Dulu satu padepokan
Selepas jamaah tarawih Cak ZhudhrunH asyik menikmati kopi hangatnya di beranda 
depan rumah, melepas lelah setelah seharian sibuk dalam kegiatan kerjanya. 
Tiba-tiba terlintas di ingatannya kenangan akan masa lalu, terlihat di roman 
mukanya sebuah senyum yang panjang, sebuah senyum geli, sebuah senyum getir 
karena teringat masa lalunya. Ya.... dia dulu seorang petualang spiritual yang 
selalu mencoba memuaskan dahaga jiwanya dengan melakoni berbagai metode oleh 
rasa yang berujung pada terungkapnya suatu kekuatan lebih pada dirinya sampai 
akhirnya dia terdampar di sebuah padepokan sekaligus majelis dzikir yang konon 
menurut pemangku padepokan itu seluruh ilmu dan dzikir yang diajarkan merupakan 
warisan dari para sufi terutama bersumber dari salah satu wali songo di Jawa 
Timur sehingga bersifat khas dan tidak ada yang menyamai dan memang menurut Cak 
ZhudhrunH, di padepokan itulah semua menu tersedia secara lengkap dengan nafas 
religius Islam. Tapi saat ini
 baginya semua tinggal kenangan sebagai bagian perjalanan hidup yang telah 
dilaluinya. Saat ini semua telah ditinggalkannya sejak dia menempuh jalan 
tarekat melalui baiat dari seorang mursyid di sebuah kota di Jawa Timur.
“Assalamu’alaikum..... Cak”, sejenak kelebatan pikirannya ke masa lalu buyar 
mendengar ucapan salam itu. Dengan segera Cak ZhudhrunH menjawabnya, 
“Wa’alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh, eeh... awakmu tah Di, ayo-ayo 
masuk”. Segera keduanya pun berjabat tangan. “Yok opo kabare Di ?” 
“Alhamdulillah Cak, baik”. Segera saja setelah itu mereka berdua terlibat 
perbincangan seru tentang kabar mereka masing-masing, maklum sudah lama mereka 
jarang berjumpa, diselingi seruputan wedang kopi buatan istri Cak ZhudhrunH dan 
nyamil jajanan seadanya.
“Oh iya Cak, sekalian saya menyampaikan salam dari sedulur-sedulur padepokan. 
Mereka nanyain kapan Sampeyan mau latihan lagi sama dzikiran bareng-bareng ?” 
“Oalah Di... Di..., awakmu kan sudah tahu to kalo aku ini sudah pensiun, Sudah 
enggak gitu-gituan lagi. Lha sekarang kan sudah jelas pakaianku, aku pake baju 
tarekat yang tentunya aku yakin seyakin-yakinnya thoriqohku lebih agung dari 
semua keilmuan padepokan walaupun atas nama dakwah dan syiar Islam. Lha awakmu 
sendiri gimana Di, kok masih terus ngelmu, apa karena sekarang kamu sudah lolos 
ujian kepewarisan ilmu padepokan sehingga berhak menurunkan ilmu padepokan ke 
khalayak ramai, bisa dakwah dan syiar Islam ? Atau kamu merasa eman atas 
tirakatmu selama ini yang sudah banyak kelihatan khasiatnya, apalagi sekarang 
muridmu sudah banyak.” “Wah ya ndak gitu to Cak, kan guru kita dahulu pernah 
bilang bahwa tidak masalah kalo murid padepokan menjadi jamaah atau murid 
tarekat, bukankah tujuannya
 sama-sama baik mencapai kejayaan dunia akhirat, sepanjang tarekat tersebut 
jelas runtutan sejarahnya, masih meng'esa'kan Allah swt, menegakkan sholat 
dengan benar, dan menegakkan syariat Islam dengan benar, maka apapun alirannya 
dan siapapun mursyidnya Insya Allah baik.”
Mendadak dada Cak ZhudhrunH terasa sesak, tetapi alhamdulillah dia segera sadar 
dan beristighfar, ya... mungkin memang baru sebatas itu pemahaman si Aldi walau 
pun sebenarnya dia juga sudah mengambil baiat dari Yai Mursyid yang sama dengan 
Cak ZhudhrunH. Cak ZhudhrunH tersenyum tetapi tidak menanggapi pernyataan Aldi 
lebih dahulu melainkan malah balik bertanya, “Di, kamu punya cita-cita endak ? 
Apa cita-citamu ?” “Kalo dulu sih saya pengennya jadi tentara Cak, kelihatannya 
kok gagah, tapi kalo sekarang sih saya sendiri bingung, apa ya cita-cita saya. 
Yang penting pengennya hidup saya enak Cak, gampang cari rejekinya gusti Allah, 
sehat dan kecukupan.” “Opo awakmu ndak punya cita-cita mati ?” “Hush.... 
sampeyan itu Cak-Cak, cita-cita kok mati, mati itu kan kewajiban meski banyak 
orang merasa terpaksa mati karena endak bisa ngelawan kematian itu. Pengennya 
sih hidup terus gitu loch...”
“Di... ini rahasia lho.... he... he... he.... jangan bilang siapa-siapa, 
siapapun orangnya, apapun prestasi keduniaannya ibarat sudah mencapai puncak 
kesuksesan hidup sebagaimana yang sering diperbincangkan orang, seperti 
misalnya dari kalangan militer dia itu jendral, panglima lagi, umpama dari 
kalangan pengusaha, dia itu top bangetlah pokoknya, omsetnya per bulan 
triliunan rupiah, umpama dari kalangan trainer, dia itu trainer kelas atas yang 
alumni pelatihannya sudah mencapai puluhan ribu orang, umpama dari kalangan 
artis sinetron, dia itu tarif per episodenya mencapai puluhan juta rupiah, 
umpama pendekar gitu ilmunya paling tinggi dan tidak ada yang bisa menandingi, 
atau juga dari kalangan lain yang dianggap sukses dan menjadi standar kemewahan 
hidup bagi banyak orang, ternyata akhirnya mati juga. Jatah ruang dan waktu 
baginya habis di dunia ini. Ternyata hidup itu menunggu mati, mati itu berarti 
kembali, kembali kepada yang memiliki, yang memiliki
 itu Allah. Masa depan kita dan masa depan hidup ini adalah Allah, cita-cita 
kita salah jika bukan Allah, semuanya sia-sia jika tidak dengan Allah, semuanya 
sia-sia jika tidak bersama Allah, semuanya sia-sia jika tidak untuk Allah, 
subhanallah - Allah saja yang ada yang lain tidak ada, alhamdulillah - Allah 
juga di balik semua yang ada.” “Wah sampeyan kok jadi puitis, filosofis dan 
melankolis gitu Cak, bingung aku jadinya.” “Sorry Di, lagi kumat soalnya. Lagi 
pula enggak usah bingung Di, gampang kok kalo bingung itu, jarene dosenku biyen 
cuman dua caranya, pertama gocekan mejo trus kalo masih bingung, klambimu 
waliken. Dijamin tambah bingung hi.... hi.... hi....” “Pancet ae sampeyan itu 
Cak-cak.” “Gini lho Di, yang kumaksud itu, setiap orang mesti mati to ? Lha 
kalo sudah mati tentunya mbalik lagi ke gusti Allah to ?” “Ya jelas Cak, trus 
maksude yok opo ?
“Berarti untuk kembali lagi ke gusti Allah dengan selamat kita perlu ajaran, 
metode dan panduan kan ? Ajaran itu namanya Islam dengan tiga pilar dasarnya 
yaitu iman yang disiplin ilmunya nanti menjadi teologi/tauhid, islam yang 
disiplin ilmunya nanti menjadi fiqih dan ihsan yang merupakan intisari dengan 
displin ilmunya bernama tasawuf dengan metode tarekatnya dan mursyid sebagai 
pemandu jalannya.” “Terus Cak ?” “Ya terusannya itu, ketika kita sudah 
mengambil baiat dari Yai Mursid, seharusnya yang kita turut ya Yai Mursid kita 
sebagai pemandu perjalanan kita menuju Allah. Lha Yai Mursid kita memerintahkan 
meninggalkan amalan-amalan dzikir di luar dzikir tarekat apalagi yang namanya 
ilmu-ilmu hikmah, apalagi kalo ilmu kejawen harus dilepas itu.”
