg' dalam konteks sebagai warung yang menjual
anjing dan babi ini tentu saja sangat tidak menguntungkan bagi konsumen
muslim. Mereka bisa saja beranggapan bahwa warung itu sama dengan
warteg-warteg lain yang biasa dijumpai di Jakarta dan di tempat-tempat
lain. 

Dari kenyataan-kenyataan tersebut, aturan main mengenai warung makan
memang harus segera dibenahi, khususnya yang menyangkut penjualan
menu-menu haram bagi umat Islam. Penggunaan istilah 'warteg' serta kode
B1 dan B2 perlu diluruskan oleh berbagai pihak yang berwenang, agar
tidak menimbulkan kerancuan pada masyarakat awam. 

Bagi konsumen muslim, hal ini menjadi pelajaran berharga agar kita lebih
waspada dalam memilih menu masakan yang ditawarkan rumah makan. Ketika
kita harus makan di luar, maka semua menu, baik yang halal maupun yang
haram, siap mengintai kita. Meskipun di tempat yang kelihatannya tidak
rawan. Kalau menjumpai istilah-istilah yang aneh atau daging yang
mencurigakan, sebaiknya jangan segan untuk menanyakannya. 
        
http://www.halalmui.or.id/?module=article
<http://www.halalmui.or.id/?module=article&sub=article&act=view&id=112>
&sub=article&act=view&id=112
 
Wassalamu'alaykum wa RohmatulloHi wa BarokatuHu


[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke