Kemiripan Politisi Sistem Jahiliyah Dengan Kaum Munafik (oleh Ihsan
Tandjung)



Selasa, 11/10/2011



Islam merupakan ajaran yang komprehensif atau menyeluruh. Ajaran Allah سبحانه
و تعالى ini mencakup segenap bidang kehidupan. Islam bukan ajaran yang
hanya mengatur urusan peribadatan ritual semata. Ia merupakan ajaran yang
meliputi aspek spiritual, intelektual dan operasional. Islam mencakup
urusan dunia dan akhirat. Islam mencakup aspek aqidah, akhlak, ibadah dan
mu’amalah. Islam menata kehidupan pribadi maupun sosial. Islam menata
urusan ideologi, politik, ekonomi, sosial, pendidikan, budaya, militer,
hukum dan pertahanan-keamanan. Dan segenap urusan tersebut bertumpu di atas
fondasi keimanan yang kokoh, jelas dan tegas, yakni Tauhid atau kalimat لا
إله إلا الله Tiada Ilah Selain Allah. Islam tidak rela ada satupun urusan
dalam hidup yang tidak berlandaskan konsep aqidah tauhid. Sebab selain
tauhid adalah syirik (mempersekutukan Allah سبحانه و تعالى ). Tauhid adalah
al-haq (kebenaran). Sedangkan di dalam Islam selain kebenaran yang ada
hanyalah kebatilan alias kesesatan.



فَمَاذَا بَعْدَ الْحَقِّ إِلاَّ الضَّلاَلُ



"...maka tidak ada sesudah al-haq (kebenaran) itu, melainkan kesesatan.”
(QS. Yunus [10] : 32)



Suatu masyarakat yang tidak menjadikan tauhid sebagai landasan kehidupannya
pasti hidup dalam kesesatan. Berbagai bidang kehidupan yang mereka geluti
tidak akan menghasilkan kebaikan, bahkan hanya kezaliman-lah yang akan
dihasilkan oleh masyarakat tersebut. Inilah masyarakat yang disebut
masyarakat jahiliyah. Bukan masyarakat Islam. Walaupun di dalamnya terdapat
populasi yang mayoritas mengaku muslim. Tetapi lantaran bukan tauhid yang
dijadikan dasar di dalam kehidupannya maka masyarakat tersebut menjadi
rapuh. Inilah yang digambarkan Allah سبحانه و تعالى di dalam KitabNya:



وَمَثلُ كَلِمَةٍ خَبِيثَةٍ كَشَجَرَةٍ خَبِيثَةٍاجْتُثَّتْ مِن فَوْقِ
الأَرْضِ مَا لَهَا مِن قَرَارٍ



“Dan perumpamaan kalimat yang buruk seperti pohon yang buruk, yang telah
dicabut dengan akar-akarnya dari permukaan bumi; tidak dapat tetap (tegak)
sedikitpun.” (QS. Ibrahim [14] : 26)



Suatu masyarakat yang tidak berlandaskan kalimat tauhid menjadi masyarakat
laksana pohon yang tercerabut dari akar-akarnya. Tidak akan dapat berdiri
kokoh dan kuat. Sebaliknya, suatu masyarakat Islam yang benar-benar berdiri
di atas fondasi kalimat Tauhid (kalimah thoyyibah/kalimat yang baik), pasti
menjadi masyarakat yang bukan saja kokoh dan kuat, tetapi sekaligus
produktif dan bermanfaat sepanjang masa.



أَلَمْ تَرَ كَيْفَ ضَرَبَ اللّهُ مَثَلاً كَلِمَةً طَيِّبَةً كَشَجَرةٍ
طَيِّبَةٍ أَصْلُهَا ثَابِتٌ وَفَرْعُهَا فِي السَّمَاء ﴿٢٤﴾ تُؤْتِي
أُكُلَهَا كُلَّ حِينٍ بِإِذْنِ رَبِّهَا وَيَضْرِبُ اللّهُ الأَمْثَالَ
لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ ﴿٢٥﴾



“Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat
yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang)
ke langit, pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin
Rabbnya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya
mereka selalu ingat.” (QS. Ibrahim [14] : 24-25)



Di dalam masyarakat jahiliyah berbagai aspek hidup berjalan dengan kacau
dan tidak benar. Sebagai contohnya bidang politik. Di dalam perpolitikan
sistem jahiliyah para aktifisnya berpolitik berlandaskan falsafah: “Tidak
ada kawan maupun lawan abadi. Yang ada hanyalah kepentingan abadi.”
Artinya, di dalam sistem jahiliyah para politisinya bergerak berlandaskan
kepentingan. Bukan berdasarkan kemampuan membedakan antara al-haq
(kebenaran) dan al-bathil (kebatilan). Sebab kebenaran dan kebatilan di
dalam sistem politik jahiliyah merupakan suatu perkara yang relatif. Sangat
tergantung dukungan mayoritas publik. Bila publik banyak yang mendukung,
maka sesuatu dianggap benar. Sedangkan bilamana mayoritas publik menolak,
maka sesuatu dianggap salah alias batil. Misalnya, baru-baru ini kita
mendengar ada ungkapan seorang pejabat ketika membela lembaganya ia
berkata: “Soal gagasan perlu-tidaknya lembaga kami dibubarkan, maka kita
serahkan saja kepada masyarakat.”