“Tapi sedulur-sedulur lain ada juga yang menjadi murid tarekat, tapi mursyidnya 
membolehkan tetap dengan amalan padepokan Cak, gimana itu ?” “Nah... itulah 
bedanya. Awakmu tadi kan bilang kalo guru padepokan kita dahulu pernah bilang 
bahwa tidak masalah kalo murid padepokan menjadi jamaah atau murid tarekat, 
bukankah tujuannya sama-sama baik mencapai kejayaan dunia akhirat, sepanjang 
tarekat tersebut jelas runtutan sejarahnya, masih meng'esa'kan Allah swt, 
menegakkan sholat dengan benar, dan menegakkan syariat Islam dengan benar, maka 
apapun alirannya dan siapapun mursyidnya Insya Allah baik. Aku menangkap tiga 
kata kunci dari ucapanmu tadi Di. Pertama masalah tujuan, kedua aliran dan 
ketiga mursyid. Mulai dari yang kedua dulu ya Di, trus ketiga baru mbalik ke 
yang pertama ?” “Iya Cak.” “Setahuku aliran tarekat itu bisa 
dipertanggungjawabkan jika termasuk tarekat yang mu’tabar dalam arti mempunyai 
mata rantai silsilah pengajaran yang
 tanpa terputus menyambung terus sampai pada Rasulillah Muhammad SAW, inilah 
keistimewaan tarekat yang sebenarnya merupakan ajaran Nabi yang paling orisinil 
dan yang pertama kali diajarkan yaitu dzikir. Sedangkan yang mengajarkan dzikir 
itu sendiri haruslah seseorang yang mempunyai otoritas pengajaran dari 
Rasulullah yaitu seorang mursyid dengan kualifikasi kamil mukammil dalam arti 
seorang mursyid yang sempurna dan dapat menyempurnakan perjalanan ruhani 
murid-muridnya sampai di hadapan Allah. Banyak mursyid yang mengajarkan 
terakat, tapi belum tentu dia kamil mukammil sehingga malah akan membingungkan 
murid-muridnya dalam menempuh perjalanan spiritualnya. Jadi belum merupakan 
jaminan kemuliaan dari Allah walau pun pengikut tarekat itu sangat besar 
demikian juga mursyidnya sangat terkenal, apalagi kalo mursyid tersebut 
berkhadam jin, harus dihindari itu sebab sereligius apa pun seseorang jika 
berkhadam jin walaupun jin muslim pasti di hatinya masih ada
 kesombongan, nafsu dan egoisme yang malah menjadi hijab antara dirinya dengan 
Allah. Sedangkan tujuannya secara keseluruhan baik dalam dimensi lahir maupun 
batin, syariat maupun hakikatnya ya hanya untuk Allah, lillahi ta’ala. Lha kalo 
ada mursyid yang membolehkan muridnya mengamalkan diluar yang diijazahkan 
termasuk ilmu hikmah, ya itu terserah mursyid yang bersangkutan. Sing tak 
omongno kan dawuhnya Yai Mursyid kita yang aku sangat yakin akan kemuliaan dan 
keutamaan Beliau di hadapan Allah sebagai sebenar-benarnya pewaris para Nabi, 
yang tentunya apa yang didawuhkan dan diperintahkan kepada murid-murid Beliau 
aku sangat yakin bukanlah keluar dari hawa nafsu Beliau melainkan 
pengejawantahan dari kehendak Allah.”
