Seluruh perkara syariat telah ditetapkanNya dan Dia tidak lupa

 

Firman Allah ta'ala yang artinya, "Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu 
agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni'mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam 
itu jadi agama bagimu" (QS Al-Maaidah: [5] : 3)

Agama hanyalah bersumber dari Allah ta'ala.

Pokok agama atau disebut perkara syariat adalah perintahNya yang wajib 
dijalankan yang jika ditinggalkan berdosa dan laranganNya yang wajib dijauhi 
yang jika dilanggar / dikerjakan berdosa.

Dari Ibnu `Abbas r.a. berkata Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, 
"di dalam agama itu tidak ada pemahaman berdasarkan akal pikiran, sesungguhnya 
agama itu dari Tuhan, perintah-Nya dan larangan-Nya." (Hadits riwayat 
Ath-Thabarani)

Perkara kewajiban, larangan dan pengharaman adalah hak Allah ta'ala 
menetapkannya dan Allah ta'ala tidak lupa.

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, "Sesungguhnya Allah telah 
mewajibkan beberapa kewajiban (ditinggalkan berdosa), maka jangan kamu 
sia-siakan dia; dan Allah telah memberikan beberapa larangan (dikerjakan 
berdosa)), maka jangan kamu langgar dia; dan Allah telah mengharamkan sesuatu 
(dikerjakan berdosa), maka jangan kamu pertengkarkan dia; dan Allah telah 
mendiamkan beberapa hal sebagai tanda kasihnya kepada kamu, Dia tidak lupa, 
maka jangan kamu perbincangkan dia." (Riwayat Daraquthni, dihasankan oleh 
an-Nawawi)

Agama atau perkara syariat atau perkara yang diwajibkanNya, wajib dikerjakan 
dan wajib dijauhi meliputi kewajiban, larangan dan perngharaman telah sempurna 
atau telah selesai ditetapkanNya atau telah selesai disyariatkan oleh Allah 
Azza wa Jalla atau telah disampaikan seluruhnya oleh Rasulullah shallallahu 
alaihi wasallam.

Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam telah bersabda, "Tidak tertinggal 
sedikitpun yang mendekatkan kamu dari surga dan menjauhkanmu dari neraka 
melainkan telah dijelaskan bagimu " (HR Ath Thabraani dalam Al Mu'jamul Kabiir 
no. 1647)
"mendekatkan dari surga" = perkara kewajiban (ditinggalkan berdosa)
"menjauhkan dari neraka" = perkara larangan dan perkara pengharaman (dikerjakan 
berdosa)

Rasulullah mencontohkan meninggalkan sholat tarawih berjama'ah dalam beberapa 
malam agar kita tidak berkeyakinan bahwa sholat tarawih berjama'ah adalah 
sebuah kewajiban yang jika ditinggalkan berdosa karena Allah ta'ala tidak 
menetapkan sholat tarawih berjamaah sebagai kewajiban di bulan Ramadhan. Yang 
diwajibkanNya adalah berpuasa di bulan Ramadhan.

Rasulullah bersabda "Sesungguhnya aku tahu apa yang kalian lakukan semalam. 
Tiada sesuatu pun yang menghalangiku untuk keluar dan shalat bersama kalian, 
hanya saja aku khawatir (shalat tarawih itu) akan diwajibkan atas kalian." ( HR 
Muslim 1270 )

Begitupula para Imam Mujtahid  dalam beristinbat, menetapkan hukum perkara 
suatu ibadah kedalam hukum taklifi yang lima (haram, makruh, wajib, sunnah, dan 
mubah) menghindari al-Maslahah al-Mursalah atau Al-Istislah atau kadang 
disamakan juga dengan al-Istihsan yakni "Menetapkan hukum suatu masalah yang 
tak ada nash-nya atau tidak ada ijma' terhadapnya, dengan berdasarkan pada 
kemaslahatan semata (yang oleh syara'  (dalam Al Qur'an dan As Sunnah) tidak 
dijelaskan ataupun dilarang"

Menurut Imam Syafi'i  cara-cara penetapan hukum seperti  itu sekali-kali bukan 
dalil syar'i. Beliau menganggap orang yang menggunakannya  sama dengan 
menetapkan syari'at berdasarkan hawa nafsu atau berdasarkan pendapat sendiri 
(akal pikiran sendiri) yang mungkin benar dan mungkin pula salah.

