Rekan-rekan Dharmajala yth,
 
Komentar saya terhadap cerita dibawah ini adalah:di dalam masyarakat harus dibangun sedemikian rupa sehingga orang yang rajin, produktif, kreatif, jujur dan karakter baik lainnya mendapat penghasilan yang lebih baik. Baru dengan demikian orang terdorong untuk meniru orang semacam itu sehingga masyarakat akan maju ke arah yang positip.  SEB harus memperjuangkan prinsip ini untuk memperbaiki masyarakat Indonesia!!!.
 
Kreshna

Agusman Surya <[EMAIL PROTECTED]> wrote:


Siapakah ibunya?

Selesai  berlibur dari kampung, saya harus kembali ke
kota. Mengingat jalan tol  yang  juga  padat,  saya  menyusuri jalan
lama.
Terasa mengantuk, saya singgah  sebentar  di sebuah restoran. Begitu
memesan
makanan, seorang anak lelaki berusia lebih kurang 12 tahun muncul di
depan.

"Abang mau beli kue?"  Katanya sambil tersenyum.
Tangangnya segera menyelak daun pisang yang menjadi penutup bakul kue
jajaannya.

"Tidak  dik....abang sudah pesan makanan," jawab saya
ringkas. dia berlalu.
Begitu  pesanan  tiba,  saya  terus  menikmatinya.
Lebih  kurang  20 menit kemudian  saya melihat anak tadi menghampiri
pelanggan lain, sepasang suami istri sepertinya. Mereka juga menolak,
dia berlalu begitu saja.

"Abang  sudang  makan  ,  tak  mau  beli  kue  saya?"
katanya tenang ketika menghampiri meja saya.

"Abang  baru  selesai  makan  di,  masih  kenyang
nih,"  kata  saya sambil menepuk-nepuk perut. Dia pergi, tapi cuma
disekita
restoran. Sampai di situ dia meletakkan bakulnya yang masih penuh.
Setiap yang lalu ditanya....

"Tak mau beli kue saya bang..pak.kakak atau ibu."
Molek budi bahasanya.

Pemilik  rstoran  itu  pun  tak  melarang  dia  keluar masuk ke
restorannya menemui  pelanggan. Sambil memeperhatikan, terbersit rasa
kagum dan kasihan di  hati  saya  melihat   betapa  gigihnya dia
berusaha. Tidak nampak keluh
kesah  atau  tanda-tanda  putus  asa  dalam  dirinya, sekalipun orang
yang
ditemuinya enggan membeli kuenya.

Setelah membayar harga makanan dan minuman, saya terus pergi ke mobil.
Anak
itu  saya  lihat  berada  agak  jauh  di deretan kedai yang sama. Saya
buka
pintu, membetulkan duduk dan menututp pintu. Belum sempat saya
menghidupkan
mesin,  anak tadi berdiri di tepi mobil. Dia menghadiahkan sebuah
senyuman.
Saya turunkan cermin. Membalas senyumannya.

"Abang  sudah kenyang, tapi mungkin abang perlukan kue saya untuk
adik-adik
abang,  ibu atau ayah abang," katanya sopan sekali sambil tersenyum.
Sekali
lagi   dia  memamerkan  kue   dalam   bakul  dengan menyelak  daun
pisang
penutupnya.  Saya tatap wajahnya, bersih dan bersahaja. Terpantul
perasaan
kasihan  di  hati. Lantas saya buka dompet, dan mengulurkan selembar
uang Rp
20.000,- saya ulurkan padanya.

"Ambil  ini  dik!  Abang  sedekah  ....tak  usah abang beli kue itu."
saya
berkata  ikhlas  karena  perasaan  kasihan  meningkat mendadak.  Anak
itu
menerima  uang  tersebut,  lantas  mengucapkan  terima kasih terus
berjalan
kembali ke kaki lima deretan kedai. Saya gembira dapat membantunya.

Setelah mesin mobil saya hidupkan. Saya memundurkan. Alangkah
terperanjatnya  saya  melihat   anak  itu mengulurkan Rp 20.000,-
pemberian
saya itu kepada seorang pengemis yang buta kedua-dua matanya. Saya
terkejut
saya hentikan mobil, memanggil anak itu.

"Kenapa bang mau beli kue kah?" tanyannya.

"Kenapa  adik  berikan  duit  abang  tadi pada pengemis itu? Duit itu
abang
berikan adik!" kata saya tanpa menjawab pertanyaannya.

"Bang  saya  tak  bisa  ambil  duit  itu.  Emak  marah  kalau dia tahu
saya
mengemis.  Kata  emak kita mesti bekerja mencari nafkah karena Allah.
Kalau
dia tahu saya bawa duit sebanyak itu pulang, sedangkan jualan masih
banyak,
mak  pasti  marah.  Kata  mak  mengemis kerja orang yang tak berupaya,
saya
masih  kuat bang!" katanya begitu lancar. Saya heran sekaligus kagum
dengan
pegangan hidup anak itu. Tanpa banyak soal saya terus bertanya berapa
harga
semua kue dalam bakul itu.

"Abang  mau  beli  semua kah?" dia bertanya dan saya cuma mengangguk.
Lidah
saya  kelu mau berkata. "Rp 25.000,- saja bang....." Selepas dia
memasukkan
satu  persatu  kuenya  ke  dalam  plastik,  saya  ulurkan  Rp 25.000,-.
Dia
mengucapkan terima kasih dan terus pergi. Saya perhatikan dia hingga
hilang
dari pandangan.

Dalam  perjalanan,  baru saya terfikir untuk bertanya statusnya. Anak
yatim
kah?  Siapakah  wanita berhati mulia yang melahirkan dan mendidiknya?
Terus
terang saya katakan , saya beli kuenya bukan lagi atas dasar kasihan,
tetapi
rasa   kagum   dengan   sikapnya   yang  dapat  menjadikan  kerjanya
suatu
penghormatan. Sesungguhnya saya kagum dengan sikap anak itu.

Dia menyadarkan saya, siapa kita sebenarnya.








Yahoo! Messenger - Communicate instantly..."Ping" your friends today! Download Messenger Now
Yahoo! Groups Sponsor
ADVERTISEMENT
Children International
Would you give Hope to a Child in need?
 
· Click Here to meet a Girl
And Give Her Hope
· Click Here to meet a Boy
And Change His Life
Learn More


Yahoo! Groups Links

Kirim email ke