“Lho Cak, dzikir yang diajarkan di padepokan kan juga sama tidak lepas dari 
kalimat LAA ILAHA ILALLAH, amaliyah ilmu hikmah pun kan tidak lepas dari 
ayat-ayat Qur’an, asmaul husna, tidak lepas juga dari shalat taubat, shalat 
tasbih dan dzikir lathoif malahan. Bahkan di setiap pengaturan napas pun tidak 
lepas dari dzikir, apalagi jurusnya kan bersumber dari huruf hijaiyah yang 
tentunya khadamnya malaikat kan ? Apalagi di padepokan juga diajarkan 
komunikasi dengan para ruh auliya, dan diajarkan membedakan nuansa ruh para 
auliya, malaikat atau pun jin to Cak?” “Nah itulah Di yang sering menjadi tipu 
daya. Pertama, hanya amalan dari seorang guru mursyid kamil mukammil yang tidak 
akan memberati ruhani murid-muridnya, karena beliau pasti tahu masa depan 
kapasitas atau volume ruhani murid-muridnya sehingga amalan yang diberikan 
pasti pas ibarat seorang dokter yang tahu resep untuk para pasiennya. Sedangkan 
amalan yang diterima dari selain itu apalagi
 kalo hanya dari membaca buku tidak ada jaminan barokah dan keselamatannya, 
coba saja Di, kamu perhatikan sedulur-sedulur padepokan bagaimana kehidupannya 
kemudian, pada saat ngelakoni tirakatnya pasti kuat tapi pasti ada efeknya di 
masa datang. Aku enggak usah ngomonglah, lihat saja sendiri atau mungkin kamu 
sendiri sudah mulai merasakan ? Kedua, dari segi tujuan bisakah niatmu 
benar-benar lillahi ta’ala, ambil contoh sederhana saja, waktu kamu dzikir 
rutin atau dzikir lathoif, bisa... ? lillahi ta’ala ?” “Yo bisa Cak !” “Ah 
engga percaya aku. Kalo memang bisa ya sudah kamu pake dzikir tarekat aja, yang 
itu enggak usah dipake kan katamu tujuannya sama saja ?” “Ya engga begitu Cak 
?” “Takut energi bathinmu engga maksimal ya ? Trus waktu olah napas dalam 
gerakan jurus hijaiyah kan ada dzikir rahasianya itu, apa bisa hatimu fokus 
pada yang engkau dzikirkan atau malahan dirimu fokus pada energi yang kau serap 
hingga dzikirmu lalai –
 lewat begitu saja ? Bagaimana bisa Di untuk Allah kalo sejak semula diajarkan 
memperkuat batin itu ritual shalatnya ini-ini dzikirnya ini, untuk ajian ini 
tata cara ritualnya seperti ini cara menggunakannya seperti ini dan seterusnya.”
“Coba sekarang misalnya kamu punya pasien katakanlah sakit atau ada hajat hidup 
yang dikeluhkannya padamu, trus awakmu mbantu dia dan berhasil bagaimana 
perasaanmu ?” “Yo seneng Cak, tibak’e aku isok.” “Nah itu dia, egomu semakin 
menguat, engkau merasa bangga bahkan mungkin sombong, apalagi kalo jadinya dia 
bergantung padamu, iyo gak ?” “Yo iyo sih Cak” “Mangkane, bagaimana bisa lebur 
pada Allah kalo ego kita semakin kuat, padahal bisamu itu nek jare aku hanyalah 
fatamorgana alias semu.” “Kok bisa ? Buktine opo Cak ?” “Coba kamu ingat-ingat 
apakah setiap permasalahan bisa kau selesaikan dengan ilmumu, dengan 
amaliyahmu, dengan kehendakmu ?” “Ya ada yang ndak berhasil Cak, wong namanya 
manusia.” “Lha nek berhasil, awakmu gak eling nek menungso ? Itu lho buktinya 
bahwa kalo ada yang berhasil ada yang tidak, berarti ada mekanisme takdir Allah 
yang selalu bekerja dalam kehidupan kita. Kalo engkau berhasil sebenarnya
 kebetulan saja memang takdirnya seperti itu, sehingga mengusahakan 
keberhasilan tersebut dengan memperbesar ego tanpa hati yang bersandar penuh 
pada Allah adalah sebuah kesia-siaan. Nek berhasil bilangnya : aku kok !!! tapi 
kalo enggak berhasil bilangnya : lha namanya aja manusia.” “Bener juga yo Cak” 
“Yo mugo-mugo gusti Allah mbenerno aku Di, soale kalo aku senang engkau 
membenarkan perkataanku, menurut guru ngajiku itu tandanya kalo nafsuku yang 
bicara.”
“Mbalik maneh terusanne mau Di, yang ketiga Di, hanya orang-orang yang ikhlas 
saja yang hati, ruh dan sirrnya sudah full Allah saja yang bisa membedakan 
khadam malaikat atau khadam jin. Tidak mungkinlah malaikat bisa kita 
suruh-suruh sesuai kehendak nafsu kita. Bahkan walaupun diajarkan metode 
membedakan khadam jin, ruh atau malaikat, tapi tetap saja metode ilmu hikmah 
kan ? Lalu bisakah dijamin kebenarannya ? Apalagi kalo khadam jinnya memang 
level tinggi ya tentu tidak bisa ditembus hanya dengan ilmu terawangan biasa 
bahkan oleh ilmu terawang pemilik puncak keilmuan itu sendiri.”
“Tapi bukankah semua dzikir dan amaliyah padepokan asalnya juga dari para ulama 
sufi Cak ?” “Kalo itu memang tidak salah Di, asalnya memang dari para ulama 
sufi yang dikasyafkan oleh Allah tapi tidak lepas dari koridor tarekat dalam 
bimbingan mursyid, nuansanya tidak lepas dari penyaksian terhadap sifat, asma’ 
dan af’al Allah, tetap terjaga dan tidak ada bersitan untuk menggunakannya 
sesuai kepentingan nafsu. Yang hadir adalah benar-benar nur Allah. Tapi saat 
ini hal itu bagai kata pepatah : jauh panggang dari api, artinya tarekatnya 
ditinggal hanya ilmu hikmahnya yang diamalkan. Sehingga ibadahnya bukan demi 
Allah, tetapi demi nafsu memperoleh kekuatan lebih dari balik ayat-ayat suci 
atau wirid khusus bagi para pengamalnya. Lha kalo nuansa nafsu sudah muncul, 
kata guru ngajiku, yang semula nur akan berubah menjadi nar – unsur api yang 
tanpa disadari peran serta energi jin pasti hadir dibalik kedigdayaan atau 
kesaktian yang diperoleh.”
Syaikh Ibnu ‘Athâillâh As-Sakandarî mengingatkan dalam kitab Al Hikam-nya : 
“tasyauwufuka ila maa bathana fiika minal ‘uyuubi khoirum min tasyauwufika ila 
maa hujiba ‘anka minal ghuyuub” – usahamu mengetahui cacat-cacat yang 
tersembunyi dalam dirimu lebih baik dari pada usahamu menyingkap perkara ghoib 
yang tersembunyi darimu.
“Trus aku kudu yok opo Cak ?” ”Ya terserah kamu Di, selama ini aku lihat kamu 
masih mempeng ngelmu padahal Yai Mursyid memerintahkan untuk meninggalkan. Tapi 
terus terang aku kuatir sama kamu Di, aku takut kalo nanti ada efeknya ke kamu. 
Makanya kalo memang kamu masih eman meninggalkan semua ilmumu, ya lebih baik 
kembalikan saja tarekatmu pada Yai Mursid, mumpung awakmu belum menikah, belum 
punya anak. Kalo pengen dua-duanya jalan, ya cari aja mursyid yang lain, tapi 
tata kramanya tetap kamu harus mengembalikan tarekatmu pada Yai Mursyid. Tapi 
ya eman Di kalo kamu sampai harus seperti itu, yang sejatinya agung kau tukar 
dengan sebuah fatamorgana.” “Yo wis tak pikire maneh Cak.”
Akhirnya memang Cak ZhudhrunH hanya bisa mendo’akan saudaranya itu biar diberi 
Allah tetapnya iman, terangnya hati, keselamatan dunia akhirat, ampunan dan 
ridhoNya sebagaimana yang selalu diajarkan Yai Mursyid. Wallahu ‘alam.
 


      New Email addresses available on Yahoo!
Get the Email name you've always wanted on the new @ymail and @rocketmail.
Hurry before someone else does!
http://mail.promotions.yahoo.com/newdomains/aa/

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke