Dear all, menurut para ahli, inovasi akan terinspirasi dari 3 sumber yaitu: teori; pengalaman (best practices) di tempat lain; dan evidence-based. Dalam konteks seperti ini, kawan-kawan akademisi bisa berkontribusi di sumber teori dan evidence-based; sedangkan kawan-kawan praktisi bisa memberikan pengalaman yang bisa dijadikan contoh dari lapangan. (Lalu, konsultan merangkumnya?).
Upaya merangkum semua itu akan mudah jika ada framework yang jelas. Dalam hal ini framework pendekatan terintegrasi dari hulu ke hilir bisa membantu. Menu yang ada akan terus diperkaya, atau mungkin yang sudah ada akan dikritisi. Demikian seharusnya. Poin penting lainnya adalah bagaimana memilih dan memilah menu ke dalam kategori "hasil cepat", "hasil menengah" dan "hasil jangka panjang." Ini penting karena upaya menurunkan AKI tidak harus menunggu SDKI berikutnya (tahun 2017?), tetapi kita butuh "kemenangan-kemenangan kecil yang segera terlihat hasilnya" untuk membangkitkan semangat dan optimisme. Jika semua itu sudah jelas, "road map" 5 tahun ke depan (Target SDKI berikutnya) akan bisa dipetakan. Mana program jangka pendek; mana program jangka menengah, dan mana program jangka panjang. Tentu, dengan semangat reformasi dibutuhkan program-program yang inovatif. Dari sisi Siklus Kebijakan, hasil SDKI 2012 merupakan evaluasi dari kumulatif semua upaya yang telah dilakukan minimal dalam 5 tahun terakhir (sejak SDKI sebelumnya tahun 2007). Berdasarkan siklus, berarti kita mulai lagi dari langkah pertama yaitu: Diagnosis Masalah. Langkah ini sangat penting dan harus dilakukan untuk mendiagnosis dengan tepat dan tajam mengapa AKI melonjak tajam (di luar soal perbedaan metode penghitungannya). Untuk itu mungkin dibutuhkan penelitian khusus yang komprehensif untuk mencari akar penyebab masalahnya. Pendekatan Pohon Diagnostik mungkin bisa membantu. Jadi konkritnya, berdasarkan Siklus Kebijakan, seharusnya kita berproses sesuai langkah-langkah yang dianjurkan. Pemetaan Intervensi akan lebih bermanfaat jika kita sudah tahu jelas akar penyebab masalahnya. salam Dwi Handono ---In desentralisasi-kesehatan@yahoogroups.com, <desentralisasi-kesehatan@yahoogroups.com> wrote: Dear All Minggu lalu, kebijakan mengenai KIA telah mulai dibahas. Banyak yang berpendapat, termasuk mahasiswa-mahasiswa S2 IKM FK UGM dari berbagai profesi yang membahas mengenai situasi daerah masing-masing. Pendekatan analisis memang dianjurkan menggunakan segitiga kebijakan yang mencakup: Isi, Konteks, Aktor, dan Proses. Karena masih banyak yang ingin berpendapat, kami silahkan terus mendiskusikan di mailing list. Sambil membahas analisis kebijakan, kita masuk ke diskusi Pemetaan Intervensi KIA. Dalam diskusi minggu ini, dimohon keaktifan peserta untuk mengomentari mengenai Pemetaan Intervensi KIA yang diusulkan oleh Pokja KIA PKMK FK UGM. Mengenai Pemetaan Intervensi KIA dapat dilihat pada uraian berikut. Apa yang disebut Pemetaan Intervensi? Pengembangan Pemetaan Intervensi KIA diilhami oleh pemikiran yang dipaparkan oleh Kay Bartholomew, Guy S. Parcel & Gerjo Kok. Dalam usaha memetakan intervensi yang efektif, sejak tahun 2009, Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) FK UGM telah mengembangkan berbagai program intervensi dan inovasi di dalam KIA secara komprehensif. Hasilnya adalah sebuah model intervensi untuk mengatasi berbagai masalah KIA yang kompleks. Model Pemetaan Intervensi KIA pada sebuah kabupaten/kota dapat digambarkan sebagai usaha menggambarkan berbagai intervensi dengan menggunakan pendekatan continuum of care dari hulu ke hilir. Hasil intervensi diukur dengan angka absolut kematian bayi dan ibu di Kabupaten/ Kota. Ditegaskan bahwa outcomenya adalah kematian, bukan cakupan-cakupan sehingga membutuhkan data yang baik. Dengan indikator data kematian setempat, maka “adrenalin dalam program penurunan kematian ibu dan bayi” dapat ditingkatkan. Pendekatan ini dimulai dengan memetakan permasalahan yang terjadi di masyarakat sampai ke rumah sakit. Mohon klik di www.kesehatan-ibuanak.net http://www.kesehatan-ibuanak.net. Pemetaan ini menggambarkan permasalahan dari hulu ke hilir (lihat sebelah kiri, berwarna Oranye). Dari permasalahan tersebut, dengan menggunakan metode akar permasalahan, akan dicari intervensi yang sesuai dengan permasalahannya (sebelah kanan). Intervensi dapat dibagi menjadi dua kelompok besar: 1. Intervensi kegiatan langsung ke masyarakat (berwarna hijau tua), dan 2. Intervensi penguatan sistem manajemen dalam program (berwana biru tua). Intervensi kelompok pertama mengacu ke artikel di Lancet seperti intervensi di masyarakat secara terjadwal, intervensi keluarga, dan intervensi klinik sampai ke RS PONEK. Pemetaan intervensi ini bertujuan agar kebijakan dan program KIA di sebuah kabupaten dapat dijalankan secara komprehensif dan mempunyai besaran kebijakan yang sesuai dengan permasalahan. Oleh karena itu ikon intervensi dilambangkan dengan sebuah tombol yang dapat diputar. Anda dapat melakukan penilaian sendiri akan intensitas program dan keadaan sistem manajemen sesuai permasalahan dengan mengklik tombol-tombol tersebut. Jika dilihat pelakunya, maka tombol-tombol intervensi di hulu sebagian besar dilakukan bukan oleh Dinas Kesehatan namun lebih lintas sektor. Hal ini memang logis karena pendekatan hulu untuk mencegah orang sehat menjadi sakit banyak dilakukan oleh sektor lain misal pangan dan gizi, sanitasi, lingkungan keluarga, dan sebagainya. Di hilir lebih mengarah pada pelayanan kesehatan dari pelayanan primer sampai rujukan di rumahsakit yang tentunya dilakukan oleh pelaku sektor kesehatan. Peta ini tentunya berbeda-beda di setiap kabupaten. Secara garis besar di Indonesia dapat dibagi menjadi 3 daerah yang berbeda sekali. Daerah tipe pertama seperti Papua dimana kematian ibu dan bayi banyak terjadi di masyarakat. Daerah tipe kedua seperti di NTT di kematian ibu dan bayi sedang beralih dari rumah/masyarakat ke fasilitas kesehatan dan akhirnya meningkat di rumahsakit. Daerah tipe ketiga, contohnya adalah DIY dimana kematian ibu dan bayi sebagian besar (90% lebih) berada di rumahsakit. Intervensi di daerah-daerah yang berbeda tersebut tentunya berbeda intensitas di hulu dan hilirnya. Papua sangat membutuhkan perbaikan hulu karena memang masih sangat buruk. Akan tetapi di DIY pendekatan hulu relatif lebih ringan, sementara justru masalah pelayanan rumahsakit dan rujukan menjadi faktor penting yang menentukan jumlah kematian ibu dan bayi. Walaupun berbeda-beda intensitasnya, tetap dianjurkan intervensinya merupakan kombinasi hulu dan hilir dengan baik. Koordinasi hulu dan hilir sangat dibutuhkan. Sebagai gambaran dengan pelayanan yang baik di rumahsakit, maka penyebab kematian dapat diketahui secara lebih rinci. Dengan demikin intervensi di hulunya menjadi lebih tepat dan dapat didukung oleh seluruh stakeholders. Dengan pemahaman hulu dan hilir yang terintegrasi ini maka intervensi KIA dapat berupa pelayanan promotif dan preventif di masyarakat, keluarga, dan fasilitas kesehatan, serta pelayanan kuratif di puskesmas dan rumahsakit. Oleh karena itu dibutuhkan kerjasama antar profesi dalam menurunkan kematian ibu dan bayi, termasuk peran aktif para bidan, dokter umum, spesialis obsgin, spesialis anak, sampai ke promotor kesehatan dan perencana keuangan di pemerintah kabupaten. Bagaimana komentar anda dengan model berfikir ini? Apakah masuk akal? Kami melihat bahwa model ini sangat penting untuk menjadi dasar penyusunan policy brief dan usulan berbagai strategi operasional untuk penurunan kematian ibu dan bayi. Silahkan anda komentari model berfikir ini. Dengan komentar anda diharapkan model semakin baik dan semakin berguna untuk aplikasi di lapangan. Bapak dan Ibu dapat memberi komentar mengenai topik ini dengan mereply email ini (tidak dengan membuat topik baru). Moderator pada diskusi kali ini adalah Bu Zaenab. Regards, drg. Puti Aulia Rahma, MPH Ph. : +628151679052 +6281329358583 YM : putiaulia85@... mailto:putiaulia85@... Skype ID: putiauliarahma1