*Kisah organisasi yang bertahan*


Awal 1980-an, GE bukan merupakan perusahaan yang dijadikan
*benchmark*perusahaan – perusahaan Amerika Serikat. Meski merupakan
salah satu
*corporate icon* AS, pada saat itu GE memang belum menjadi perusahaan
dengan prestasi yang membuat siapapun pasti terdorong untuk mengikuti
strateginya.



Lain dengan yang terjadi pada IBM. Hingga paro pertama pertengahan 1980-an,
IBM selalu menjadi perusahaan yang selalu dijadikan *benchmark* perusahaan
– perusahaan lain di AS maupun dunia. Hanya saja, karena tidak berfokus
kepada pasar PC yang pesat pertumbuhannya, IBM justru mulai kehilangan
posisi sebagai *the most admired companies *di AS ataupun dunia. IBM
akhirnya memang bisa bangkit setelah mampu memanfaatkan Internet sebagai
peluang baru. Tapi, hal tersebut tidak bisa mengembalikan IBM ke posisi
puncak *the most admired companies *sebagaimana yang pernah dinikmatinya
pada 1980-an.



Lalu apa pelajaran yang bisa ditarik? Menjadi organisasi yang bisa bertahan
pada posisinya bukan perkara gampang, tidak bisa menjadi jaminan bahwa hal
yang sama akan terus terjadi di masa datang. Ini karena tidak fokus kepada
apa yang menjadi *main segment *semisal komputer. Atau dalam hal ormas atau
parpol, tidak fokus kepada syariat Islam.



*Jangan menjual produk murahan!*



Ini merupakan suatu paradoks, para produsen, karena merasa bahwa konsumen
banyak yang masih *dumb*, bikin produk semurah mungkin. Yang penting
terjual.



Tapi sebaliknya akibat dari 'abad informasi' dan globalisasi, konsumen itu
banyak yang kemudian mulai kenal dengan yang namanya barang bagus dan mahal
harganya. Karena merasa bukan orang murahan, maka produk bagus dan mahal
langsung mereka tubruk. Banyak eksekutif Jakarta yang untuk menunjukkan
diri bahwa mereka adalah orang sukses sebagian besar membeli BMW. Padahal
mereka itu sebenarnya belum mampu. Bahkan, tidak sedikit yang berpendapat
kalau pun hanya bisa memiliki selama tiga bulan, tidak jadi soal. Yang
penting, pernah punya BMW.



Suatu paradoks pula, suatu organisasi Islam (bisa ormas atau parpol),
karena merasa bahwa masyarakat masih banyak yang '*jahiliyah'* , agar
disukai, menjadikan artis yg tidak menutup aurat sebagai pimpinan daerah,
pemimpinnya bikin statemen – statemen semurah mungkin; merasa bangga Indon
pernah punya presiden wanita pertama (bukankah tidak beruntung suatu kaum
yg dipimpin wanita), memperingati (kebangkitan) NAZIonal – di mana  tahun
perhitungannya ternyata juga bermasalah – , menganggap gurun bangsa bagi
orang yang menjual bangsa (dengan hutang LN, Freepot dll), mengobarkan
semangat '*ashabiyah* melalui peringatan kebangkitan NAZIonal dst. Padahal
Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam bersabda, "Tidak tergolong umatku
orang yang menyerukan *ashabiyah*. (HR. Abu Dawud).



Padahal dalam hal ini, *Islam telah melarang umatnya untuk menggunakan
istilah-istilah yang menimbulkan kerancuan*, apalagi kerancuan yang
menghasilkan pengertian-pengertian yang bertolak belakang antara pengertian
yang Islami dan yang tidak Islami. Antara *dien* (agama) Islam dengan
*dien*(agama) demokrasi. Allah SWT berfirman : "Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu katakan (kepada
Muhammad),’Raa’ina’, tetapi katakanlah ‘Unzhurna’ dan ‘dengarlah’. Dan bagi
orang-orang kafir siksaan yang pedih." (QS Al Baqarah : 104)



"*Raa’ina*" artinya adalah "sudilah kiranya Anda memperhatikan kami." Di
kala para shahabat menghadapkan kata ini kepada Rasulullah, orang Yahudi
pun memakai kata ini dengan digumam seakan-akan menyebut "Raa’ina", padahal
yang mereka katakan adalah "*Ru’uunah*" yang artinya "kebodohan yang sangat."
Itulah sebabnya Allah menyuruh supaya para shahabat menukar perkataan "*
Raa’ina*" dengan "*Unzhurna*" yang sama artinya dengan "Raa’ina".