Ibnu Hazm termasuk salah seorang ulama yang menolak cara-cara penetapan hukum 
seperti  itu Beliau menganggap bahwa cara penetapan seperti  itu menganggap 
baik terhadap sesuatu atau kemashlahatan menurut hawa nafsunya (akal pikiran 
sendiri), dan itu bisa benar dan bisa pula salah, misalnya mengharamkan sesuatu 
tanpa dalil.

Menetapkan sebagai perkara larangan atau pengharaman yang dikerjakan/dilanggar 
berdosa atau sebagai perkara kewajiban yang ditinggalkan berdosa berdasarkan 
maslahah mursalah atau berdasarkan  akibat baik dan buruk menurut akal pikiran 
manusia termasuk kedalam bid'ah dholalah karena yang mengetahui baik dan buruk 
bagi manusia hanyalah Allah Azza wa Jalla.

Oleh karenanya mereka yang mengada-ada perkara kewajiban, larangan maupun 
pengharaman adalah termasuk penyembahan kepada selain Allah.

Allah Azza wa Jalla berfirman, "Mereka menjadikan para rahib dan pendeta mereka 
sebagai tuhan-tuhan selain Allah". (QS at-Taubah [9]:31 )

Ketika Nabi ditanya terkait dengan ayat ini, "apakah mereka menyembah para 
rahib dan pendeta sehingga dikatakan menjadikan mereka sebagai tuhan-tuhan 
selain Allah?"

Nabi menjawab, "tidak", "Mereka tidak menyembah para rahib dan pendeta itu, 
tetapi jika para rahib dan pendeta itu menghalalkan sesuatu bagi mereka, mereka 
menganggapnya halal, dan jika para rahib dan pendeta itu mengharamkan bagi 
mereka sesuatu, mereka mengharamkannya"

Pada riwayat yang lain disebutkan, Rasulullah bersabda "mereka (para rahib dan 
pendeta) itu telah menetapkan haram terhadap sesuatu yang halal, dan 
menghalalkan sesuatu yang haram, kemudian mereka mengikutinya. Yang demikian 
itulah penyembahannya kepada mereka." (Riwayat Tarmizi)

Firman Allah Azza wa Jalla yang artinya,
"Katakanlah! Siapakah yang berani mengharamkan perhiasan Allah yang telah 
diberikan kepada hamba-hambaNya dan beberapa rezeki yang baik itu? Katakanlah! 
Tuhanku hanya mengharamkan hal-hal yang tidak baik yang timbul daripadanya dan 
apa yang tersembunyi dan dosa dan durhaka yang tidak benar dan kamu 
menyekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak turunkan keterangan padanya 
dan kamu mengatakan atas (nama) Allah dengan sesuatu yang kamu tidak 
mengetahui." (QS al-A'raf: 32-33)

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang 
telah Allah halalkan bagi kamu dan janganlah kamu melampaui batas, sesungguhnya 
Allah tidak menyukai orang yang melampaui batas." (Qs. al-Mâ'idah [5]: 87).

"Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu 
secara dusta "Ini halal dan ini haram", untuk mengada-adakan kebohongan 
terhadap Allah. Sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan kebohongan 
terhadap Allah tiadalah beruntung" [QS. An-Nahl : 116].

Dalam hadits Qudsi , Rasulullah bersabda: "Aku ciptakan hamba-hambaKu ini 
dengan sikap yang lurus, tetapi kemudian datanglah syaitan kepada mereka. 
Syaitan ini kemudian membelokkan mereka dari agamanya, dan mengharamkan atas 
mereka sesuatu yang Aku halalkan kepada mereka, serta mempengaruhi supaya 
mereka mau menyekutukan Aku dengan sesuatu yang Aku tidak turunkan keterangan 
padanya." (Riwayat Muslim).

 

Wassalam

 

 

Zon di Jonggol, Kab Bogor 16830

Kirim email ke