Falsafah yang menjadi pegangan para politisi sistem jahiliyah menyebabkan
ucapan dan perilakunya menjadi sangat mirip dengan gambaran Allah سبحانه و
تعالى mengenai kaum munafik. Ketika Allah سبحانه و تعالى menggambarkan
bagaimana sikap kaum munafik terhadap keputusan hukum yang diambil oleh
Rasulullah صلى الله عليه و سلم , maka mereka memperlihatkan sikap
ambivalen. Bilamana keputusan hukum Rasulullah صلى الله عليه و
سلمdirasakan bermanfaat dan sesuai dengan kepentingan mereka, maka
kaum
munafik rela menerimanya. Namun bila keputusan hukum Rasulullah صلى الله
عليه و سلم tidak sesuai dengan selera dan kepentingan mereka, maka kaum
munafik akan pergi ke fihak lain untuk mencari keputusan hukum yang lebih
menguntungkan kepentingan mereka.



وَيَقُولُونَ آمَنَّا بِاللَّهِ وَبِالرَّسُولِ وَأَطَعْنَا ثُمَّ يَتَوَلَّى
فَرِيقٌ مِّنْهُم مِّن بَعْدِ ذَلِكَ وَمَا أُوْلَئِكَ بِالْمُؤْمِنِينَ ﴿٤٧﴾
وَإِذَا دُعُوا إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمْ إِذَا
فَرِيقٌ مِّنْهُم مُّعْرِضُونَ ﴿٤٨﴾ وَإِن يَكُن لَّهُمُ الْحَقُّ يَأْتُوا
إِلَيْهِ مُذْعِنِينَ ﴿٤٩﴾



"Dan mereka berkata, 'Kami telah beriman kepada Allah dan Rasul, dan kami
mentaati (keduanya).' Kemudian sebagian dari mereka berpaling sesudah itu,
sekali-kali mereka itu bukanlah orang-orang yang beriman. Dan apabila
mereka dipanggil kepada Allah dan Rasul-Nya, agar Rasul menghukum
(mengadili) di antara mereka, tiba-tiba sebagian dari mereka menolak untuk
datang. Tetapi jika keputusan itu untuk (kemaslahatan) mereka, mereka
datang kepada Rasul dengan patuh."(QS. An-Nuur [24] : 47-49)



Oleh karenanya, para ulama muhaqiqin di zaman penuh fitnah dewasa ini
cenderung menggambarkan kiprah para politisi sistem jahiliyah modern
sebagai fihak yang hanya beda tipis dengan kaum munafik di zaman nabi صلى
الله عليه و سلم . Padahal kaum munafik di zaman Nabi صلى الله عليه و
سلمdahulu itu bersikap ambivalen terhadap hukum yang diputuskan
Rasulullah صلى
الله عليه و سلم . Sedangkan para politisi jahiliyah modern dewasa ini
bersikap ambivalen terhadap berbagai keputusan politik dalam ruang lingkup
hukum yang jelas-jelas bukan hukum Islam, bukan hukum Allah سبحانه و
تعالىdan bukan hukum Rasulullah صلى
الله عليه و سلم ....! Artinya, mereka mempersoalkan kepentingan mereka yang
seluruhnya di luar lingkup hukum yang diridhai Allah سبحانه و تعالى alias
hukum jahiliyah. Sebab Allah سبحانه و تعالى menyatakan dengan tegas dan
jelas di dalam Kitab-Nya bahwa opsi hukum hanya ada dua: hukum Allah سبحانه
و تعالى atau hukum jahiliyah. Tidak ada hukum Allah سبحانه و تعالى yang
kejahiliyah-jahilyahan (wa na’udzubillahi min dzaalika) dan tidak ada hukum
jahiliyah yang ke-Islam-Islam-an...! Dengan tegas Allah سبحانه و
تعالىmenyatakan bahwa jika bukan hukum Allah سبحانه
و تعالى yang dikehendaki manusia, berarti mereka menghendaki hukum
jahiliyah.



أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ وَمَنْ أَحْسَنُمِنَ اللّهِ حُكْماً
لِّقَوْمٍ يُوقِنُونَ



“Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang
lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin ?” (QS.
Al-Maidah [5] : 50)



Memang, hanya orang-orang yang memiliki keyakinan yang mantap sajalah yang
dapat tunduk dan patuh kepada hukum Allah سبحانه و تعالى . Adapun kaum
munafik akan senantiasa berada di dalam keraguan akan kebenaran dan
keadilan hukum Allah سبحانه و تعالى . Sampai-sampai Allah سبحانه و
تعالىmenguraikan adanya tiga kemungkinan sebab kaum munafik menolak
hukum Allah سبحانه
و تعالى dan Rasul-Nya صلى الله عليه و سلم .