Oleh Ihsan Sammarah dalam kitabnya Mafhum Al-Adalah Al-Ijtimaiyah fi
Al-Fikri Al-Islami Al-Mu’ashir, ayat ini dijadikan dalil untuk menolak
penggunaan istilah yang dapat menimbulkan kerancuan atau bias, yang
pengertiannya kemungkinan berupa makna Islami atau makna yang tidak Islami.
Karena itu, penggunaan istilah demokrasi, theokrasi, atau theo-demokrasi
tidak dapat diterima, karena pengertiannya mengandung ambivalensi antara
yang mengartikannya menurut perspektif sekular dan yang mengartikannya
menurut perspektif Islami.



*Akibat positif 'abad informasi', sebuah kontradiksi*



Di satu sisi organisasi “Islam” dan parpol “Islam” setapak demi setapak,
sejengkal demi sejengkal semakin keluar dari Islam. Namun di sisi lain
negeri-negeri barat yg mayoritas non muslim, mulai mengenal dan beralih ke
Islam. Akibat dari 'abad informasi' dan globalisasi, european itu banyak
yang kemudian mulai kenal dengan suatu *dien* yang bagus dan mahal
harganya. *Dien* yang tidak sekedar *religion*. Hambatan terbesar, seperti
biasa, berasal dari Fir’aun-Fira’aun-nya. Didukung oleh Qarun-Qarun-nya
serta *anshar thaghut* (pasukannya)



Sulit dipercaya, tapi nyata : beberapa negara Eropa, terutama Belanda,
Denmark, Jerman, Inggris dan Perancis khawatir Islam bakal menjadi
'pendatang' yang terlalu dominan di negeri mereka. Baik 'pendatang' karena
adanya imigran, lahirnya keturunan dari imigran muslim, maupun para mualaf.
Kekhawatiran ini tak sekedar dipendam dalam hati, melainkan sampai meletus
menjadi berbagai bentuk.



Belanda, Denmark, Jerman, Inggris dan Perancis bukanlah negara – negara
yang sama sekali tak punya mekanisme pertahanan diri menghadapi gerak
langkah penyebaran Islam di negeri masing – masing. Selagi mereka khawatir
melihat terang benderangnya ajaran Islam, mereka sendiri justru menebarkan
ancaman, pembusukan dari dalam dan kebiadaban di negara – negara lain.



Negara – negara eropa (selama ini, semoga besok tidak lagi) tak pernah
kekurangan modal maupun orang hebat. Jika mereka gentar kepada Islam, itu
karena Dienul Islam (bukan sekedar "agama" Islam) memiliki sifat bawaan
yang berlawanan dengan tabiat mereka. Dienul Islam ini memang diciptakan
sesuai dengan fitrah manusia yang mendambakan kebahagiaan, dan keindahan
–dari mana pun mereka berasal--. Sehingga Dienul Islam secara otomatis akan
selalu (meminjam istilah marketing) memiliki *market share* tinggi, karena
secara *heart* dan *mind* : kesucian, kebenaran dan keindahan akan langsung
dikenali oleh jiwa manusia.



Dienul Islam memiliki prasyarat yang dibutuhkan supaya bisa menjadi *rahmatan
lil alamin* : Standar yang sama di seluruh dunia. Yakni Al-Quran dan
As-Sunnah.



Orang kini menaruh perhatian serius pada tindakan penghinaan – penghinaan
kepada Islam.



Melarang atau membatasi gerak *Dienul* Islam jelas bukan langkah yang
bagus. Maka, yang justru harus dilakukan adalah mendorong setiap orang
mempelajari agamanya masing – masing dan membandingkan dengan kesempurnaan
ajaran Islam.

(Hasilnya kira – kira sama kalau habis membaca buku – buku Ahmad Deedat,
atau sekedar novel Da Vinci Code)



*Manusia mengikuti Islam atau Islam mengikuti manusia?*



Apakah organisasi khususnya organisasi Islam seharusnya mau tak mau juga
harus melakukan *mirroring* atau menyesuaikan diri dengan kondisi umat?
Yang semakin lama semakin 'butuh akan Islam' atau bagaimana?



