TANDA-TANDA ILMU YANG BERMANFAAT



Ditulis pada Juli 17, 2008 oleh aboezaid
Oleh Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas
Ilmu yang bermanfaat dapat diketahui dengan melihat kepada pemilik ilmu 
tersebut. Di antara tanda-tandanya adalah:
[1]. Orang yang bermanfaat ilmunya tidak peduli terhadap keadaan dan kedudukan 
dirinya serta hati mereka membenci pujian dari manusia, tidak menganggap 
dirinya suci, dan tidak sombong terhadap orang lain dengan ilmu yang 
dimilikinya.
Imam al-Hasan al-Bashri (wafat th. 110 H) rahimahullaah mengatakan, “Orang yang 
faqih hanyalah orang yang zuhud terhadap dunia, sangat mengharapkan kehidupan 
akhirat, mengetahui agamanya, dan rajin dalam beribadah.��� Dalam 
riwayat lain beliau berkata, “Ia tidak iri terhadap orang yang berada di 
atasnya, tidak sombong terhadap orang yang berada di bawahnya, dan tidak 
mengambil imbalan dari ilmu yang telah Allah Ta’ala ajarkan 
kepadanya.��� [1]
[2]. Pemilik ilmu yang bermanfaat, apabila ilmunya bertambah, bertambah pula 
sikap tawadhu’, rasa takut, kehinaan, dan ketundukannya di hadapan Allah Ta’ala.
[3]. Ilmu yang bermanfaat mengajak pemiliknya lari dari dunia. Yang paling 
besar adalah kedudukan, ketenaran, dan pujian. Menjauhi hal itu dan 
bersungguh-sungguh dalam menjauhkannya, maka hal itu adalah tanda ilmu yang 
bermanfaat.
[4]. Pemilik ilmu ini tidak mengaku-ngaku memiliki ilmu dan tidak berbangga 
dengannya terhadap seorang pun. Ia tidak menisbatkan kebodohan kepada seorang 
pun, kecuali seseorang yang jelas-jelas menyalahi Sunnah dan Ahlus Sunnah. Ia 
marah kepadanya karena Allah Ta’ala semata, bukan karena pribadinya, tidak pula 
bermaksud meninggikan kedudukan dirinya sendiri di atas seorang pun. [2]
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah (wafat th. 728 H) rahimahullaah membagi ilmu yang 
bermanfaat ini -yang merupakan tiang dan asas dari hikmah- menjadi tiga bagian. 
Beliau rahimahullaah berkata, “Ilmu yang terpuji, yang ditunjukkan oleh 
Al-Kitab dan As-Sunnah adalah ilmu yang diwariskan dari para Nabi, sebagaimana 
disabdakan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam.
“Sesungguhnya para ulama adalah pewaris para Nabi, dan mereka tidak mewariskan 
dinar dan tidak pula dirham. Mereka hanyalah mewariskan ilmu. Siapa yang 
mengambilnya, maka ia telah mengambil bagian yang banyak.��� [3]
Ilmu Ini Ada Tiga Macam:
[1]. Ilmu tentang Allah, Nama-Nama, dan sifat-sifat-Nya serta hal-hal yang 
berkaitan dengannya. Contohnya adalah sebagaimana Allah menurunkan surat 
al-Ikhlaash, ayat Kursi, dan sebagainya.
[2]. Ilmu mengenai berita dari Allah tentang hal-hal yang telah terjadi dan 
akan terjadi di masa datang serta yang sedang terjadi. Contohnya adalah Allah 
menurunkan ayat-ayat tentang kisah, janji, ancaman, sifat Surga, sifat Neraka, 
dan sebagainya.
[3]. Ilmu mengenai perintah Allah yang berkaitan dengan hati dan 
perbuatan-perbuatan anggota tubuh, seperti beriman kepada Allah, ilmu 
pengetahuan tentang hati dan kondisinya, serta perkataan dan perbuatan anggota 
badan. Dan hal ini masuk di dalamnya ilmu tentang dasar-dasar keimanan dan 
tentang kaidah-kaidah Islam dan masuk di dalamnya ilmu yang membahas tentang 
perkataan dan perbuatan-perbuatan yang jelas, seperti ilmu-ilmu fiqih yang 
membahas tentang hukum amal perbuatan. Dan hal itu merupakan bagian dari ilmu 
agama. [4]
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah (wafat th. 728 H) rahimahullaah juga berkata, 
“Telah berkata Yahya bin ‘Ammar (wafat th. 422 H), ‘Ilmu itu ada lima:
(1). Ilmu yang merupakan kehidupan bagi agama, yaitu ilmu tauhid
(2). Ilmu yang merupakan santapan agama, yaitu ilmu tentang mempelajari 
makna-makna Al-Qur-an dan hadits
(3). Ilmu yang merupakan obat agama, yaitu ilmu fatwa. Apabila suatu musibah 
(malapetaka) datang kepada seorang hamba, ia membutuhkan orang yang mampu 
menyembuhkannya dari musibah itu, sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Mas’ud 
radhiyallaahu ‘anhu
(4). Ilmu yang merupakan penyakit agama, yaitu ilmu kalam dan bid’ah, dan
(5). Ilmu yang merupakan kebinasaan bagi agama, yaitu ilmu sihir dan yang 
sepertinya.’��� [5]
[Disalin dari buku Menuntut Ilmu Jalan Menuju Surga “Panduan Menuntut 
Ilmu���, Penulis Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka At-Taqwa, 
PO BOX 264 – Bogor 16001 Jawa Barat – Indonesia, Cetakan Pertama Rabi’uts Tsani 
1428H/April 2007M. Disalin dari www.almanhaj.or.id]
___________
Foote Notes
[1]. Sunan ad-Darimi (I/89)
[2]. Disarikan dari kitab Fadhlu ‘Ilmi Salaf ‘alal Khalaf (hal. 55-57).
[3]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Ahmad (II/252, 325), Abu Dawud (no. 
3641), at-Tirmidzi (no. 2682), Ibnu Majah (no. 223), dan Ibnu Hibban (no. 
80-Mawaarid), ini lafazh Ahmad, dari Shahabat Abu Darda’ radhiyallaahu ‘anhu.
[4]. Majmu’ Fataawaa, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah (XI/396,397 dengan sedikit
 
 

Kirim email ke