Pak Laksono,

Saya usul bahwa salah satu potensi intervensi KIA adalah melalui tempat
kerja, khususnya industri seperti sepatu dan garment. Kedua industri ini
didominasi oleh pekerja perempuan.

Bersama-sama dengan teman-teman di Yayasan Kusuma Buana sejak tahun 2000
kami mengembangkan upaya ini di sebuah perusahaan garmen di Rancaekek,
Sumedang. Pabrik ini mempunyai 6000 pekerja dan 90% pekerja perempuan.
Setiap saat di pabrik ini ada 250 - 300 ibu hamil, dan ada 800 pekerja yang
punya anak balita. Ini merupakan sebuah captive market yang sangat
potensiil. Dengan komitmen tinggi dari pimpinan perusahaan, dilakukan
rangkaian kegiatan dengan fokus KIA. Mulai dengan penyuluhan-penyuluhan
(tentang kehamilan, persalinan, KB, kesehatan anak dll) dan lalu
pemeriksaan anemia pada ibu hamil (2x selama masa kehamilan), identifikasi
pelayanan bidan yang berkualitas yang tersedia di lingkungan pabrik,
pemberian premi pertolongan persalinan yang lebih besar jika dilakukan di
jaringan bidan yang recommended, pemberian tablet besi pada ibu hamil dll.

Upayanya tidak berhemti pada KIA saja tapi saat ini dikembangkan juga
penanggulangan TB berbasis tempat kerja. Pimpinan perusahaan juga
memberikan dukungan dengan memindahkan pekerja yang sedang berobat TB ke
shift pagi dan minum OAT langsung didampingi oleh supervisor dan manajemen
sebagai PMO. Dinkes Sumedang membantu dengan penyediaan OAT. Pemeriksaan
BTA dilakukan di Puskesmas. Dengan pendekatan ini maka adherence
(kepatuhan) minum OAT terjamin sehingga bisa memberikan kesembuhan bagi
pekerja dengan TB.

Yang menarik adalah keterlibatan perusahaan asuransi yang membiayai 2x
pemeriksaan anemia pada semua ibu hamil dan biaya retribusi untuk
pemeriksaan BTA. Ini dilakukan melalui skema jaminan pelayanan kesehatan
(JPK). Infrastruktur seperti ini ada di semua pabrik/perusahaan dan ini
merupakan salah satu faktor penting untuk keberlanjutan upaya ini (untuk
KIA sudah dilaksanakan sejak tahun 2000 dan untuk TB sejak tahun 2007).
Perusahaan tidak terbebani oleh biaya tambahan karena ditanggung oleh
asuransi.

Upaya diatas juga berpotensi bisa dilakukan di sektor yang tidak didominasi
oleh pekerja perempuan. Pendekatannya adalah memberikan pemahaman
pentingnya KIA pada para bapak atau pekerja laki-laki tersebut. Para
pekerja laki-laki harus memahami masalah kesehatan ibu dan anak sehingga
bisa mendukung upaya ini di tingkat keluarga.

Di Indonesia ada ribuan pabrik dengan cakupan jutaan pekerja. Jika model
ini dikembangkan melalui ribuan pabrik tersebut maka ada jutaan pekerja
perempuan dan laki-laki yang bisa dijangkau.

Yang diperlukan adalah advokasi pimpinan kementerian kesehatan ke sektor
terkait. Sudah terbukti bahwa model ini bisa berjalan di lapangan.
Keinginan ini saya lihat sudah ada dengan adanya Direktorat Kesehatan Kerja
di Kemenkes. Unit ini perlu mengembangkan kerjasama harmonis dengan
Kemenakertrans dan sektor asuransi. Memasuki era BPJS seharusnya tidak
perlu ada halangan untuk mengembangkan model ini. Paradigma K3 perlu
diperluas bukan hanya pencegahan kecelakaan kerja tetapi juga promosi
kesehatan (KIA, TB dll) di tempat kerja.

Mari kita gunakan berbagai peluang yang ada untuk menurunkan kematian ibu
dan juga meningkatkan berbagai aspek kesehatan masyarakat lainnya.

Salam,

AS



2013/10/6 Laksono Trisnantoro <trisnant...@yahoo.com>

> **
>
>
>
> Dear all
> Minggu lalu, kebijakan mengenai KIA telah mulai dibahas, Banyak yang
> berpendapat termasuk mahasiswa-mahasiswa S2 IKM FK UGM dari berbagai
> profesi yang membahas mengenai situasi daerah masing-masing. Pendekatan
> analisis memang dianjurkan menggunakan Segitiga Kebijakan yang mencakup:
> Isi, Konteks, Aktor, dan Proses. Karena masih banyak yang ingin
> berpendapat, kami silahkan terus mendiskusikan di miling list.
> Sambil membahas analisis kebijakan, kita masuk ke diskusi Pemetaan
> Intervensi KIA. Apa yang disebut Pemetaan Intervensi? Pengembangan Pemetaan
> Intervensi KIA diilhami oleh pemikiran yang dipaparkan oleh Kay
> Bartholomew, Guy S. Parcel & Gerjo Kok.  Dalam usaha memetakan intervensi
> yang efektif, sejak tahun 2009, Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan
> (PKMK) FK UGM telah mengembangkan berbagai program intervensi dan inovasi
> di dalam KIA secara komprehensif. Hasilnya adalah sebuah model intervensi
> untuk mengatasi berbagai masalah KIA yang kompleks.
> Model *Pemetaan Intervensi KIA* pada sebuah kabupaten/kota dapat
> digambarkan sebagai usaha menggambarkan berbagai intervensi dengan
> menggunakan pendekatan *continuum of care* dari hulu ke hilir. Hasil
> intervensi diukur dengan angka absolut kematian bayi dan ibu di
> kabupaten/kota. Ditegaskan bahwa outcomenya adalah kematian, bukan
> cakupan-cakupan sehingga membutuhkan data yang baik. Dengan indikator data
> kematian setempat, maka “adrenalin dalam program penurunan kematian ibu dan
> bayi” dapat ditingkatkan.
>       Pendekatan ini dimulai dengan memetakan permasalahan yang terjadi
> di masyarakat sampai ke rumah sakit. Mohon klik di
> www.kesehatan-ibuanak.net. Pemetaan ini menggambarkan permasalahan dari
> hulu ke hilir. (*Lihat sebelah kiri, berwarna Oranye*). Dari permasalahan
> tersebut, dengan menggunakan metode akar permasalahan, akan dicari
> intervensi yang sesuai dengan permasalahannya (Sebelah kanan). Intervensi
> dapat dibagi menjadi dua kelompok besar:
> 1.    *Intervensi kegiatan langsung ke masyarakat (berwarna hijau tua), **
> dan*
> 2.    *Intervensi penguatan sistem manajemen dalam program (berwana biru
> tua).*
> Intervensi kelompok pertama mengacu ke artikel di Lancet seperti
> intervensi di masyarakat secara terjadwal, intervensi keluarga, dan
> intervensi klinik sampai ke RS PONEK.
> Pemetaan intervensi ini bertujuan agar kebijakan dan program KIA di sebuah
> kabupaten dapat dijalankan secara komprehensif dan mempunyai besaran
> kebijakan yang sesuai dengan permasalahan. Oleh karena itu ikon intervensi
> dilambangkan dengan sebuah tombol yang dapat diputar. Anda dapat melakukan
> penilaian sendiri akan intensitas program dan keadaan sistem manajemen
> sesuai permasalahan dengan mengklik tombol-tombol tersebut.
>          Jika dilihat pelakunya, maka tombol-tombol intervensi di hulu
> sebagian besar dilakukan bukan oleh Dinas Kesehatan namun lebih lintas
> sektor. Hal ini memang logis karena pendekatan hulu untuk mencegah orang
> sehat menjadi sakit banyak dilakukan oleh sektor lain misal pangan dan
> gizi, sanitasi, lingkungan  keluarga, dan sebagainya. Di hilir lebih
> mengarah pada pelayanan kesehatan dari pelayanan primer sampai rujukan di
> rumahsakit yang tentunya dilakukan oleh pelaku sektor kesehatan.
> Peta ini tentunya berbeda-beda di setiap kabupaten. Secara garis besar di
> Indonesia dapat dibagi menjadi 3 daerah yang berbeda sekali. Daerah tipe
> pertama seperti Papua dimana kematian ibu dan bayi banyak terjadi di
> masyarakat. Daerah tipe kedua seperti di NTT di kematian ibu dan bayi
> sedang beralih dari rumah/masyarakat ke fasilitas kesehatan dan akhirnya
> meningkat di rumahsakit. Daerah tipe ketiga, contohnya  adalah DIY dimana
> kematian ibu dan bayi sebagian besar (90% lebih) berada di rumahsakit.
> Intervensi di daerah-daerah yang berbeda tersebut tentunya berbeda
> intensitas di hulu dan hilirnya. Papua sangat membutuhkan perbaikan hulu
> karena memang masih sangat buruk. Akan tetapi di DIY pendekatan hulu
> relatif lebih ringan, sementara justru masalah pelayanan rumahsakit dan
> rujukan menjadi factor penting yang menentukan jumlah kematian ibu dan
> bayi. Walaupun berbeda-beda intensitasnya, tetap dianjurkan intervensinya
> merupakan kombinasi hulu dan hilir dengan baik. Koordinasi hulu dan hilir
> sangat dibutuhkan. Sebagai gambaran dengan pelayanan yang baik di
> rumahsakit, maka penyebab kematian dapat diketahui secara lebih rinci.
> Dengan demikin  intervensi di hulunya menjadi lebih tepat dan dapat
> didukung oleh seluruh stakeholders.
> Dengan  pemahaman hulu dan hilir yang terintegrasi ini maka intervensi
> KIA dapat berupa pelayanan promotif dan preventif di masyarakat, keluarga,
> dan fasilitas kesehatan, serta pelayanan kuratif di puskesmas dan
> rumahsakit. Oleh karena itu dibutuhkan kerjasama antar profesi dalam
> menurunkan kematian ibu dan bayi, termasuk peran aktif para bidan, dokter
> umum, spesialis obsgin, spesialis anak, sampai ke promotor kesehatan dan
> perencana keuangan di pemerintah kabupaten.
> *Bagaimana komentar anda dengan model berfikir ini? Apakah masuk akal?  Kami
> melihat bahwa model ini sangat penting untuk menjadi dasar penyusunan
> policy brief dan usulan berbagai strategi operasional untuk penurunan
> kematian ibu dan bayi. Silahkan anda komentari model berfikir ini. Dengan
> komentar anda diharapkan model semakin baik dan semakin berguna untuk
> aplikasi di lapangan.
> *
> * *
> *Salam*
> Laksono Trisnantoro
> Dosen Bagian IKM Fakultas Kedokteran UGM
> Peneliti pada Pusat Kebijakan dan Manajemen (PKMK) FK UGM.
>
>   
>



-- 
Adi Sasongko
A good teacher teaches, a better teacher motivates, the best teacher
inspires

Kirim email ke