Ini hendaknya direnungkan masak – masak..



*Membangun pondasi organisasi*



Dalam suatu survei kepemimpinan yang dilakukan Kouzes dan Posner pada 1993,
ditemukan bahwa karakter paling penting dari seorang *admired leader *ternyata
adalah *honest.*



Artinya, kejujuran adalah hal paling penting yang harus ada pada diri
seorang pemimpin supaya banyak orang mengikutinya. Yang menarik, kedua
peneliti kepemimpinan tersebut menemukan adanya korelasi negatif antara
tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pemimpin dan pentingnya hal
tersebut pada diri seorang pemimpin. (paham kan maksudnya? J)



Dari tahun 1987 hingga 1993, ditemukan bahwa masyarakat makin tidak percaya
akan pemimpin mereka. Karena itu, *honest *sebagai syarat seorang pemimpin
jadi makin penting. Jadi, pada waktu *perfomance *turun, justru
tingkat *importance
*malah naik.



Sebelum membahas tentang bagaimana sebuah perusahaan membangun *teaching
company, *ada baiknya mengingat kembali tahap paling dini dari proses
kepemimpinan.



Dalam kaitan ini, ada baiknya untuk merujuk buku terkenal di bidang
kepemimpinan, C*redibility, *yang ditulis oleh dua orang yang dikenal dunia
sebagai *leading authority *dalam hal kepemimpinan, James Kouzes dan Barry
Posner.



Dalam buku itu mereka bercerita banyak tentang kredibilitas seorang
pemimpin. Kredibilitas, kata Kouzes – Posner, adalah landasan sekaligus
faktor penentu dari kepemimpinan. Ia merupakan semacam fondasi yang akan
menjadi landasan bagi pemimpin dengan orang yang dipimpinnya [constituent]
dalam membangun dan mencapai "*grand dream*" perusahaan di masa depan.
Tanpa kredibilitas, visi tak akan ada artinya dan *relationship *antara
pemimpin dan *constituent-nya *menjadi porak poranda. Karena peran kritikal
ini, kredibilitas pemimpin menjadi semacam "nyawa" dari kepemimpinan.



Kredibilitas, masih menurut Kouzes-Posner, bersumber pada tiga dimensi
kepemimpinan, yaitu kejujuran (*honesty), *kompetensi (*competence*), dan
inspirasi (*inspiration). *Riset ekstensif yang dilakukan dua pakar dari
Santa Clara University ini menghasilkan kesimpulan bahwa para pemimpin
bisnis top di dunia hampir pasti memiliki tiga unsur tersebut. Agar
pemimpin kredibel di mata para pengikutnya, ia harus dapat dipercaya serta
satu antara 'kata' dan 'perbuatan'. Ia juga harus memiliki *knowledge *dan
kemampuan memimpin. Di samping itu, ia juga harus dinamis, antusias, serta
memiliki energi untuk menggerakkan dan menginspirasi seluruh pengikutnya.



*Kejujuran mahal harganya*



Ada suatu organisasi mengklaim bahwa mereka berpedoman kepada Al-Quran,
As-Sunnah dan Ijma. (sepertinya mereka tidak keberatan kalau ditambahkan
Atsar). Ini sepertinya jujur, karena mereka sendiri yang menyampaikan. Tapi
di sisi lain, petingginya bangga dengan adanya presiden dan wakil presiden
wanita! Kontradiksi dengan As-Sunnah bukan? Kemudian menurut Ijma sahabat,
khalifah (pemimpin tertinggi) digaji senilai: 'bukan muslim paling miskin
dan bukan paling kaya plus dua potong kain untuk baju' – sekarang kurang
lebih sama dengan UMK / UMR rata – rata dari seluruh negara – negara muslim
-. Namun prakteknya, alih – alih mengikuti Ijma sahabat; yang mengangkat
khalifah sebagai pengganti Rasulullah dan menggaji ala kadarnya. Mereka
malah mengikuti sistem pemerintahan sekuler barat dan *ridha* gaji
anggotanya yang jadi petinggi, puluhan kali lipat UMK / UMR.



*Membangun kredibilitas butuh waktu*



Lebih lanjut Kouzes-Posner menguraikan bahwa untuk membangun kredibilitas –
kejujuran, kompetensi, inspirasi – setidaknya dibutuhkan tiga fase proses.



Ketiga fase proses tersebut kait – mengait dan saling menguatkan.



*Pertama*, menciptakan kejelasan (*clarity*) mengenai kebutuhan,
kepentingan, nilai – nilai bersama, visi, tujuan, hingga aspirasi sang
pemimpin bersama dengan *constituent-*nya. Ketika kejelasan ini ada, setiap
orang di dalam organisasi akan memiliki prinsip arahan mengenai ke mana
organisasi akan dibawa.

Organisasi Islam jelas, tiap anggotanya harus sadar dari mana mereka
berasal, apa tujuan mereka diciptakan dan ke mana mereka akan kembali.
Kemudian menyadari bahwa peran, kontrak, skenario yang paling utama
adalah peran
dari Allah SWT sebagai muslim. Entah sehari – hari menjadi pedagang, tukang
atau politikus tetap harus selalu terikat oleh hukum – hukum Islam, tak
boleh bohong, bila berjanji harus ditepati, tidak bersumpah palsu dst.



*Kedua*, membangun kesatuan (*unity*) seluruh jajaran organisasi (dan
simpatisannya) dalam membawa organisasi ke satu titik tujuan tertentu.
Seorang pemimpin yang kredibel akan mampu membangun komunitas dengan *shared
vision *dan *shared values *yang sama, di tengah keragaman nilai,
kepentingan, pandangan, dan keyakinan yang ada di dalam organisasi.
Kesatuan ini ada bila seluruh jajaran organisasi bahu – membahu dalam
mendukung aspirasi dan tujuan organisasi yang telah disepakati bersama.
Jadi, seluruh jajaran organisasi tak hanya cukup mengetahui ke mana
perusahaan akan menuju, tapi lebih jauh lagi mereka memiliki kesepakatan
dan komitmen bersama bahwa *shared vision *dan *shared values *di atas
merupakan kunci bagi kesuksesan organisasi. Titik tujuan tersebut bisa jadi
melaksanakan Islam secara kaffah (keseluruhan), menerapkan syariat Islam
atau menegakkan khilafah. Ini semua tujuan yang harus jelas.



*Ketiga*, mengembangkan intensitas (*intensity)*, yaitu kedekatan dan
ikatan emosi antara pemimpin dengan *constituent-*nya. Kejelasan dan
kesatuan merupakan unsur esensial dalam proses membangun dan memperkokoh
kredibilitas pemimpin. Namun, itu saja tak cukup. Pemimpin juga membutuhkan
intensitas emosional agar seluruh jajaran organisasi memiliki kesungguhan
dan sepenuh hati dalam mencapai visi dan tujuan perusahaan. Ketika *shared
values *dirasakan secara mendalam dan sepenuh hati oleh segenap jajaran
organisasi, kecenderungan tercapainya kesatuan antara kata dan perbuatan
juga akan menjadi besar. Kalau ini terjadi, ia akan mempengaruhi
keseluruhan kinerja organisasi. Dalam Islam ini sudah jelas, bahkan apa
yang kini baru bisa dijabarkan oleh ahli – ahli manajemen maupun psikologi
barat seperti Dale Carnegie, Steven Covey, Daniel Goleman maupun Florence
Litteuer sudah dicontohkan oleh Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam,
sahabat dan para *tabiin* ribuan tahun yang lalu!



Karena masih awam tentang *Dienul* Islam, maka untuk kesimpulan (kalau pun
ada) saya serahkan kepada masing – masing pembaca yang budiman. Apabila ada
yang tidak berkenan dan ada kesalahan, hendaknya saya dimaafkan. Harapan
saya, semoga bermanfaat dan menjadi amal sholeh di mata Allah SWT. Amin



*Wallahu a'lam*



Diolah dari berbagai sumber.


[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------------------

====================================================
Pesantren Daarut Tauhiid - Bandung - Jakarta - Batam
====================================================
 Menuju Ahli Dzikir, Ahli Fikir, dan Ahli Ikhtiar 
====================================================
       website:  http://dtjakarta.or.id/
====================================================Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/daarut-tauhiid/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/daarut-tauhiid/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    daarut-tauhiid-dig...@yahoogroups.com 
    daarut-tauhiid-fullfeatu...@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    daarut-tauhiid-unsubscr...@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/

Kirim email ke