أَفِي قُلُوبِهِم مَّرَضٌ أَمِ ارْتَابُواأَمْ يَخَافُونَ أَن يَحِيفَاللَّهُ
عَلَيْهِمْ وَرَسُولُهُبَلْ أُوْلَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ



“Apakah (ketidak-datangan mereka untuk tunduk kepada hukum Rasulullah صلى
الله عليه و سلم karena) dalam hati mereka ada penyakit, atau (karena)
mereka ragu-ragu ataukah (karena) takut kalau-kalau Allah dan Rasul-Nya
berlaku zalim kepada mereka? Sebenarnya, mereka itulah orang-orang yang
zalim.” (QS. An-Nuur [24] : 50)



Kemungkinan kaum munafik menolak hukum Allah سبحانه و تعالى dan Rasul-Nya صلى
الله عليه و سلم ialah karena: (1) ada penyakit di dalam hati; atau (2) ada
keraguan akan kebenaran dan keadilan hukum tersebut atau (3)
berprasangka-buruk kepada Allah سبحانه و تعالى dan Rasul-Nya صلى الله عليه
و سلم dan khawatir kalau hukum tersebut akan menzalimi mereka.



Di dalam Kitab Tafsir Ibnu Katsir beliau menulis:



    “Persoalan kaum munafik berkutat pada adanya penyakit yang bercokol di
dalam hatinya, atau adanya keraguan hatinya terhadap agama, atau mereka
khawatir Allah dan Rasul-Nya akan menzalimi keputusan mereka. Alternatif
manapun yang ada, maka hal itu merupakan kekafiran semata. Allah Maha
Mengetahui setiap individu munafik dan sifat-sifat yang ada di dalam
hatinya itu.”



Kaum munafik itulah orang-orang yang zalim. Sedangkan Allah سبحانه و
تعالىdan Rasul-Nya صلى
الله عليه و سلم bebas dari tuduhan zalim yang mereka lemparkan itu.



Sedangkan di dalam kitabnya Fi Zhilalil Qur’an, Sayyid Qutb menulis dalam
kaitan dengan surah An-Nuur ayat 50 sebagai berikut:



    Setiap hukum selain hukum Allah pasti bisa diduga mengandung kezaliman.
Manusia tidak mungkin menguasai dirinya. Ketika mereka menghukum, pasti
mereka menghukum dengan hukuman yang memihak kepada kepentingan dan
maslahat mereka, baik individu, komunitas maupun bangsa.



    Bila seseorang mnghukum dengan suatu hukum, maka dia pasti
memperhatikan penjagaan akan dirinya sendiri dan pemeliharaan terhadap
maslahatnya. Demikian juga ketika suatu komunitas merumuskan hukum bagi
komunitas lain, atau suatu negara merumuskan hukum untuk negara lain.
Sedangkan ketika Allah mensyariatkan suatu hukum, maka tidak ada
pertimbangan maslahat dan pemeliharaan pada fihak manapun. Oleh karenanya,
hukum-Nya mutlak adil. Keadilan itu tidak mungkin dipikul oleh selain
syariat Allah, dan tidak mungkin merealisasikannya selain hukum Allah.



    Oleh karena itu, orang yang tidak rela dihukum dengan hukum Allah dan
Rasulullah, merekalah orang-orang yang zalim. Mereka tidak menginginkan
keadilan itu tegak dan tidak menginginkan kebenaran itu jaya. Sehingga,
pada hakikatnya mereka tidak khawatir terhadap penyimpangan dalam hukum
Allah dan sama sekali tidak meragukan keadilannya. Tetapi,... “sebenarnya
mereka itulah orang-orang yang zalim.”



Tidakkah mirip apa-apa yang menjadi kemungkinan sebab penolakan kaum
munafik terhadap hukum Allah سبحانه و تعالى dan Rasulullah صلى الله عليه و
سلم dengan penolakan para politisi sistem jahiliyah di abad modern dewasa
ini?



وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ تَعَالَوْاْ إِلَى مَا أَنزَلَ اللّهُوَإِلَى الرَّسُولِ
رَأَيْتَ الْمُنَافِقِينَيَصُدُّونَ عَنكَ صُدُوداً



“Apabila dikatakan kepada mereka, 'Marilah kamu (tunduk) kepada hukum yang
Allah telah turunkan dan kepada hukum Rasul', niscaya kamu lihat
orang-orang munafik menghalangi (manusia) dengan sekuat-kuatnya dari
(mendekati) kamu.” (QS. An-Nisa [4] : 61)



http://www.eramuslim.com/suara-langit/penetrasi-ideologi/kemiripan-politisi-sistem-jahiliyah-dengan-kaum-munafik.htm


[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke